Satu mingu kemudian.
Helena kembali ke kantor polisi untuk menanyakan sampai di mana proses laporan yang dia buat.
"Jangan mendesak, Nyonya. Anda tidak bisa menyalahkan pihak kepolisan karena kami juga memiliki banyak kasus yang perlu di tangani. Dari pada menekan kami, kenapa anda tidak merenungkan diri saja terlebih dulu? Kalau saja anda lebih ketat menjaga putri anda, saya yakin putri anda masih hidup. Semua ini anda tidak bisa menyalahkan pengendara, atau siapapun, anda juga termasuk salah satu tersangka yang membuat putri anda tewas."
Helena terdiam membeku, bukan tidak bisa berkata-kata, tapi dia benar-benar bimbang dan heran dengan cara pihak kepolisian bicara padanya. Sebenarnya apakah memang benar begitu cara kerja mereka, tidak memiliki empati, tidak menggunakan kalimat yang baik dan benar, bukan membuat masyarakat merasa tenang, tapi malah melemparkan bola untuk kembali ke muka masyarakat dengan menyakitkan?
Satu Minggu bahkan bukan waktu yang bisa di gunakan oleh pihak berwajib untuk sedikit melangkah maju dengan kasus putrinya. Jadi apakah benar butuh bertahun-tahun untuk menemukan tersangka yang telah membuat putrinya meninggal?
Helena membuang nafasnya, sungguh dia kesal dan ga rela, tapi sepertinya dia butuh konsultasi dengan pengacara terlebih dahulu agar dia paham bagaimana cara kerja pihak kepolisian dalam menangani kasus di negara itu. Helena berniat meninggalkan kantor polisi tanpa kata, tapi baru saja dia berbalik ada seorang pria tambun berjalan cepat menerobos masuk dengan buru-buru.
"Selamat siang, tadi saya sudah di hubungi bahwa pelaku yang menikam kakak saya sudah di temukan, apa itu benar?"
"Ah, tentu saja! Tapi sebelum itu, tolong isi beberapa lembar ini ya?"
"Baik, saya benar-benar berterimakasih sekali! Kalian sungguh bekerja keras, hanya butuh satu Minggu sudah mendapatkan pelakunya."
Helena terdiam, membulatkan matanya dengan tajam, kembali berbalik menatap polisi yang tadi bicara dengan tidak menyenangkan padanya. Helena terus menatap ke arah polisi itu, dia benar-benar membatin kesal luar biasa melihat bagaimana indahnya senyum polisi itu, bicaranya juga sangat sopan membuat Helena sadar benar bahwa dia memang di perlakukan dengan tidak adil selama ini. Helena memperhatikan tampilan pria tambun itu, dan dia tahu benar semua yang melekat di tubuhnya benar-benar serba mahal, bermerek terkenal yang banyak di minati oleh kalangan atas.
Helena tersenyum dengan wajah pilu, jadi begini ya?
Polisi yang menyadari tatapan tidak enak dari Helena hanya berpura-pura saja tidak melihat, cuek dan masa bodoh saja. Haruskah dia memberikan uang yang banyak untuk menyuap polisi itu? Tapi sialnya dia sedang tidak memiliki tabungan banyak, Helena yakin sekali pria tambun itu pasti memberikan banyak uang sehingga polisi itu bisa dengan sopan dan lembut saat bicara padanya.
Penjilat, bedebah!
Seperti itu lah yang di katakan Helena di dalam hati. Sepertinya memang sulit untuknya melakukan ini sendirian tanpa bantuan pengacara, jadi Helena memutuskan untuk menggunakan uang yang dia tabung demi masa depan Velerie untuk membayar pengacara nanti.
Karena hari udah mulai sore, Helena juga tidak mungkin mencari pengacara di jam yah sudah akan malam ini. Helena memutuskan untuk mampir ke makan putrinya dan berbagi kesedihannya di hari ini.
Beberapa saat kemudian.
Helena terdiam menatap seseorang yang amat dia kenal kini tengah bersimpuh, memeluk nisan putrinya sembari menangis tersedu-sedu. Wajahnya yang kacau, pipinya yang merah di bagian kanan dan ke kiri, ada noda darah juga di sisi bibir. Sepertinya pria itu telah memukuli wajahnya sendiri dengan membabi buta. Pria itu adalah David Ferdrigo, tiga puluh tahun, dia adalah Ayah kandung Velerie. Di sana juga ada seorang wanita yang berdiri diam, menatap David tanpa ekspresi seolah kesedihan David tidak bisa dia rasakan, dan juga bukan urusannya.
Satunya adalah pria yang pernah dia cintai, pria yang sudah membuatnya buta hingga rela mengorbankan segalanya hanya untuk pria itu, namun pria itu juga yang menghancurkan dirinya, membuat semua pengorbanan yang dia lakukan terasa sia-sia dan bodoh. Satu lagi adalah sahabat dekatnya, sahabat yang sejak sekolah menengah pertama bersama dengannya, menjadi saksi perjuangan cinta antara Helena dan juga David, tapi pada akhirnya dia juga lah yang menjadi penghancur hubungannya.
Begitu lucu, menggelikan, namun begitu kejam cara dunia menyadarkan Helena akan kenyataan yang tidak melulu sesuai dengan yah dia inginkan. Sekarang pria itu sesegukan, bersedih karena kehilangan putrinya, bukankah itu adalah momen yang menyedihkan? Tapi, kenapa yang di rasakan Helena adalah muak, dan jijik? Tangisnya mungkin dari hati, tapi sikapnya yang tidak adil selama ini dalam memperlakukan dua putrinya menjadi bukti bahwa dia adalah satu dari sekian banyak Ayah brengsek di dunia ini.
"Berhentilah menangis seolah kau sedih kehilangan dia." Ucap Helena yang membuat David menoleh ke arahnya, begitu juga wanita yang ada disebelah, dia adalah istri David yang sekarang, dan mereka juga sudah memiliki putri berusia empat tahunan. Namanya Melisa, dua puluh enam tahun.
David bangkit, dengan mata yang memerah, air mata juga banyak tertinggal di sana, menatap Helena dengan tatapan marah, berjalan cepat menghampiri Helena.
Greb!
David mencengkram kedua lengan Helena.
"Kenapa, kenapa kau tidak memberitahu ku tentang ini?! Kenapa kau mengabaikan kematian putriku seolah aku bukan siapa-siapa untuknya?! Kenapa kau, kenapa, kenapa membuat dia meninggal? Kenapa?" David tak kuasa menahan tangisnya lagi, dia masih mencengkram kuat lengan Helena membuat Helena tidak tahan lagi dan menepis kedua tangan David dengan kasar.
Helena tersenyum dengan tatapan mencemooh. Bukan untuk David, tapi untuk Melisa yang kini dengan sengaja menghindari tatapan mata dari Helena. Sekarang Helena tahu, kenapa David tidak datang di pemakaman putrinya, dan alasannya adalah Melisa. Padahal Helena mengirimkan pesan suara, dia menangis dengan suara gemetar sesegukan mengirimkan pesan kepada David begitu Velerie di bawa ke rumah sakit. Helena tahu benar kalau pesan itu sudah terkirim hanya saja belum terbaca saat itu. Pasti Melisa menghapus pesan itu bukan?
"Jangan mengalahkan ku, kenapa kau tidak bertanya sana kepada istri tercinta mu, David? Tanyakan kenapa kau terlambat mendapatkan kabar tentang Erie, tanyakan sekarang."
David terdiam sebentar, dia terlihat terkejut, tapi tak lama dia menoleh menatap Melisa yang terlihat sedikit gugup.
"Melisa, katakan padaku, kenapa aku tidak tahu putriku meninggal? Katakan padaku, katakan!" David melotot tajam kepada Melisa membuat Melisa tertekan, tapi dia juga masih mencoba untuk terlihat tenang.
"Denise sudah akan di operasi, kenapa aku harus membuatmu pergi? Putrimu yang sudah mati memang bisa hidup lagi saat kau datang padanya? Yang ada Denise ku akan sedih sampai mati saat kau meninggalkan dia saat dia gugup setengah mati menjelang operasi."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Uba Muhammad Al-varo
sungguh miris sekali hidupmu Helena punya sahabat menikamnya, mantan suaminya penghianat.👊👊👊
2024-06-14
0
Kustri
eumm... benih Denis jelek, terkontaminasi🤣
pnya anak 2 g ada yg sehat
salut ama Helena
2023-06-07
0
Erni Kusumawati
Bolehkan aku berkata kasar utk pelakor ini.. semoga anak Melisa Mati seperti Erie.. aamii
2023-06-06
1