"Kenapa kalian merapihkan jenazah putriku tanpa melibatkan ku?! Aku adalah Ibunya, tapi kalian seenaknya saja memandikan, dan merapihkan putriku tanpa persetujuan dariku! "Helena membelalak marah, jari telunjuknya menusuk sosok yang kini berdiri di hadapannya. Seorang Dokter, juga beberapa perawat yang tanpa izin darinya telah merapihkan dan membersihkan jenazah putrinya.
Mereka hanya terdiam, menunduk tak menyangkal apa yang di katakan Helena karena memang begitu adanya.
"Jangan pikir hanya hubungan pertemanan kau bisa seenaknya, kau seharusnya tahu betapa pentingnya Velerie bagiku kan?!" Helena semakin menajamkan matanya, marah, sungguh dia sangat marah sampai matanya meneteskan air mata pun dia tidak menyadarinya.
Farah, dia adalah teman dari Helena, dia juga adalah Dokter yang memerintahkan kepada petugas untuk merapihkan Velerie sebelum di kebumikan.
"Helena, tolong tenangkan dirimu, Ibu yang menyetujuinya tadi. Ibu pikir dengan begitu semua akan mudah, kita hanya tinggal menguburkan saja, dan tidak perlu repot-repot lagi kan?" Ucap Ibunya Helena yang sedari tadi memang berada di sana, bersama Helena untuk menemani Helena yang pasti akan sangat kacau sekali.
Mendengar Ibunya mengatakan itu, Helena benar-benar langsung terdiam, menatap Ibunya dengan tatapan terkejut, dia kecewa, juga merasa marah sekali.
"Ibu, kenapa Ibu keterlaluan sekali?" Tanya Helena, dan lagi-lagi air mata itu jatuh begitu saja.
Ibunya Helena mengusap wajahnya, menatap Jelena berharap Jelena dapat mengerti maksudnya. Dia sungguh hanya tidak ingin putrinya kelelahan karena kematian Velerie pasti benar-benar membuat jiwanya terguncang. Cukup sudah hatinya yang hancur, tidak dengan tubuhnya yang berharga.
"Helena, Velerie hanya tinggal di kebumikan tentu saja akan mempercepat prosesnya bukan? Toh hanya membersihkan tubuh Velerie, kau seharusnya justru berterimakasih kepada Farah kan?"
Helena mengusap wajahnya dengan kasar, sekarang dia tidak bisa lagi menahan tangisnya yang pecah. Dia menggigit bibir bawahnya menahan suara tangisnya yang begitu menginginkan untuk di lepaskan. Tapi mengingat sekarang dia sedang berada di rumah sakit, banyak orang yang membutuhkan ketenangan, Helena hanya berusaha sebaik mungkin untuk bertahan.
"Ibu, kenapa Ibu jahat sekali? Aku ini adalah Ibunya Velerie, aku tidak pernah merasa di repotkan dalam hal apapun, apa lagi ini adalah yang terakhir kali untuk putriku, kenapa Ibu bisa memberikan keputusan yang salah itu?!" Helena menjatuhkan tubuhnya, duduk di lantai sembari menangis dengan suara yang masih dia tahan. Tahu, dia tahu sekali bahwa selama ini Ibunya sama sekali tak menyukai Velerie. Tentu saja alasannya adalah karena Velerie adalah penyandang down sindrom, Ibunya menganggap bahwa Velerie adalah beban untuk Helena yang masih sangat muda, memiliki pekerjaan yang lumayan. Ibunya Helena merasa takut kalau nanti tidak akan ada pria yang Sudi menikahi Helena karena Helena memiliki putri down sindrom, di tambah Helena bahkan mengeluarkan banyak sekali uang hanya untuk biaya Dokter, sekolah, kursus, dan sebagainya.
"Helena, Ibu tidak bermaksud buruk, mohon mengertilah. Ibu tahu kau pasti sedang kacau dan sedih sekali, tapi Erie kan sudah di rapihkan, sudah di permudah urusannya, jadi berhentilah menyalahkan siapapun ya?" Bujuk Ibunya Helena, menatap dengan tatapan lembut memohon agar putrinya berhenti menangis dan menyalahkan siapapun yang menurutnya tidak salah sama sekali.
"Ibu, Erie ku adalah hidupku, sekarang hidupku sudah berakhir bersama dengan kepergian Erie. Ibu selalu saja mengutuk Erie di dalam hati bukan? Sekarang kutukan Ibu sudah terjadi, apakah Ibu bahagia? Apakah Ibu bahagia karena telah menginginkan putri Ibu kehilangan dunianya?"
Helena menatap Ibunya, linangan air mata itu luruh begitu banyak tak terhitung banyaknya. Tatapan matanya di hindari oleh Ibunya, bukankah itu sudah menjelaskan betapa tepatnya tuduhan Helena barusan bukan? Bukankah biasanya seorang nenek akan mencintai cucunya melebihi anak kandungnya sendiri? Tapi kenapa Velerie tidak mendapatkan itu hanya karena dia istimewa? Kalau boleh memilih, tentu saja Velerie tidak akan menginginkan kondisinya, tidak menginginkan lahir dari rahim wanita yang banyak kekurangan, juga akan memilih untuk hidup dengan sangat baik nantinya, bahkan bisa saja Velerie akan memilih untuk tidak di lahirkan saja jika dia tahu hidupnya akan berakhir seperti ini bukan?
"Helena, hentikan tuduhan tidak masuk akal mu itu. Memang benar Ibu meminta mu untuk tidak berlebihan menyayangi Erie, itu semua karena Ibu juga ingin kau fokus pada dirimu sendiri. Pagi, siang, malam, bahkan saat tidur yang ada di kepalamu adalah Erie. Ibu tidak membencinya, sungguh!"
Helena menepis tangan Ibunya yang memeluk lengan Helena, menyeka air matanya, bangkit tanpa ingin mengatakan apapun lagi.
"Helena, maafkan aku." Ucap Farah, dia menunduk seperti orang yang begitu bersalah entah seberapa besar perasaan bersalah yang dia rasakan saat ini.
Helena tentu saja tidak menyahut, dia abaikan semua orang yang coba untuk memanggil dan memberikan pengertian serta kesabaran untuknya. Ini adalah tentang hidupnya, tentang kebahagiaannya, sekarang hidup dan kebahagiaannya sudah pergi jadi untuk apa dia bertahan di dunia yang memberikan jutaan rasa sakit untuknya? Sembilan belas tahun menikah, dua puluh satu tahun di ceraikan, di tinggal menikah setelah satu Minggu resmi bercerai, di tekan habis oleh kedua orang tuanya, belum lagi tekanan dari mantan mertuanya, bukankah itu terlalu kejam?
Tubuhnya yang kurus, kaki jenjangnya yang terlihat gemetaran itu seakan tak sanggup melangkah maju. Tapi di saat terakhir dia tetap harus mencoba untuk tersenyum, melepaskan putrinya dalam damai, mendoakan putrinya mendapatkan tempat yang indah, jauh lebih indah dari saat hidup bersama dengannya. Sekarang hati seorang Ibu sudah seperti di hancurkan hingga hancur lebur, sosok Ibu yang digambarkan bak malaikat sudah kehilangan harapan dan cahayanya. Dunia kini terasa gelap, senyum yang terlihat seolah palsu, air mata yang jatuh tapi dengan batin bersyukur membuat Helena memantapkan dirinya untuk datang menemui putrinya.
Jika di dunia sudah berakhir masanya menjadi Ibu, bukankah dia bisa melakukanya di akhirat?
Helena menyeka kembali air matanya, tersenyum dengan jelas.
"Erie, tuan putri ku yang cantik, tunggu Ibu, Ibu akan datang, mati Ibu tuntun jalanmu." Gumam Helena sembari melangkahkan kaki menjauh, semakin jauh dari Ibunya yang menatap punggung Helena sembari menangis.
Farah juga terus menatap Helena, dia mengepalkan tangan begitu erat sembari menahan tangis.
"Maafkan aku, sungguh maafkan aku. Aku salah, maaf, maaf, maaf......" Gumam Farah pelan.
Beberapa saat kemudian.
Velerie sudah selesai di kebumikan, dan kini hanya tinggal Helena, juga beberapa orang dari keluarga Ibunya yang datang.
"Kemana Ayahnya Erie? Sungguh dia tidak datang bahkan saat putrinya meninggal?" Tanya salah satu saudari Ibunya Helena.
Helena tak menjawab, toh dia juga tidak perduli dengan mantan suaminya itu. Sudah empat bulan ini dia terus mengelak untuk menemui Velerie, alasannya karena putrinya sedang sakit cukup parah, jadi dia hanya sibuk meminta maaf, dan memberikan janji untuk bertemu saja dengan Velerie.
"Putrinya yang sekarang sangat cantik dan lucu, mungkin dia merasa malu kalau sering membawa Velerie."
Helena mengepalkan tangannya.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Uba Muhammad Al-varo
sungguh sangat tragis hidup nya Erie 😭🤧😭🤧😭🤧
2024-06-14
0
💕febhy ajah💕
semangat lah helena akan ada masanya bahagia menjemput mu
akan ada pelangi setelah hujan
2023-07-04
0
Erni Kusumawati
be strong Helena
2023-06-06
1