"Kau tahu seberapa besar aku mencintaimu?" Ujar Alena, dia mendongak menatap wajah Alandra yang juga membalas tatapannya.
"Aku tahu, karena tanpa kamu katakan, cinta itu sudah terlihat di matamu," Alandra mencium punggung tangan Alena penuh kasih sayang.
"Lalu, sebesar apa cintamu untukku?" lanjut Alena kembali bertanya.
Alandra berpikir sejenak sebelum menjawab, "cintaku dalam tahap, aku bisa mengorbankan apapun untukmu." Jawabnya, dia tersenyum sambil menyandarkan punggungnya di kepala ranjang, sedang Alena membaringkan kepala di pangkuan kekasihnya itu.
"Jadi kau sangat mencintaiku?"
"Ya, sedikit," ucapannya itu seketika mendapat cubitan di pinggang dari Alena.
"Aww, sakit sayang," ucapnya disertai tawa sambil meringis.
"Habis, kamu itu ngeselin." Alena mematutkan wajahnya karena kesal.
"Iya, iya, aku sangat mencintaimu, benar-benar mencintaimu, berapa kali harus aku bilang, Alena Jennings!"
***
Alena terbangun dari tidurnya, dia tersenyum tipis jika mengingat moment-moment yang telah Ia lewati dengan Alandra, seakan hal itu baru saja terjadi, dan masalah yang benar-benar terjadi hanyalah sebuah mimpi.
Beberapa hari berlalu setelah kejadian itu, naluri Alena selalu ingin menghubungi Alandra, namun akal sehat mencegahnya.
"Cukup Alena, sudah cukup. Laki-laki pengkhianat seperti dia, tidak layak untukmu!" Ujar Alena pada diri sendiri.
Ceklek...! Piintu pun terbuka, menampilkan wajah sang Ayah, yang tampak tersenyum kearahnya.
"Selamat pagi sayang, bagaimana perasaanmu?" Tanya Martin.
"Jauh lebih baik dari sebelumnya, Pah," jawab Alena, namun dengan ekspresi wajah yang sama.
"Papah punya sesuatu yang ingin di bicarakan denganmu," Martin duduk di samping Alena yang masih berada di atas ranjangnya.
"Soal apa Pah?"
"Soal, Jacob black Wilson." Alena mendengus kasar, dia menghempaskan diri kembali ke ranjang.
"Kenapa malah membahas dia sih Pah, aku sudah bilang aku tidak suka padanya," keluh Alena kesal.
"Sayang, Papah tahu kamu baru putus dari Pria itu, cobalah perlahan mengenalnya, siapa tahu kalian cocok, Papah tidak akan memaksa jika memang kamu tidak menyukai dia nantinya. Hanya untuk sekarang, cobalah gunakan dia untuk sedikit mengobati luka di hatimu." Alena terdiam, dia tak ingin memutuskan sesuatu tanpa berpikir lebih dulu.
"Pah," keluh Alena kesal, dia masih belum ingin menjalin hubungan apapun sampai rasa sakit di hatinya mereda.
"Kamu gak harus menerimanya sekarang, hanya cobalah untuk lebih mengenalnya, kalian bisa berteman dulu." Ujar Martin, dia mengusap kepala putrinya penuh kasih sayang.
Alena membalikkan tubuh sembari mendengus kasar, "ya udah kalau kamu gak mau, Papah gak akan memaksa." Martin bangkit hendak berlalu, namun perkataan Alena seketika membuat langkahnya terhenti kembali.
"Oke, tapi tolong beri aku waktu Pah. Aku ingin sendiri dulu untuk saat ini," pinta Alena.
"Iya sayang, beristirahatlah dengan tenang."
'Sampai saat ini, aku masih belum mengerti, Alandra. Apa cinta yang selama ini kamu tunjukan padaku hanya pura-pura? Aku ingin kamu menjelaskan padaku sekali lagi,' Alena terisak lirih.
Dia meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas, memberanikan diri menghubungi Alandra kembali.
Tut...Tut...Tut...
Nada telpon tersambung, namun tak di angkat sama sekali oleh sang pemilik.
"Dasar pecundang, apa kamu tidak ingin menjelaskan apapun padaku, walau satu kata saja?" Keluh Alena, air mata kembali luruh di wajahnya, dia melempar ponselnya sembarang arah, dan kembali terisak pelan.
Para pelayan terus mengirimkan berbagai makanan ke kamar Alena, namun tak ada satu pun yang dia makan, selera makannya tiba-tiba lenyap, dia hanya berbaring di ranjang seharian, seakan tak punya semangat hidup lagi.
***
"Alan tunggu!" Teriak Alena sembari membungkuk mengatur napasnya karena kelelahan. Saat ini mereka tengah mendaki tangga menuju tempat biasa orang melihat matahari tenggelam.
Alandra mendengus senyum, dia berkacak pinggang sambil menunggu Alena kembali berjalan kembali, "gitu aja capek, ayo buruan bentar lagi jam enam," ujar Alandra sembari menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Kamu gak ngerasain sih jadi aku, kaki aku sakit," keluhnya hampir menangis, Alena duduk di undakan tangga sambil memijat kakinya.
Alandra kembali turun dan berjongkok di hadapan Alena, "sini aku lihat," Alandra meraih kaki Alena namun gadis itu lekas menipisnya.
"Gak usah, pergi aja sana," ucap Alena dengan wajah mematut.
Alandra tak menggubrisnya dia memangku kaki Alena dan meletakkannya di pangkuannya, dia mencopot sandal heels yang di kenakan Alena, dan menempelkan plester di kaki belakangnya yang nampak lecet.
"Gak usah di pake lagi sepatunya, kaki kamu sakit karena benda ini," ujarnya.
"Terus aku pake apa?" Keluh Alena, dia berusaha meraih kembali sepatu itu dari tangan Alandra, namun laki-laki itu lekas menjauhkannya.
Alandra melepas sepatunya dan memakaikannya pada Alena, "terus kamu pake apa, Lan?" Alena mendongak menatap Alandra.
"Tidak masalah aku yang terluka, asal jangan kamu, Alena."
Jika mengingat semua yang pernah Alena dan Alandra lalui, membuat air mata Alen kembali luruh, sakit rasanya jika kembali mengingat kenyataan yang ada, Alena berharap segala kepahitan yang di alaminya saat ini hanyalah sebuah mimpi, yang saat dia terbangun hilang tanpa jejak. Namun, semua itu tidaklah mungkin, pada kenyataannya inilah yang terjadi.
"Kenapa, kenapa semua ini harus terjadi padaku, kenapa?!" Teriakan Alena teredam bantal karena saat ini dia tengah dalam posisi tengkurap, dengan wajah Ia benamkan di bantal miliknya.
"Alandra, aku sangat mencintaimu, tidakkah kau tahu itu, teganya kamu mengkhianatiku, hatiku sakit," lirih Alena, dia merenggut matras tempat tidur yang ia gunakan.
Tiba-tiba saja, tubuh Alena mengejang dadanya terasa sesak, ruangan ini terasa menyempit begitu saja, seakan udara menghilang dari ruangan ini, Alena bangkit perlahan sambil mencengkram dadanya.
"To-tolong, tolong," lirihnya hampir tak terdengar, dia berusaha meraih gelas yang terletak di atas nakas, namun sayangnya gelas itu justru malah jatuh ke lantai menjadi serpihan.
Frang...
Karena suara yang di hasilkan akibat benturan tersebut, seorang pelayan yang selalu siaga tak jauh dari kamar Alena pun langsung masuk.
"Ya Tuhan, Nona Muda anda kenapa?" tanyanya panik, dia berteriak meminta pertolongan membuat semua orang berhamburan datang.
"Alena kamu kenapa, Nak?" Martin juga datang dan langsung menggendong Alena ke tempat tidur kembali.
"Cepat panggil Dokter!" Teriaknya panik. Tampak raut kecemasan terlihat jelas di raut Martin.
"Pa-pah," lirih Alena pelan, dia memaksakan diri berbicara.
"Jangan bicara dulu Nak, sebentar lagi Dokter akan segera datang," ujarnya. Dan benar saja tak lama kemudian Dokter pun tiba, dia langsung memeriksa keadaan Alena, dia juga di pasang alat bantu pernapasan agar pernapasannya kembali stabil.
"Bagaimana keadaan anda sekarang, Nona? Apa masih merasa tidak nyaman?" tanyanya sambil memeriksa nadi Alena memastikan kembali kondisinya.
"Sekarang sudah lebih baik Dokter, terimakasih banyak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Lina maulina
dirimu cwe tergoblok alena
2023-10-06
0
Irmha febyollah
1 kata buat alana bodoh...
cinta si boleh bodoh jgn.
2023-05-19
1