"Selamat pagi, Anak-Anak!" sapa Siska dengan senyum mereka.
"Pagi, Bu," sahut semua murid kelas XA1.
"Hari ini kita kedatangan teman baru. Silakan perkenalkan diri." Siska menoleh ke arah Liam seraya tersenyum lembut.
Liam pun akhirnya berjalan ke depa kelas. Dia menyapukan pandangan ke seisi ruangan tersebut. Setelah menangkap sosok gadis yang dia inginkan, Liam tersenyum tipis.
Lelaki tersebut dapat menangkap dengan jelas ekspresi terkejut yang terukir di wajah cantik Liona. Tatapan keduanya saling beradu. Liam menatap gadis tersebut penuh kasih, tetapi tidak dengan Liona. Dia menatap Liam dengan pandangan tak suka.
"Perkenalkan saya Liam. Semula saya sekolah di SMA Kanisius." Liam enggan memperkenalkan nama belakangnya karena sudah dapat dipastikan semua teman barunya akan langsung tahu kalau doa merupakan putra Walikota.
Ya, Liam memang selama ini diminta untuk menyembunyikan identitasnya sebagai putra Walikota. Hal itu dilakukan karena Roby tidak mau nama baiknya tercoreng karena sifat serampangan putra keduanya itu.
Alhasil, Liam mau tidak mau menuruti apa yang diminta sang ayah. Toh, dengan begitu dia juga dapat mendapatkan pertemanan murni tanpa embel-embel status sosial dan jabatan dari sang ayah.
"Liam, kamu bisa duduk di belakang Liona. Sebelah sana!" Siska menunjuk kursi kosong tang ada di balik punggu Liona.
Liam pun bersorak dalam hati. Dia merasa Tuhan merestui perasaannya. Tuhan seakan selalu mendekatkan Liam dengan Liona.
Liam pun segera melangkah ringan ke arah Liona. Sebuah senyum seringai terukir di bibir lelaki tampan itu ketika melewati Liona yang mengikuti setiap langkah Liam. Liona mengamati lelaki tersebut melalui ekor mata.
Meski tidak begitu terlihat bahwa Liona sedang mengati, Liam dapat mengetahui secara jelas. Tatapan Liam tak lepas dari mata Liona, sehingga dia dengan mudah dapat mengetahui semua ekspresi yang keluar dari wajah gadis tersebut.
"Hei, kita ketemu lagi!" bisik Liam seraya mencondongkan tubuh ke arah Liona.
Liona enggan berkomentar. Dia memilih untuk tetap fokus dengan buku pelajarannya. Liam akhirnya menahan diri untuk mengganggu Liona lebih jauh lagi.
Tak lama kemudian, guru Kimia memasuki ruangan kelas tersebut. Sang guru menyapa seluruh murid dan mengabsen mereka satu per satu. Setelah selesai, pelajaran pun dimulai.
Sepanjang pelajaran, Liam tidak fokus pada buku pelajaran atau penjelasan guru. Lelaki tampan itu justru sibuk menatap punggung Liona seraya tersenyum. Bertopang dagu sembari sesekali memainkan ujung rambut Liona.
"Berhenti!" seru Liona begitu guru Kimia mereka keluar dari ruang kelas.
Liam pun akhirnya menghentikan aktivitas jahilnya. Kini dia menumpu dagu menggunakan kedua telapak tangan seraya mengerjapkan mata berulang kali. Liona putar badan sambil mendengus kesal.
"Apa kamu tidak pernah serius mengikuti pelajaran? Pantas saja kamu dipindahkan dari SMA Kanisius ke sini!"
"Hei, Nona Manis! Kamu tidak tahu masalahnya kenapa aku mau pindah ke sekolah ini. Atau ...." Liam tersenyum miring dan mulai mencondongkan tubuh ke arah Liona.
"Atau kamu mau aku kasih tahu alasanku bersedia pindah ke sekolahan lebih buruk dari SMA sebelumnya?"
Liona memutar bola mata kemudian melipat lengan. Gadis itu menyipitkan mata dan mulai mencebikkan bibir. Gadis itu pun akhirnya mengembuskan napas kasar.
"Aku tidak peduli dan tidak akan pernah mau tahu alasannya! Tapi setahuku, siswa yang dipindahkan ke sekolah yang lebih buruk dari sebelumnya merupakan siswa bermasalah!" seru Liona kemudian kembali balik badan dan merapikan buku pelajaran.
"Sial! Dia benar-benar tepat sasaran!" Liam tersenyum kecut kemudian menyugar rambut, lalu menoleh ke kiri.
Tanpa sengaja lelaki tampan itu menangkap sosok Evelyn yang duduk satu baris dengannya. Gadis itu tersenyum genit seraya menggerakkan ujung jari untuk menyapa Liam. Melihat sikap Evelyn, justru membuat Liam bergidik ngeri.
"Ada lagi perempuan seperti itu? Astaga, sebegitu tampankah aku? Sampai banyak perempuan genit mengikuti dan berusaha menggoda?" Liam menyugar rambut lalu kembali menatap punggung Liona yang terlihat tenang.
"Tapi, dia pengecualian. Bagaimana bisa Liona tidak terpesona oleh ketampananku yang bagaikan pinang dibelah dua dengan Jeno NCT ini?"
Waktu terus bergulir, sepanjang jam pelajaran Liam hanya fokis menatap Liona yang sibuk belajar. Memang dasar Liam, beberapa kali dia gelagapan karena tidak dapat menjawab pertanyaan yang dilemparkan oleh guru yang sedang mengajar.
Akan tetapi, Liam tidak memedulikan tawa renyah dari teman sekelasnya. Dia masih saja mengabaikan materi yang diberikan para guru dan memilih untuk tetap fokus pada gadis yang kini menjadi medan magnet baginya.
"Jadi, kesimpulannya ... Matriks A dan matriks B dikatakan sama, jika dan hanya jika ordo matriks A dan ordo matriks B sama dan elemen-elemen yang seletak pada matriks A dan matriks B mempunyai nilai yang sama." Liona berbicara di depan kelas di akhir sesi pelajaran Matematika yang membahas tentang matriks.
Jika di telinga orang lain Liona terdengar layaknya guru, lain halnya dengan Liam. Dia mendengar penjelasan Liona seakan sedang mendengar IU menyanyikan lagu Can't Love You Anymore. Begitu Liona selesai menjelaskan kesimpulan, Liam langsung berdiri dan bertepuk tangan.
"Wah, hebat kamu Liona. Wooo! Keren!" Liam bertepuk tangan seraya bersorak bangga.
Melihat tinglah Liam, sontak semua murid beserta guru Matematika yang sedang mengajar melongo. Liam heboh sendiri sedangkan orang lain tengah terdiam. Lagi-lagi pemuda tampan itu menjadi bahan ledakan tawa.
"Liam, kamu sepertinya bersemangat sekali mengikuti pelajaranku. Mungkin pada pertemuan selanjutnya kamu yang akan membuat kesimpulan dari pelajaran yang telah dibahas. Bagaimana?"
"Ah, itu ... anu, Bu ...." Liam tersenyum konyol seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sang guru matematika tersenyum geli kemudian meminta Liona untuk kembali ke tempat duduknya. Liona pun mengangguk dan berhenti sejenak seraya menatap tajam Liam sebelum akhirnya mendaratkan bokong ke atas bangku.
"Kamu benar-benar hebat, kok! Makanya aku bertepuk tangan untukmu! Mereka saja yang aneh. Bukankah wajar setiap pekerjaan yang dilakukan dengan baik untuk mendapat apresiasi?"
"Kamu yang aneh!" ketus Liona.
Liam mengerjap beberapa kali sampai akhirnya memilih untuk diam sementara waktu. Lelaki itu akhirnya diminta untuk memimpin doa sebelum pulang. Setelah selesai, seluruh murid keluar dari ruangan tersebut.
Liona dan Liam berjalan beriringan sehingga kini keduanya menjadi pusat perhatian. Liona yang tidak nyaman akhirnya menghentikan langkah. Dia memutar tubuh sehingga wajah dua sejoli itu kini berhadapan.
"Sebaiknya kita jalan masing-masing. Di mana bengkel temanmu itu? Biar aku ke sana naik ojek!"
"Hei, bukan gitu cara mainnya! Aku yang anter kamu!"
"Nggak! Di mana bengkel temanmu itu! Cepat katakan!" teriak Liona.
"Pokoknya aku yang antar! Titik!" Liam meraih pergelangan tangan Liona kemudian menarik gadis itu.
"Lepaskan aku!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments