EPISODE 4
Hari-hari pun berlalu, dan hari-hari itu aku lalui dengan kesedihan karena kepergian Ibas yang masih terus membayangi ku. Rasanya aku kini sudah pasrah saja dengan nasibku yang akan dijodohkan. Karena aku tahu, ibu dan ayahku pasti tetap akan bersikeras untuk menjodohkan ku dengan anak pak Tarmajid. Meskipun aku terus menolak, namun mereka tidak akan pernah mau mendengarkan ku. Hingga, pada suatu malam, aku yang masih belum bisa move on dari Ibas pun mencoba menghubunginya.
“Halo” Ucap ku dalam sambungan telpon tersebut.
“Iya halo Rat” Jawab Ibas.
“Kamu kok tega sih ninggalin aku, pedahal kamu tahu kan aku gak mau kalau kamu pergi” Ungkap ku meluahkan kekesalan ku kepadanya.
“Aku minta maaf Rat… sebetulnya aku juga gak pengen pergi, tapi…” Ucapnya yang belum selesai memberi penjelasan dan akupun memotong perkataannya begitu saja.
“Tapia apa Bas? Kamu gak mikirin ya perasaan aku gimana setelah tahu kamu udah pergi ke Jakarta” Ungkapku penuh kekesalan.
“Aku gak bisa selamanya berdiam disitu tanpa pekerjaan, kamu tahu sendiri kan segi ekonomi keluarga aku gimana! Please dong Rat… ngertiin aku!” Pungkasnya terus memberi penjelasan, namun aku tetap saja menyalahkan dia.
“Iya tapi gak gini caranya Bas… setidaknya, kamu kabarin aku dulu sebelum pergi!” Pungkasku masih tetap menyalahkan nya meskipun dia sudah memberi penjalasan kepadaku.
“Iya aku minta maaf soal itu… aku bukannya gak mau ngasi kabar, tapi… keadaan saat itu benar-benar mendesak Rat” Lanjut Ibas.
Aku yang betul-betul marah dan kesal kepadanya pada saat itupun memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami, dan tanpa aku sadari, kata putus pun spontan terucap dari bibir ku.
“Udahlah Bas… mending kita putus ajah, gak ada gunanya juga pertahanin hubungan kalau kayak gini” Pungkasku meminta agar hubungan kami cukup sampai disini saja.
“Ratih… please Ratih, jangan ngomong kayak gitu dong, aku sayang sama kamu… aku gak mau kehilangan kamu Ratih” Ucapnya meminta ku untuk tidak mengambil keputusan sepihak.
“Kalau sayang bukan begini caranya Bas… udahlah, mending sekarang kita jalan masing-masing ajah” Balasku tetap membulatkan keputusan ku untuk mengakhiri hubungan kami, dan aku pun mematikan sambungan telpon tersebut pada saat itu juga.
“Ratih… please Ratih” Ucapnya yang masih sempat terdengar ditelinga ku pada saat aku mematikan sambungan telepon tersebut.
Aku yang begitu kesal dan marah pun memblokir nomor Ibas pada saat itu juga dan bahkan akun media sosialnya juga, agar dia tidak bisa lagi mengubungi ku. Akupun megotak-atik galeri hp ku dan menghapus semua foto-foto nya dan semua hal yang berhubungan tentang dia.
“Come on Ratih… kamu harus bisa, pokoknya kamu harus bisa move on dari dia ok” Bisik ku dalam hati mencoba menguatkan diriku sendiri.
Pada hari berikutnya, aku yang merasa kaki ku sudah mulai membaik pun memutuskan untuk berangkat ke kampus. Dan setiba ku di kampus, akupun tidak sengaja melihat motor laki-laki yang menabrak ku tempo hari, karena masih menyimpan dendam serta ingin menuntut tanggung jawab darinya. akupun memutuskan untuk mencari tahu siapa pemilik motor tersebut. Aku bertanya-tanya kepada setiap mahasiswa diparkiran, berharap mereka mengetahui si pemilik motor itu.
“Maaf kak… kakak tahu gak pemilik motor ini?” Tanya ku kepada salah satu mahasiswa ingin mengambil sepeda motornya yang terparkir di parkiran tersebut.
“Oh… ini motornya Verel kak” Jawab mahasiswa itu. Aku sempat terdiam sebentar dan lalu akupun kembali bertanya kepadanya.
“Verel? Kalau boleh tahu… dia dari fakultas mana ya kak?” Tanyaku penasaran.
“Fakultas Teknik kak… mahasiswa tua, udah semester 11” Ungkapnya memberitahukan ku.
“Oh gitu ya kak… ya udah kak, makasih ya” Pungkasku ketika sudah mendapatkan informasi mengenai si pemilik motor.
Dan tak lama setelah aku menanyakan tentang si pemilik motor itu, tiba-tiba saja seseorang datang menghampiri motor tersebut. Gaya nya selangit dan bersikap seperti preman, dia membentak-bentak para mahasiswa yang ada diparkiran, seperti dirinya saja yang berkuasa di kampus ini.
“Awas! Minggir-minggir!” Pungkasnya memarahi setiap mahasiswa yang ada diparkiran. Sehingga akupun seketika yakin jika orang itu adalah si pemilik motor tersebut, akupun dengan cepat menegurnya dengan nada tidak sopan.
“Woy… kamu ya yang punya motor ini?” Tanya ku dengan gaya menantang. Dia tercengang dan lalu melirik ku dengan tatapan tajam.
“Kalau iya kenapa?” Ucapnya mendekatkan diri ke hadapanku. Sehingga, akupun langsung to the point pada saat itu juga.
“Oh… jadi kamu orang yang udah nabrak aku!” Ungkapku dan membuat dia melongon terdiam sebentar, sepertinya dia belum paham dengan perkataan ku barusan.
“Nabrak? Maksud kamu gimana sih… aku gak ngerti!” Pungkasnya penuh kebingungan.
“Gak usah pura-pura gak tahu deh… kamu yang udah nabrak aku malam itu kan!” Ujarku semakin mengeraskan nada suaraku, dan dia pun kembali terdiam sepertinya belum menyadari hal itu.
“Oh… iya-iya, aku ingat sekarang. Kamu yang jalan gak pake mata itu ya?” Ujarnya yang malah menyalahkan ku, dan akupun tidak terima. Sehingga, akupun menuntut pertanggung jawaban nya karena sudah membuat kaki ku pincang.
“Kok kamu malah nyalahin aku? Jelas-jelas malam itu kamu yang udah nabrak aku! Pokoknya aku gak mau tahu… kamu harus tanggung jawab!” Pungkas ku yang tidak bisa terima setelah apa yang sudah dia lakukan padaku.
“Hah tanggung jawab? Aku gak salah dengar?” Ungkapnya sambil menggerak-gerakkan tangan di atas telinganya, sepertinya sedang mengejek ku.
“Coba ulangi… kayaknya aku salah dengar deh!” Lanjutnya dengan tingkah yang sama. Sehingga, akupun semakin kesal dengan tingkah-lakunya itu yang sepertinya sengaja mempermainkan ku.
“Kamu itu tuli atau gimana sih… Aku bilang tanggung jawab ya tanggung jawab” Ujarku dengan nada membentak. Sehingga, iapun terlihat marah dan menatapku dengan tajam.
“Kalau aku gak mau gimana?” Tanyanya dengan raut wajah serius dan tatapan tajam yang dia soroti kepadaku.
Laki-laki itu betul-betul membuat ku geram, karena setelah selesai berkata seperti itu. Iapun mengambil motornya yang sedang terparkir dan lalu pergi begitu saja tanpa mengakui kesalahnnya tersebut.
“Loh... loh, mau kemana! Jangan lari dari tanggung jawab woy!” Ujarku mencoba menahannya agar tidak pergi, namun dia tetap saja tidak menghiraukan ku. Sehingga, akupun semakin kesal dibuat oleh nya.
"Awas-awas! Minggir!!" Ucapnya yang tetap saja menarik gas motonya itu.
“Ih… dasar, laki-laki gak bertanggung jawab. Awas kamu!!” Ucapku sambil menghentak-hentakkan kaki di atas tanah, seperti seorang anak kecil yang marah karena tidak dibelikan mainan oleh ibunya.
“Ratih… kamu ngapain?” Tegur seseorang dari arah belakangku, sehingga pada saat aku membalikkan badan. Ternyata itu adalah sahabatku Melly.
“Melly…” Aku segera menghampirinya dan memeluknya karena begitu kesal dengan sikap laki-laki tadi.
“Loh… kamu kenapa Rat?” Tanya Melly yang sepertinya bingung dengan tingkah ku yang tiba-tiba memeluknya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments