Episode 2
Sikap tidak sopan yang aku perlihatkan kepada pak Tarmajid dan ankanya itu tentunya membuat ibu dan ayahku terlihat kesal dan menegurku pada saat pak Tarmajid sudah pergi dari rumahku.
“Apa-apan kamu Ratih!” Ucap ibuku memarahiku. Namun, akupun mencoba untuk membela diri.
“Kenapa bu?” Balasku pura-pura tidak tahu.
“Kamu itu gimana sih! Harusnya kamu itu perlihatkan kelakuan baik ke mereka, bukannya kelakuan gak sopan seperti itu” Pungkas ibuku terus memarahiku.
“Loh… gak sopan gimana sih bu? Sikap Ratih biasa-biasa ajah kok. Emangnya salah Ratih dimana bu?” Ujarku menjawab dengan nada menentang.
“Pokoknya ibu gak mau tahu… sekali lagi kamu perlihatkan sikap kayak gitu ke pak Tarmajid dan anaknya, awas kamu!!” Lanjut ibuku mengancam. Aku yang tidak terima dengan perkataan ibuku barusan pun kembali menentang sehingga membuat amarah ayahku meledak.
“Udah deh bu… gak usah paksa-paksa Ratih untuk menikah dengan anak pak Tarmajid. Pokoknya Ratih gak suka!” Pungkasku.
“Owh jadi kamu mau menentang keputusan ibu dan ayah?” Tanya ayahku melototi ku, dan akupun menjawab dengan tegas.
“Kalau iya kenapa yah?” Ungkapku.
“Kurang ajar… puakkk!!” Pungkas ayahku yang kemudian melayangkan tamparan ke wajahku.
“Ahh!” Rintihku menahan sakit akibat tamparan ayahku sembari memegang pipiku yang mulai memerah.
“Tega ayah! Ayah tega sama Ratih!!” Pungkasku tidak menyangka jika ayahku akan melakukan hal itu.
“Masih mau membangkang dengan orang tua hah!” Ucap ayahku memberi tatapan marah kepadaku, dan akupun membalas tatapan ayahku itu. Sehingga, ayahku pun semakin marah dan ingin melayangkan tamparan yang kedua kalinya kepadaku.
“Anak gak tahu diuntung!” Pungkasnya sambil menarik ulur tangannya ke belakang, dan sudah siap melepaskan tamparan lagi kepadaku.
“Udah yah, udah!” Ujar ibuku menahan ayahku ketika ingin melepaskan tamparan yang kedua kalinya.
Aku yang tidak menyangka jika ayahku tega menampar ku pun dengan sendirinya meneteskan air mata pada saat itu juga. Sehingga, akupun dengan cepat berlari menuju kamar dan menguncikan kamar ku saat itu juga.
Aku yang begitu kesal dan marah dengan kelakuan ayahku barusan pun terus menangis di dalam kamarku seorang diri. Aku terus menyalahkan sikap kedua orang tua ku, menyalahkan keadaan, menyalahkan nasib malang yang menimpahku. Sehingga membuatku terus terlarut dalam kesedihan. Aku sungguh tidak bisa menerima perjodohan itu, karena bagiku perjodohan sama saja mengekang hak asasi manusia. Karena aku juga mempunyai hak untuk menentukan dan memilih dengan siapa aku mau menikah, aku betul-betul tidak bisa menerima hal tersebut. Sehingga, pemikiran jahat pun mulai membisik di benakku, meminta aku untuk meninggalkan rumah, meninggalkan kedua orang tua ku.
“Tok! Tok! Tok! Ratih…” Pungkas ibuku dibalik pintu kamar ku.
“Ratih… kamu mau sampai kapan mengurung diri dalam kamar nak” Ibuku terus berusaha memintaku untuk untuk keluar dari kamar itu, namun tetap saja tidak ada balasan yang aku berikan.
“Tok! Tok! Tok! Ayo dong nak… kamu gak boleh kayak gitu. Tok! Tok! Tok!” Ibuku terus berulang kali mengetok pintu kamarku namun tetap saja dia tidak mendapat balasan dariku. Sehingga, ibuku yang semakin khawatir dengan keadaanku yang terus mengurung diri itupun dengan cepat memanggil ayahku untuk membantunya membujuk ku.
“Yah… ayah” Ujar ibuku memanggil ayahku.
“Kenapa sih bu?” Tanya ayahku.
“Coba dong yah… lihatin Ratih tuh gak mau keluar dari kamarnya” Ungkap ibuku penuh kekhawatiran terhadapku.
“Udahlah bu… biarin ajah, paling juga nanti keluar sendiri kalau mau makan” Pungkas ayahku masa bodoh.
“Tapi udah seharian loh dia ngunciin diri di kamar, ibu khawatir yah… takutnya dia kenapa-kenapa” Balas ibuku yang terus berusaha agar ayahku mau membantunya membujuk ku.
“Kayaknya dia marah deh karena ayah udah tega nampar dia. Coba ayah minta maaf dulu, siapa tau dia mau keluar setelah ayah minta maaf” Lanjut ibuku, dan seketika ayahku pun seperti berpikir panjang sepertinya merasa bersalah dengan kelakuannya tadi kepadaku.
Ayahku kemudian berjalan menuju pintu kamar ku bersama ibuku dan berusaha untuk membujuk ku agar mau keluar dari kamar.
“Tok! Tok! Tok!!” Ayahku pun mengetok pintuk kamar ku yang disusul dengan bujukan nya.
“Ratih…” Ucapnya memanggil-manggil nama ku dan terus berusaha agar aku mau mendengarkan nya.
“Keluar dong nak… jangan kayak gini dong, mau sampai kapan kamu mengurung diri di dalam kamar?” Pungkasnya terus berusaha membujuk ku. Namun, tetap saja aku tidak menanggapi bujukan nya itu. Sehingga, ayahku pun mengakui kesalahan nya dan meminta maaf padaku di balik pintu kamar ku itu.
“Iya ayah tahu ayah salah… ayah minta maaf nak karena sudah berlebihan” Ungkapnya penuh penyesalan karena sudah menamparku.
“Tok! Tok! Tok!” Pintu kamar ku pun terus diketok oleh ayahku berharap ada balasan dari ku.
“Ratih….” Pungkasnya. Namun, setelah beberapa kali berusaha mengetok pintu itu dan membujuk ku tapi aku tidak kunjung menyahuti dan membuka pintu untuknya, sehingga kekhawatiran ibuku pun semakin bertambah.
“Kok Ratih gak ngejawab sih yah?” Pungkasnya dengan wajah cemas.
“Apa jangan-jangan?” Lanjut ibuku berpirasat buruk tentang ku. Sehingga, ayahku pun memutuskan untuk menobrak pintu kamar ku untuk memastikan.
“Minggir bu…” Ujar ayahku meminta ibuku untuk menyingkir dari pintu itu.
“Debakkk… debakkk!” Pintu kamar ku pun didobrak oleh ayahku, dan setelah beberapa kali mecoba melakukan penobrakan pintu kamar ku. Akhirnya, iapun berhasil membuka paksa pintu kamar ku tersebut.
Sontak saja, pada saat pintu itu telah berhasil di dobrak oleh ayahku. Ibuku pun terkejut histeris ketika mendapati aku sudah tidak berada di dalam kamar itu, sehingga ibu dan ayahku pun semakin cemas dan kalangkabut untuk menghubungi ku melalui telepon. Tetapi, aku yang sudah tahu ibu dan ayahku akan melakukan hal itu, akupun sengaja untuk tidak mengaktifkan handpone ku.
“Ayah… dimana Ratih ayah?” Ibuku sangat terkejut ketika melihatku tidak berada di dalam kamar.
“Telpon bu!” Pungkas ayahku meminta ibuku untuk menelponku.
Ibuku yang sementara menghubungiku melalui telepon, ayahku pun melihat-lihat sekeliling kamar ku dan sontak. Iapun mendapati pintu jendela ku telah terbuka, sehingga iapun sangat yakin jika aku sudah minggat dari rumah.
“Handphone nya gak aktif yah!” Ujar ibuku yang terlihat semakin cemas.
“Ratih kabur dari rumah bu” Ungkap ayahku memastikan kepada ibuku.
“Gimana dong yah… Ratih kemana yah?” Ucap ibuku semakin cemas.
“Ayo bu… kita harus cari dia” Ujar ayahku bermaksud untuk mencariku sebelum aku betul-betul jauh meninggalkan mereka.
Aku yang kehabisan akal dan tak bisa berpikir jernih lagi memutuskan untuk pergi dari rumah, karena menurutku itu adalah solusi yang paling tepat untuk aku ambil. Meskipun aku tahu jika ibu dan ayahku akan mencemaskan ku, namun aku tidak ada pilihan lain selain meninggalkan mereka agar perjodohan itu tidak betul-betul terjadi.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments