Bab 2

Echa sangat terlihat pasrah saat mereka semua terus menerus meminta dibayarkan olehnya. Ditempat lain, Andi dan Biru sedang menyiapkan motor mereka berdua untuk dipakai balapan.

“Andi, makin ke sini paman gue kok kayak gitu ya.”

“Lah kenapa? Bukannya Pak Baba baik banget sama lu?”

“Lu sadar nggak sih kalo paman gue itu baiknya cuman di sekolah? Sedangkan dirumah, gue di perlakukan kek babu. Iya, selama ini gue numpang hidup sama dia itu juga amanah terakhir dari bokap.” Andi menepuk pundak sahabatnya itu, dia paham apa yang Biru rasakan selama ini. Semenjak kepergian kedua orang tuanya Biru di asuh oleh sang paman. Kenakalan yang dia lakukan pun terjadi saat dirinya ditinggal pergi orang tuanya.

Hidupnya tak semulus wajahnya. Banyak cobaan yang harus Biru lalui selama ini, sabar dalam menghadapi sikap paman dan bibinya saat dirumah.

“Gue udah selesai nih, mau coba nggak?” ujar Andi.

“Bentar gue dikit lagi,” jawab Biru masih sibuk dengan motornya.

“Kalo malam ini lu menang uangnya mau buat apa?” tanya Andi.

“Mau gue tabung dan buka usaha bengkel, Ndi. Itu juga kalo gue menang, lumayan hadiahnya kan 10 juta.”

“Tapi lu juga harus hati-hati Biru, soalnya kata temen-temen anak geng motor Aili juga ikut balapan. Lu tahu kan gimana rusuhnya mereka, gue takut sebelum lomba dimulai mereka ngapa-ngapain lu.”

“Santai aja gue bisa kok jaga diri. Intinya kalo gue nggak ada didekat motor gue sendiri tolong lu jagain, okay!” Andi sigap menghormati Biru. Hari semakin gelap, Biru pulang kerumahnya. Ternyata sang bibi sudah menunggu kepulangannya. Belum juga memasuki kamar Biru sudah dilempari lap dan sapu.

“Jam segini baru balik, kemana aja? Sengaja biar nggak beres-beres rumah? Hah!” omelnya.

“Iya Bi, maaf tadi ada urusan dulu sama Andi.”

“Andi, Andi terus. Kamu bergaul sama dia malah semakin nakal. Coba aja kalo bukan karena amanah Mas Rangga, aku nggak bakal mau menampung anak seperti kamu.”

Kata-kata yang baru saja dilontarkan oleh Maya, bibi Biru seketika membuat hati lelaki tampan tersebut tergores. Dia merasakan sakit, bertanya pada dirinya sendiri mengapa bibinya itu sangat membenci dirinya. “Sabar, gue nggak akan pergi sebelum punya uang sendiri juga kerjaan. Sekarang hadapi sikap mereka dengan tabah aja, ughh!”

“Cepat sana bersihin, mau maghrib nih.”

“Iya.”

Pukul 18.20, Biru telah selesai mengerjakan semuanya. Dia memasuki kamar, baru saja melangkahkan kakinya tiba tiba sepupunya memanggil. Dia adalah Ara, gadis seumuran dengan Biru namun tidak bersekolah di sekolahan yang sama. Ara meminta bantuan untuk mengerjakan tugasnya, dia beralasan tidak mengetahui isi soal yang diberikan gurunya itu.

“Gue ganti baju dulu,” ujar Biru. Setelah dia masuk, terlihat wajah Ara tersenyum. “Yes! Mau aja gue tipu. Sebenarnya kan gue mau pergi jalan, lagipula dia cuman numpang jadi nggak masalah buat ngerjain tugas sekolah gue.”

“Mana tugas lu?” tanya Biru. Ara memberikan beberapa buku pada sepupunya itu. Setelahnya dia pamit pergi.

“Gila banyak amat nih tugas, nggak pernah dia kerjain apa? Kalo gini caranya gimana gue bisa datang ke tempat balapan?” pikir Biru didalam kamar.

Tak ingin membuang waktu Biru pun segera mengerjakan tugas milik sepupunya itu. Dia berusaha secepat mungkin agar tidak terlambat datang ke perlombaan. Saat sedang pokus tiba-tiba ponselnya berdering, ternyata itu dari Andi. Biru melihat jam dinding terlihat sudah pukul 22.00 malam.

“Mau kemana kamu?” tanya sang paman.

“Ini mau ngerjain tugasnya Ara bareng Andi. Terlalu banyak soalnya,” jawab Biru berbohong. Baba melihat buku yang dibawa oleh keponakannya, dan tertulis nama anaknya di sana. Dia pun mengizinkan Biru untuk pergi.

Sesampainya ditempat balapan, Andi terkejut melihat Biru yang membawa tas. Biasanya lelaki itu jika bermain malam hari tidak pernah bawa apa-apa. Andi pun berpikir jika temannya tersebut akan pergi dari rumah sang paman.

“Yakin mau pergi dari rumah paman lu?” tanya Andi.

“Hah? Apaan sih Ndi, orang nih tas isinya buku si Ara. Tuh cewek sialan emang seenak jidat nyuruh gue ngerjain tugasnya yang bejibun.”

“Owalah kirain gue lu bener-bener mau minggat dari rumah pak Baba.”

“Ya udah cepetan lu siap-siap, bentar lagi mau dimulai. Tas lu simpan di sini biar gue jagain,” ujar Andi menyuruh Biru untuk segera bersiap.

“Sekalian Ndi kerjain tugasnya,” jawab Biru membuat sang teman melemparkan sepatunya.

Di saat Biru sedang balapan, Andi melihat-lihat buku milik Ara. Satu halaman yang membuat Andi terkejut, tertulis di sana jika Ara sedang hamil. Entah gadis itu lupa atau bagaimana, tetapi hal itu benar-benar membuat Andi penasaran.

“Woy! Ndi, gue masuk babak final. Lihat gue di sana nanti ya,” teriak Biru.

“Iya santai aja.”

Dirumah Pak Baba, Ara dengan terburu-buru membuka pintu. Dia bertanya kemana sepupunya itu pergi pada sang Ayah. Raut wajahnya yang panik membuat gadis tersebut tak karuan, dia takut jika tulisannya dilihat oleh Biru lalu mengadu pada Ayahnya.

“Mau kemana lagi kamu? Baru pulang sudah pergi lagi,” tanya sang Ayah.

“Cari Biru,” jawab Ara.

Gadis itu langsung pergi begitu saja tanpa mencium punggung tangan Ayahnya. Tak lama kemudian Ara sampai ditempat sepupunya, dia mencari keberadaan Biru namun yang dirinya temukan hanyalah Andi.

“Andi!” ucap Ara terkejut karena lelaki itu sedang memegang bukunya.

“Eh Ra ini buku lu, tunggu si Biru baru dikerjain ya,” ujarnya.

“Nggak usah, gue bisa ngerjain sendiri. Sini bukunya,” kata Ara dengan sinis. Sebelum pergi Ara bertanya kepada Andi, “Lu nggak lihat apa-apa kan, Ndi?”

“Maksudnya?”

“Nggak! Bukan apa-apa, lupain aja. Gue pamit, bilang sama si Biru kalo bukunya gue bawa.”

“Ah parah lu Ndi, nggak nonton gue.” Biru datang, mengomel pada temannya itu karena tidak menonton dirinya balapan.

“Gimana?”

“Nih.” Biru menunjukkan amplop coklat tebal kepada temannya. Ternyata Biru memenangkan lomba tersebut, saat akan memasukan uang itu kedalam tas, biru bertanya kepada Andi dimana semua buku milik Ara.

Andi pun menjelaskan jika baru saja Ara datang lalu mengambil semua bukunya. Biru senang akhirnya dia lolos, tidak mengerjakan tugas sekolah sepupunya. Ketika sedang asik ngobrol seorang perempuan lewat didepan mereka. Setelah di lihat lebih dekat ternyata itu adalah Echa.

“Ca, oy sini,” panggil Andi.

Echa melirik pada teman sekelasnya. Namun dirinya enggan untuk menghampiri Biru dan Andi. “Lah kenapa tuh cewek? Di panggil malah lanjut jalan.”

“Udah biarin aja Ndi, lu peduli banget sih sama urusan orang.”

“Heh kampret, kita berdua kan udah janji mau bantu masalah dia. Kasian juga kalo dipikir-pikir, dia harus nanggung malu yang sebenarnya bukan ulah dia sendiri.”

Terpopuler

Comments

Teteh Lia

Teteh Lia

berarti satu keluarga begitu semua . 🤦‍♀️

2024-03-10

0

Teteh Lia

Teteh Lia

Bener nih. waspada itu perlu. jagain motor. barangkali diakalin orang.

2024-03-10

0

Teteh Lia

Teteh Lia

Baik di depan orang doank berarti. ga tulus tuh pamannya.

2024-03-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!