Panggil Aku Sayang

Setelah kepergiannya dari ruangan Adrian tadi, Viona memutuskan untuk ikut berkumpul di ruang meeting dengan karyawan lainnya.

 

“Mbak Viona dicariin Pak Adrian loh, tadi! Mbak ke mana saja? Kita disuruh kumpul di sini karena ada pengumuman penting,” bisik Lana setelah melihat batang hidung Viona muncul.

 

Viona juga melihat Alinka yang berdiri di samping Lana dan memberikannya senyum simpul.

 

“Tadi ke toilet. Sakit perut.” Viona membuat alasan. Ia tidak mungkin mengatakan tentang pertemuannya yang mengejutkan dengan Keita tadi  serta kejadian kemarin malam.

 

Lana hanya ber ‘oh’ ria. Ketika ingin melanjutkan kalimatnya lagi, Adrian datang bersama kedua pria yang bersetelan rapi seperti pria itu hingga membuat semua karyawan yang berada di ruang pertemuan mengunci bibirnya berbarengan.

 

“Selamat Pagi semuanya!” sapa Adrian dengan senyum lebarnya.

 

“Pagi!!!” Seluruh karyawan menjawab serempak.

 

Adrian menoleh ke samping, ke arah pria berpenampilan klimis dengan potongan rambut comma hair yang tubuhnya tinggi dan tegap. Setelah mendapatkan persetujuan, Adrian kembali melihat ke seluruh bawahannya.

 

Ia berdeham sebelum melanjutkan. “Pertama-tama saya ingin memperkenalkan dua pria di samping ini,” tukas Adrian sembari tersenyum lebar.

 

“Ini adalah Pak Wirya Pramana sedangkan di sebelahnya adalah Pak Keita Bramantio.”

 

Diam-diam Viona melirik ke arah pria yang bernama Keita itu. Berbeda dengan yang tadi, penampilannya kini penuh dengan wibawa. Mata hitam di balik kacamatanya itu terlihat sangat sopan, tegas dan serius.

 

Pandangannya kini beralih, turun ke bawah lagi, tepat di bibir pria itu. Tanpa bisa Viona cegah, ingatan tentang bibirnya yang menyentuh bibir kenyal milik Keita kembali merasuki benaknya. Seketika seluruh sel tubuhnya lagi-lagi dibuat merinding.

 

“Sesuai dengan keputusan para pemegang saham, Pak Wirya ini yang akan menggantikan saya sebagai CEO di perusahaan ini.”

 

Semua karyawan saling pandang. Mereka tidak menyangka kalau gosip dan kasak-kusuk yang beredar beberapa bulan lalu tentang Adrian yang didepak dari posisinya itu ternyata bukan isapan jempol belaka. Tak terkecuali Viona. Ia cukup terkejut mendengarkan berita ini, terlebih lagi wanita itu sudah sangat klop dengan Adrian mengenai pekerjaannya.

 

“Pak Adrian keluar dari posisinya sekarang bukan karena bermasalah. Beliau akan ditugaskan di tempat yang lain.” Wirya, yang seolah tahu dengan perubahan situasi di ruangan meeting mengambil alih.

 

“Baiklah demi mengakrabkan kita sebagai rekan kerja, saya ingin kalian memperkenalkan diri terlebih dahulu. Tenang saja, saya akan mendengarkan kalian semua. Waktu kita masih banyak,” kelakar Wirya yang membuat Adrian tertawa singkat. Mau tidak mau karyawan lain berinisiatif untuk ikut mengeluarkan tawa. Viona yakin tawa itu adalah jenis tawa rikuh dan terpaksa karena tidak ingin menciptakan suasana lebih canggung lagi.

 

Semua karyawan satu persatu memperkenalkan diri. Setelah itu tiba saatnya giliran Viona. Ia maju selangkah. Dengan senyum simpul wanita itu mengenalkan diri serta posisinya. “Saya Viona Shaquita sebagai salah satu manajer produksi di sini.” Wanita itu menatap lurus ke arah Viona, tetapi lewat ekor matanya ia bisa melihat kalau Keita kini tengah menatapnya juga.

 

Perkenalan diakhiri saat Alinka memperkenalkan diri sebagai brand ambassador produk pelembab milik perusahaan ini yang sedang naik daun.

 

Setelah sesi perkenalan itu semua karyawan diminta untuk keluar kecuali Viona, Alinka dan Robi, selalu manajer penjualan.

 

“Silahkan duduk,” perintah Wirya kepada mereka.

 

Suasana santai tadi kini berubah menjadi serius dan tegang. Viona dan Alinka saling melirik sebelum memutuskan untuk duduk saling bersebelahan.

 

“Sejak kapan Alinka menjadi brand ambassador perusahaan ini?” tanya Wirya kepada Adrian.

 

“Sejak enam bulan yang lalu, Pak.” Alih-alih Adrian, Alinka menjawab pertanyaan itu.

 

“Lalu untuk produksi dan penjualannya bagaimana” Wirya menatap Viona dan Robi bergantian.

 

“Produk pelembab ini adalah produk terbaru perusahaan ini, Pak. Yang baru kami produksi delapan bulan yang lalu. Awal mulanya kamu hanya memproduksi sekitar 500 produk setiap bulannya. Namun, saat mbak Alinka menjadi brand ambassadornya, produksi kita meningkat dua kali lipat perbulannya hingga hari ini,” jelas Viona dengan intonasi tegas tanpa keraguan sedikit pun.

 

Diam-diam Keita mengamati Viona dan berdecak kagum di dalam hatinya. Kharisma wanita itu begitu terpancar saat menjelaskan job desknya di depan Wirya. Sungguh sangat berbeda dengan Viona yang ia temui beberapa saat yang lalu.

 

“Untuk penjualannya bagaimana?”

 

“Hampir setiap bulannya produk selalu terjual habis, Pak. Bahkan beberapa outlet mengeluh kehabisan stok dengan sangat cepat. Pengaruh Alinka memang luar biasa.” Robi berujar dengan bangga. Ia mengangkat kedua jempolnya ke depan Alinka.

 

Baik Wirya maupun Adrian kompak memberikan tepuk tangan untuk Alinka. Viona juga tidak mau kalah. Ia bertepuk tangan dengan semangat hingga membuat kedua tangannya memerah dan kebas.

 

Alinka yang menerima pujian itu hanya bisa mengulum senyum malu-malu dan mengucapkan terima kasih berulang kali.

 

Setelah rapat singkat dan terbatas itu, Wirya meminta mereka semua untuk menemaninya berkeliling perusahaan sebentar.

 

“Alinka ... kata Lana tadi malam kamu kabur dari acara bersama cowok ya? Siapa dia? Tumben banget gak cerita.” Viona menyenggol lengan Alinka untuk mendapatkan atensi wanita itu. Suara Viona sengaja dikecilkan agar tidak terdengar oleh ketiga pria di depannya.

 

Alinka sedikit gelagapan. “Ah kata siapa? Lana salah lihat, kali!”

 

“Gak tahu juga sih. Tapi kamu juga gak ada tuh di sampingku saat acara dansa berlangsung.” Lanjut Viona lagi.

 

“Aku ke kamar mandi sebentar, kok.”

 

Viona memilih untuk tidak melanjutkan rasa ingin tahunya. Ia hanya khawatir kalau nantinya Alinka malah mendesaknya. Siapa tahu, kan, tadi malam Alinka melihat aksi konyolnya? Semoga saja tidak ada yang tahu. Kalau Zio tahu sih, Viona gak ambil pusing. Mereka berdua sepakat tidak mencampuri urusan masing-masing. Sampai sekarang pun ia tidak tahu tentang pria itu. Bodo amatlah.

 

“Saya minta laporan selama enam bulan ke belakang tentang kinerja masing-masing devisi, ya. Dan kumpulkan ke ruangan saya paling lama sore ini.” Wirya memberikan perintah kepada Viona dan juga Robi setelah agenda keliling perusahaan telah selesai dilaksanakan. Sedangkan Alinka memilih untuk meninggalkan perusahaan setelahnya. Alinka hanya orang luar, ia tidak ingin mencampuri lebih dalam. Toh tadi ia ke sini juga karena undangan Adrian.

 

Baik Viona dan Robi mengangguk kepala sebagai tanda setuju dan berpisah di koridor untuk menuju ke ruangan masing-masing.

 

***

Tepat pukul empat sore Viona selesai menyelesaikan laporan yang diminta Wirya pagi tadi. Ia melompat turun dari kursinya untuk meregangkan seluruh ototnya yang terasa kaku.

“Nih laporannya, Mbak.” Lana menyerahkan hardcopy laporan yang baru saja ia ambil dari mesin fotokopi. Kertas-kertas itu masih terasa hangat ketika Viona memegangnya.

 

“Trims,” balas Viona.

 

“Pulang kantor jajan yuk, Mbak. Ada penjual seblak baru nih dekat kantor,” ajak Lama dengan bersemangat hingga membuat Viona terkekeh. Juniornya ini selalu tahu di mana letak penjual jajanan enak dan murah. Mereka berdua memang penggemar makanan pedas dan bermicin. Lain halnya dengan Alinka yang memilih untuk hidup sehat.

 

“Boleh deh. Setelah ku serahkan laporan ini dulu, ya.”

 

Viona kemudian keluar dari ruangan menuju ruangan Wirya yang letaknya beberapa meter setelah belok dari koridor.

 

Rasa gugup menderanya saat mendekati ruangan Wirya. Sebab, sebelum masuk, ia harus bertanya dulu dengan asisten dan sekretarisnya.

 

“Sst ... Mbak Ana. Pak Wirya ada di ruangannya?” tanya Viona setengah berbisik.

 

Ana yang sedang sibuk dengan komputernya menghentikan aktivitasnya itu. “Mbak Viona tanya sama Pak Keita, saja ya. Mulai hari ini saya hanya bertugas untuk membuatkan agenda saja. Selebihnya Pak Keita yang mengurus.”

 

Viona langsung meneguk air ludahnya yang terasa pahit. Lagi-lagi ia harus berurusan dengan pria yang tidak ingin ia temui lagi. Sejujurnya Viona teramat malu. Namun, ia tidak punya cara lain lagi, kan?

 

Dengan terpaksa ia melanjutkan langkahnya menuju meja pria itu.

 

“Permisi, Pak Keita. Pak Wirya ada di dalam? Saya ingin menyerahkan laporan yang beliau minta.” Viona berujar sesopan mungkin. Professionalitas harus ia tegakkan saat masih berada di kantor.

 

Tidak ada tanggapan dari pria itu. Keita masih asik menundukkan kepala sembari mengecek beberapa file di ipadnya.

 

“Pak Keita ....” panggil Viona lagi.

 

Sudut siku-sikut mulai terbit di sudut kening Viona.

 

Tok! Tok! Tok!

 

“Halo Pak Keita. Saya tahu anda mendengarkan saya.” Viona mengetuk meja itu beberapa kali demi membuat pria itu melihatnya. Kesabaran Viona yang setipis tisu sudah tidak bisa ditahan. Wanita itu mengejar waktu pulang, apalagi ia akan jajan seblak setelah ini.

 

“Saya pikir kamu melupakan sesuatu yang penting. Makanya saya tidak menanggapi panggilan kamu.” Akhirnya Keita mendongak. Pria itu menopang dagu dengan salah satu tangannya.

 

Kedua alis Viona menyatu. Keningnya mengernyit bingung. “Apa? Saya tidak merasa telah melupakan sesuatu.”

 

“Sayang. S-A-Y-A-N-G. Panggil saya dengan sebutan Keita Sayang.”

 

Edan! Asisten Wirya yang satu ini benar-benar telah kehilangan kemampuan berpikirnya.

 

Secepat kilat Viona melirik ke arah Ana. Rupanya wanita itu tidak mendengar perkataan Keita barusan yang membuatnya bisa bernapas lega.

 

“Tolong Pak Keita, saya serius. Saya harus menyerahkan laporan ini kepada Pak Wirya.” Viona mencoba mengendalikan emosinya.

 

“Kamu pikir saya bercanda? Saya ini asistennya Wirya. Semua harus atas izin saya. Kamu bisa lihat kan di tangan saya sudah ada laporan milik Robi, tinggal punya kamu yang belum.” Keita memperlihatkan laporan di tangannya.

 

Viona tahu kalau kelakukan Keita ini erat kaitannya dengan kejadian tadi malam. “Oke Pak Keita, saya ingin minta maaf soal kejadian kemarin.”

 

“Saya tidak menerima maaf hanya lewat kata-kata.” Pria itu mengedikkan bahunya sembari mengotak-atik layar iPad.

 

“Lalu dengan cara apa saya meminta maaf?” tanya Viona dengan suara jengkelnya yang ditahan.

 

“Hmmmm ... tergantung saya, dong. Yang jelas saya mau kamu memanggil dengan Keita sayang tanpa embel-embel Pak.”

 

Viona memutar bola matanya jengah. Kelakuan Keita ini mirip dengan senior saat di kampusnya dulu.

 

Wanita itu menggigit bibir bawahnya. Kalau ia tidak melakukan apa yang disuruh pria itu, waktunya akan terbuang sia-sia.

 

Menghirup udara dalam-dalam lantas dihembuskannya perlahan membuat Viona akhirnya membuat keputusan.

 

“Keita Sayang, Pak Wirya ada di dalam? Saya ingin menyerahkan laporan ini.”

 

Keita menyeringai. “Nah gitu dong.” Ia mengulurkan tangannya. “Sini, kemarikan laporanmu.” Suaranya yang tadi terdengar menggelikan kini langsung berubah serius hanya dengan sekali jentikan jarinya.

 

Pria itu mengamati isi laporan dengan seksama. “Kamu boleh kembali ke ruangan. Laporan ini akan saya serahkan ke Wirya.”

 

Viona hanya mengangguk kaku kemudian berjalan menjauh dari sana.

 

Keita mungkin mengidap bipolar, kali, ya. Batin Viona bertanya-tanya.

Terpopuler

Comments

Atthaya Raisya AqiLah

Atthaya Raisya AqiLah

jangan2 Alinka ada affair sm Zio deh

2023-05-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!