Pesta Topeng

Selama 27 tahun hidupnya, Viona belum pernah jatuh cinta. Jatuh cinta dalam artian sesungguhnya. Seingatnya, saat SMP hingga SMA ia sempat menikmati yang namanya cinta monyet, tetapi itu hanya berlangsung sementara. Masa kuliah, Viona menyampingkan tentang itu  dan memilih fokus belajar. Ia harus mati-matian menyelamatkan IPKnya agar beasiswanya tidak dicabut. Persetan dengan yang namanya cinta.

 

Viona sudah tahu perihal ia dijodohkan sejak kecil dengan cucu salah satu sahabat kakeknya bernama Mahendra ketika telah lulus dari kuliah. Arumi—ibunya mengatakan itu kepada Viona suatu hari.

 

Mahendra juga yang menempatkan Viona ke perusahaan tempatnya bekerja saat ini. Sebagai pebisnis ternama, lelaki itu tentu saja memiliki koneksi di mana-mana dan sangat mudah memasukan Viona ke dalam salah satu mitra kerjanya.

 

Saat itu, Viona tidak bisa menolak uluran tangan Mahendra. Meskipun agak sedikit bertentangan dengan prinsipnya, ia harus tetap realistis. Zaman sekarang sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Dan ketika ada orang baik hati yang membuka peluang untuknya, Viona langsung menerima. Walaupun terkesan mendapatkan privilege, Viona tidak bisa leha-laha. Ia tetap menunjukkan kerja keras di perusahaan tempatnya bekerja sebagai bukti kalau ia memang layak dan pantas.

 

Ini juga yang membuat Viona cukup segan dan berterima kasih kepada Mahendra. Ketika pria itu mengenalkan Zio sebagai calon tunangannya, Viona hanya bisa mengiyakan.

 

Viona sering membaca kisah perjodohan di novel-novel romansa yang berakhir dengan saling jatuh cinta di antara tokoh utama. Sayangnya, kisah seperti itu tidak pernah terjadi dalam hidupnya. Ia tidak pernah jatuh cinta kepada Zio bahkan sejak awal pertemuan mereka. Pun sama halnya dengan pria itu.

 

Di mata Viona, Zio bukan pria yang bertanggung jawab atas apa yang ia punya. Pria itu masih sibuk menghambur-hamburkan uang milik keluarga di saat yang lain sedang kesusahan mengais rejeki. Pria itu suka mengatur dan tidak suka pendapatnya disanggah.

 

Seperti pagi ini, ketika Viona bersama kedua teman kerjanya yaitu Lana dan Alinka sedang fitting baju di sebuah bukti langganan mereka untuk keperluan acara pesta topeng dalam rangka anniversary perusahaan, Zio, tiba-tiba saja datang.

 

“Hai Sayang …,” sapanya sesaat setelah masuk ke dalam butik. Pria itu mengenakan setelan jas berwarna navy dengan inner kemeja berwarna putih serta celana berwarna sama dengan jasnya. Di tangan kirinya melingkar jam branded Fossil keluaran terbaru yang Viona taksir harganya melebihi gajinya sebulan penuh.

 

Kedatangan Zio yang mendadak tentu saja membuat Viona kelabakan. Ia tidak menyangka pria itu akan berada di sini. Di depannya sembari tersenyum lebar yang dibuat-buat. Saat pria itu mencium salah satu pipinya, Viona tidak bisa mendorong tubuh pria itu menjauh, sebab kedua sahabatnya menonton sandiwara mereka.

 

“Oh! Hai Sayang ….” balas Viona kemudian. Ia langsung menarik lengan Zio dan menjauh dari tempat kedua temannya berdiri. “Kamu ngapain di sini?” tuntut Viona.

 

“Tentu saja menemanimu untuk mencari gaun yang akan kamu kenakan di pesta topeng besok. Apakah ini semua koleksi baju yang ada di butik ini? jelek sekali. Tidak berkelas!” komentar Zio lagi setelah selesai memindai semua koleksi baju yang dipajang.

 

“Aku tidak butuh bantuanmu,” sungut Viona dengan perasaan jengkel. Mulut Zio yang tidak pernah difilter itu ingin sekali ia tarik dan plintir.

 

“Kamu pikir aku mau, huh? waktuku lebih berharga jika kuhabiskan dengan berolahraga di gym atau sekedar main golf dibandingkan harus membantumu memilih baju.” Tatapan Zio kentara sekali kalau ia tidak menyukai semua jenis baju yang ada di butik ini.

 

“Kakek yang memintaku. Asal kamu tahu saja, iya, aku juga akan ikut ke pesta itu besok malam. Semua jajaran pebisnis diundang dan itu kesempatanku untuk menunjukkan diri.”

 

Ingin rasanya Viona menendang bokong pria ini agar segera pergi dari tempat ini. Butik ini memang butik langganannya dengan Lana. Hanya butik ini yang rentangan harga bajunya masih bisa dijamah oleh kantong mereka.

 

Dalam hidupnya Viona sudah berjanji tidak akan menerima uang sepeser pun dari Zio.

 

“Sudah pilih saja baju itu!” Perintah Zio dengan menunjuk satu dress brokat berwarna pastel dengan kerah bentuk Sabrina yang panjangnya sampai ke mata kaki dengan dagunya.

 

“Tidak! aku tidak suka itu!” Viona bersikeras. Baju yang dipilih Zio terlalu sederhana. Viona sudah berjanji pada dirinya akan tampil glamour saat pesta nanti. Kapan lagi ia bisa berpakaian seperti itu kecuali ke pesta. Viona sudah punya pilihannya sendiri.

 

Zio tergelak. “Oh ayolah Viona! baju apapun yang kamu kenakan, kamu tidak akan pernah bisa menjadi pusat perhatian. Perempuan dari keluarga sederhana mana bisa menyaingi perempuan dari keluarga berada. Kamu harusnya sadar diri.”

 

Viona mengeratkan kedua kepalan tangannya yang menggantung di udara. Ini salah satu alasan mengapa Zio tidak pernah bisa membuat dadanya berdebar atau perutnya digelitiki oleh ribuan kupu-kupu. Pria itu selalu memandang rendah dirinya hanya karena berasal dari keluarga sederhana.

 

“Sebaiknya kamu pergi saja dari sini,” desak Viona kemudian.

 

“Seperti yang kuharapkan.” Zio mengedikkan kedua bahunya ke atas. “Kalau Kakek menanyakanmu, bilang aku sudah menjadi tunangan yang baik.”

 

Setelahnya Zio melangkah pergi keluar dari butik. Tidak lupa juga ia menyalami kedua sahabat Viona.

 

“Cie Mbak Viona … punya tunangan so sweet banget sih, Mbak. Milih baju aja sampai disamperin.” Lana—teman kerja sekaligus junior Viona semasa kuliah menggoda Viona sesaat setelah Zio pergi.

 

“Apaan sih, Lan! Zio ke sini cuma mau ketemu sebentar aja, kok. Seminggu terakhir ini kami jarang ketemu.” Viona cukup kaget dengan alasan yang ia buat sendiri ini. Semakin lama ia semakin mahir untuk berakting kalau ia dengan Zio adalah pasangan yang serasi.

 

“Kalian sudah milih baju?” tanya Viona lagi, mencoba untuk mengalihkan topik.

 

Lana mengangguk dengan mantap sedangkan Alinka menggeleng. “Aku cari di butik langgananku saja. Sorry, baju di sini bukan cup of tea aku.”

 

Alinka adalah seorang content creator, model dan brand ambassador produk pelembab di perusahaan Labios Ikari Cosmetics, tempat Viona bekerja. Sudah setahun wanita itu menjalin kontrak kerja sama. Sejak itu, produk pelembab yang diproduksi menjadi laris manis di pasaran.

 

“Mbak … bibir Mas Zio seksi, yah. Kalau ciuman pasti mode nyedot, ya?” Lana terkikik sendiri dengan pertanyaannya. “Mbak Viona ciuman gimana sih? ada sensasi semriwing gitu, nggak? perut digelitik gitu ada, nggak? sama kayak aku? cerita, dong!”

 

Viona dan Alinka saling berpandangan kemudian geleng-geleng kepala. Semenjak tadi Lana memang heboh sendiri menceritakan pengalaman berciuman dengan pacar barunya. 

 

Viona hanya mengulum senyum. Sejujurnya, Viona belum pernah sama sekali melakukan hal itu. Ia memang tidak pernah memberikan kesempatan itu kepada Zio. Viona hanya ingin melakukannya dengan seseorang yang ia suka.

 

“Iya,” jawab Viona datar. Mana mungkin ia menceritakan hal bodoh dan konyol itu kepada mereka. Bisa-bisa ia jadi bahan bullyan.

 

Lana mengambil baju yang dipilihnya kemudian berjalan menuju kasir. Viona menyusul lima menit setelah menimbang kembali dress yang menjadi incarannya bahkan sejak sebulan yang lalu. Alinka hanya menjadi pengekor dan pelengkap mereka.

 

“Untung deh kamu sudah sempat mengalami pengalaman itu sebelum umur 30.” Alinka merespon pernyataan Lana tadi.

 

“Memangnya ada yang aneh jika melakukannya setelah umur itu?” Viona tampak tertarik.

 

Kali ini giliran Alin yang tertawa kencang hingga membuat mbak kasir sempat kaget dan mengelus dadanya berulang kali. Alinka kalau tertawa sangat lepas dan tidak mengenal tempat. Kepalanya sampai terangkat ke atas. Terkadang Alinka sampai memegang perutnya yang sakit karena kebanyakan ketawa.

 

“Itu namanya kolot, Viona! Anak SMP zaman sekarang saja sudah melakukan itu, bahkan lebih.”

 

Viona mencibir. Jadi selama ini ia dicap sebagai perempuan kolot karena belum pernah melakukan hal itu? Cih … yang benar saja.

 

“Sebelum dunia kiamat, setidaknya lakukan hal itu sebagai salah satu pengalaman dalam hidup. Ya hitung-hitung menambah portofolio kehidupan,” kikik Alinka yang dibarengi dengan Lana. Viona hanya diam saja. Malas menanggapi.

 

Setelah selesai membayar mereka memutuskan untuk kembali ke kantor. Jam makan siang sudah habis.

 

***

Keesokan harinya, acara yang ditunggu-tunggu Viona pun tiba. Ia mematut dirinya di cermin dan cukup puas dengan make up bold yang tersapu di wajahnya. Hampir selama dua jam ia merias diri. Rambut hitam sepunggungnya dibentuk dengan model twisted rope bun dengan sehelai rambut di dekat telinga dibiarkan menjuntai. Viona mengenakan dress berkerah rendah yang berbentuk V. Ujung lengan bajunya berisikan karet yang membuat penampilan Viona makin terlihat manis. Pakaian yang panjangnya hingga ke mata kaki itu memiliki dua warna. Bagian atas berwarna hitam sedangkan bagian bawahnya berwarna abu terang dengan bahan brokat.

 

“Nak … belum selesai juga, ya? Zio sudah nungguin kamu dari tadi. Tunangan kamu itu cakep banget.” Arumi masuk ke dalam kamar Viona setelah mengetuk pintu terlebih dahulu tadi. Wanita itu duduk di tepian ranjang dan mengamati penampilan Viona di cermin.

 

Lewat cermin, Viona bisa melihat wajah ibunya yang berseri-seri setelah kedatangan Zio tadi. Yah … inilah alasan mengapa Viona mau bersandirawa dengan pria itu. Arumi sangat menyayangi Zio dan ingin sekali pria itu menjadi menantunya.

 

“Biarkan saja dia menungggu, siapa suruh datang terlalu cepat,” gurutu Viona. Kedua tangannya masih sibuk memasukan anting yang panjangnya sekitar tujum cm itu ke dalam lubang telinga.

 

“Gak boleh gitu! Zio sudah bela-belain untuk datang menjemput kamu disela-sela waktunya yang terbatas karena kesibukannya. Kamu harus menghargai usahanya, Na! Mama gak pernah ngajarin kamu untuk jadi wanita yang tidak bisa menghargai orang.”

 

Viona hanya memutar bola matanya jengah. Arumi memang bereaksi berlebihan jika menyangkut soal Zio. Ibunya itu tidak pernah tahu kalau lelaki yang ia sanjung itu justru tidak pernah menghargai anak perempuannya.

 

Akhirnya Viona beranjak dari tempat duduknya. Sebelum keluar dari kamar, ia menyapukan bibirnya dengan pewarna bibir berwarna merah bata. Ia mengangkat sedikit gaunnya untuk mempermudah langkah. Arumi tersenyum melihat Viona yang begitu cantik. Ia mengekori putri sulungnya bertemu dengan tunangannya di ruang tamu.

Setelah berpamitan dengan keluarga Viona, Zio mengajak wanita itu menuju mobil yang telah terparkir di depan rumah Viona. Malam ini pria itu sengaja mengendarai mobil Marcedes-Bens mewahnya. Zio akan memanfaatkan situasi ini untuk  memamerkan status sosialnya sebagai salah satu pewaris perusahaan properti nomor satu di Jakarta.

 

“Kita tidak akan turun bersama nanti. Aku akan menurunkanmu sebelum sampai di gedung.” Zio berujar dengan nada ketus. Viona meyakini kalau pria di sampingnya itu kesal akibat menunggunya terlalu lama tadi.

 

Viona tidak perlu menjawab. Toh, apapun jawabannya, Zio tetap bersikukuh pada pendapatnya.

 

Mereka sampai ke gedung tempat diselenggarakannya pesta topeng tersebut 30 menit setelahnya. Sesuai dengan perkataan Zio tadi, pria itu menurunkan Viona 50 meter sebelum sampai di tempat tujuan. Meskipun kesulitan berjalan dengan high heels 10 cm, Viona tetap berjalan tegap dan sampai ke gedung mewah yang sudah dipadati dengan para tamu yang hadir.

 

Acara anniversary kantornya kali ini memang mengusung konsep yang unik dan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Ide ini tercetus dari karyawan di bidang creative dan design, lalu disetujui oleh semua karyawan yang lain.

 

Viona menyerahkan lanyard miliknya kepada resepsionis yang bertugas. Setelah menyocokan informasi, ia diizinkan untuk ke meja selanjutnya. Tidak lupa juga Viona diberi satu topeng berwarna putih yang memiliki aksen bulu di atasnya. Segera Viona mengenakan topeng tersebut sebelum masuk ke dalam gedung.

 

Semua orang yang bertugas malam ini kebanyakan berasal dari anggota jasa organizer yang sengaja disewa. CEO mereka—Pak Adrian memang berkeinginan agar semua karyawan malam ini menikmati acara tanpa dibebani pekerjaan. Acara ini terselenggara sekaligus merayakan perpisahan beliau yang akan dipindah tugaskan ke tempat asalnya.

Ketika kakinya memasuki gedung, Viona dibuat terpesona. Kedua mata hitam yang bersembunyi di balik topengnya menatap banyaknya tamu yang hadir memenuhi gedung ini. Para pelayan lalu lalang memberikan welcome drink. Gedung yang semula polos ini disulap dengan berbagai interior yang membuat gedung ini langsung tampak mewah dan megah.

 

“Viona!” Suara wanita dari arah belakang membuat Viona terperanjat kaget dan sontak membalikkan tubuhnya. Ia melihat seorang wanita dengan terusan berwarna merah terang dan rambutnya yang bergelombang dibiarkan tergerai kini berjalan mendekat ke arahnya. Wanita itu tentu saja menggunakan topeng sama sepertinya.

 

“Ini aku, Alinka!” Ia terkekeh kemudian sembari memberikan segelas minuman kepadanya.

 

“Kamu mengenaliku?” tanya Viona heboh. Padahal fungsi topeng ini kan untuk menyembunyikan identitas.

 

Alinka tertawa. Lagi-lagi tawa yang tidak perduli dengan sekitar. Kelebihan Alinka memang itu, ia tidak jaim dan apa adanya. “Tentu saja! Gaun yang kamu kenakan, kamu beli bersamaku, ingat?”

 

Viona langsung menepuk jidatnya saat sadar dengan kebodohannya. “Iya juga ya … eh? Lana di mana?” tanyanya lagi.

 

“Dia sedang kencan bersama pacar barunya. Tuh, di sana!” Alinka mengarahkan dua sejoli yang berada dalam jarak yang cukup jauh dengan mereka, tapi masih bisa terlihat dengan telunjuknya.

 

“Kamu sendirian? Zio di mana?”

 

Viona menyesap minuman yang diberikan Alinka untuk menghilangkan dahaganya hingga habis. “Dia izin masuk duluan tadi. Katanya ingin bertemu dengan beberapa rekan bisnis.” Entahlah Viona tak yakin alasannya ini cukup kuat atau tidak.

 

Baru saja Viona hendak bertanya lagi kepada Alinka mengapa ia tahu tentang Zio yang ikut datang ke sini padahal ia sama sekali tidak bercerita dengannya terpaksa ditunda akibat suara MC yang akan memulai acara.

 

Setelah sepatah dua patah kata pidato dari para pendiri serta CEO tentang sejarah berdirinya perusahaan serta tujuan dari penyelenggaraan acara ini, maka dilanjutkan dengan agenda yang paling dinanti.

 

Cahaya menyilaukan dari lampu-lampu yang digantung di langit-langit kini berubah menjadi gelap dan temaram. Lampu-lampu pesta yang berwarna-warni serta dihiasi dengan kerlap-kerlip mirip seperti lampu diskotik kini telah menyala.

 

Musik menyentakkan semangat diputar. Sosok perempuan, yang sepertinya sudah ditugaskan untuk menghidupkan suasana bergoyang dan berjoget diiringi dengan musik. Semua mata di balik topeng itu menatapnya. Ia menjadi pusat perhatian.

 

Entah dari mana datangnya keberanian itu, tiba-tiba Viona sudah berada di samping perempuan itu dan menemaninya berjoget. Tubuh Viona seolah dialiri sesuatu hingga membuatnya sangat bersemangat dan merasa bebas. Ia belum pernah merasakan ini sebelumnya. Rasanya beban yang selama ini ia tanggung menguap untuk sementara.

 

Viona mengacungkan salah satu tangannya di udara, kepalanya mengangguk, kemudian menggeleng lagi. Sesaat kemudian ia memainkan gaunnya lalu tubuhnya berputar.

 

Tidak sampai sedetik, tamu yang lain ikut melakukan hal yang sama seperti dilakukan oleh Viona. Mereka tenggelam dalam keriuhan pesta dan musik.

 

Sepuluh menit berlalu, musik beraliran disko itu kini berganti haluan menjadi lagu Thinking out loud milik Ed Sheeran yang cocok dijadikan teman berdansa. Beberapa pasangan telah berdansa sesuai dengan ritme lagu.

 

Viona memilih untuk menyingkir, sebab ia memang tidak punya pasangan untuk berdansa. Alinka tidak terlihat batang hidungnya bahkan sejak lampu tadi dipadamkan. Namun, begitu Viona hendak melangkahkan kakinya, seseorang mengulurkan tangan di depannya.

 

Viona menoleh ke samping dan mendapati seorang pria yang ditutupi topeng berwarna hitam mengajaknya berdansa. Walaupun lampu temaram, Viona masih bisa melihat dengan jelas lelaki itu tersenyum simpul. Manis. Viona memuji senyuman itu.

 

Ia menerima uluran tangan lelaki itu. Mereka berdansa dengan tempo lambat. Dalam jarak sedekat ini, Viona bisa mencium aroma tubuhnya. Ia tidak mengenal dengan cukup baik aroma parfum, tetapi tubuh pria itu mengeluarkan aroma daun yang menyegarkan. Viona suka.

 

Lelaki itu sedikit mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arah Viona. Bibirnya dimajukan hingga hanya berjarak satu cm di telinganya. “Kamu bersemangat sekali.”

 

Suara beratnya entah mengapa terdengar seksi di telinga Viona hingga membuatnya sedikit gugup. Viona hendak mundur, tetapi sayangnya tangan pria itu yang melingkar di pinggangnya menghentikan keinginan Viona.

 

“Maksud kamu apa?” Kening Viona mengernyit samar.

 

Lelaki itu merespon dengan tawa kecil yang membuat lubang di kedua wajahnya tercetak dengan jelas. Dua tahi lalat di bawah bibirnya juga membuat wajahnya terlihat sangat manis dan menggemaskan. Walaupun ditutupi topeng, Viona tahu kalau pria di depannya itu masuk dalam kategori tampan.

 

“Jogetmu tadi. Kamu kelihatan sangat plong, seolah tidak ada beban. Aku memperhatikanmu sejak awal dan aku cukup terhibur.”

 

Jawaban itu mau tidak mau membuat hati Viona merasa ringan. Yah … menghibur orang juga termasuk pahala, kan? Ketika musik semakin mengalun, tangan pria itu mendorong tubuh Viona makin mendekat ke arahnya. Ia menuntun Viona untuk berdansa mengikuti langkahnya. Kiri kanan kiri kanan.

 

Diputarnya tubuh Viona ketika beat musik mulai menyentak. Lalu dengan sekali tangkapan, ia menarik kembali tubuh wanita itu ke dalam dekapannya. “You’re so beautiful tonight.” Mata hitam di balik topeng itu mengungkapkan kejujuran.

 

 

Viona merasakan ada sesuatu yang aneh menggelayut di dalam tubuhnya. Perasaan yang menjalar dan berpusat ke wajahnya hingga membuat sensasi panas di sana. Entahlah, apakah ini karena efek kerumunan orang yang berdansa atau yang lainnya, yang jelas ini belum pernah ia rasakan sebelumnya.

 

Wanita itu mencari kebohongan pada tatapan tajam pria itu yang menatapnya tanpa berkedip sekalipun, tetapi Viona tidak menemukannya.

 

Ini adalah kali pertama Viona dipuji oleh seorang laki-laki. Malam ini juga kali pertama baginya untuk tampil di depan umum tanpa sebuah paksaan dan mengikuti kata hati untuk berjoget dan bergoyang.

 

Tiba-tiba Viona teringat akan perkataan Alinka di butik tempo hari.

 

Entah darimana datangnya dorongan itu, atau karena suasana yang mendukung serta perasaan ingin tahu yang besar membuat Viona dengan tiba-tiba menarik tengkuk pria itu mendekat ke arahnya.

 

Ia menyapukan bibirnya di atas bibir pria itu lalu menciumnya.

Terpopuler

Comments

😺 Aning 😾

😺 Aning 😾

Oh, perjodohan

2023-06-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!