3

"Nanti kalian jangan jauh-jauh dari kita ya!" Hendri memberi wejangan pada Aira dan teman-temannya.

"Hai, Ra...!!" itu suara Aditya.

"Kamu...?!!" Aira terkejut melihat Aditya pakai baju panitia. "Iihh..., kok gitu?!"

"Hahahaaa..., gitu kenapa?" ledek Aditya.

"Curang namanya nih. Ya jelas kamu sampai finish duluan, kamunya panitia acara." celoteh Aira.

"Dia dekat sama Adit...?!"

Tenyata ada yang sedang memantau mereka.

"Lupakan yang semalam. Pokoknya kamu harus hati-hati ya." kata Aditya. "Kalau terjadi apa-apa aku bisa digoreng sama pakde." guraunya.

"Dibuat lauk nasi goreng terus." celetuk Toni.

"Cocok tuh!" sahut Icha.

"Adit benar. Mungkin Aira dulu sering melakukan ini di tempatnya. Tapi di sini medannya berbeda, jadi tetap hati-hati ya, Ra." tutur Rangga.

"Siap pak kepala suku!" Aira memberi hormat pada Rangga.

"Kepala suku?!" Rangga mengernyitkan dahinya.

"Cocok, bro. Bagus Aira." kata Hendri.

"Hahahaaa...!!!"

Sebelum acara dimulai mereka bertukar nomor handphone untuk mempermudah komunikasi.

......................

Situasi masih aman terkendali karena mereka masih berada di dalam perkampungan. Tapi beberapa menit kemudian mereka mulai memasuki jalan setapak.

"Sejuk banget...!!!" Aira menghirup udara di sana.

"Bentar lagi tanjakan pertama." Toni memberi peringatan.

Aira sudah tidak sabar, dia ingin segera masuk lebih dalam lagi. Menyatukan diri dengan alam adalah kegemarannya.

"Pos pertama...!!" seru Rangga. "Cewek kasih jalan duluan!" Rangga yang sudah ada di atas memberi aba-aba pada timnya.

Tiba giliran Aira, seseorang mengulurkan tangannya. Aira menyambutnya tanpa melihat dulu siapa di atas sana.

"Terimakasih." kata Aira, lalu dia melihat siapa orang itu.

"Ryaaan..." batin Aira.

"Hai, Ra." sapanya dengan lembut.

"Hai." balasnya singkat.

Aira kemudian melangkah mundur untuk memberi jalan pada yang lain.

"Bagaimana? Masih aman?" ternyata Aditya sudah ada di belakangnya.

"Aman!" Aira memamerkan ibu jarinya.

"Good girl..." Aditya menepuk-nepuk pelan puncak kepala Aira.

"Apa mereka benar-benar ada hubungan spesial...?" pikir Ryan sambil melirik interaksi Aira dan Aditya.

"Kita lanjut ya, bro." kata Rangga.

"Oke!" balas Aditya. "Sampai ketemu di pos berikutnya." ujar Aditya pada Aira.

Tibalah mereka di sebuah tempat yang sangat indah. Ada sumber mata air juga di sana.

"Istirahat dulu ya." kata Toni yang sudah duduk di atas pembatas jembatan.

"Kita isi botol di sini." seru Icha.

Aira mengikuti Toni dan dia bersandar di pembatas jembatan.

"Seru, Ra?" tanya Toni.

"Ya. Pemandangannya juga bagus banget." tidak bisa dipungkiri, Aira memang sangat menikmatinya.

"Tahun depan mau ikut lagi?" tanya Hendri.

"Bolehlah." Aira tersenyum sangat manis.

......................

Awalnya semua baik-baik saja, medan bisa dilalui dengan baik. Tapi kemudian mereka sampai di perbukitan yang cukup licin, lantaran daerah itu sempat dilanda gerimis beberapa waktu sebelum mereka datang.

"Awas licin!" Rangga yang memandu jalan tidak pernah bosan mengingatkan teman-teman di belakangnya.

"Hati-hati, Aira..."

"Itu Aira dibantu..."

"Aira..., Aira..., Aira....!!!" Icha mulai risik karena semua memperhatikan Aira.

"Hati-hati...!! Kalian akan segera melewati turunan...!" seru panita melalui toak yang dibawanya.

"Medan licin, pastikan tumpuan kalian kuat...!"

" Pelan-pelan, Ra." Ninik yang berada di depan Aira memegang tangan Aira dengan erat.

Baru beberapa langkah...

"Auh..!! Ssstt...!!" Aira merasakan sakit yang luar biasa pada kakinya.

"Ra...!!

"Aira...!"

"Aira...!!"

Entahlah berapa orang yang menyebut namanya saat itu. Aira tidak peduli lagi, karena kakinya yang mendadak kaku itu terasa sangat menyakitkan.

Seorang panitia mendekatinya. Dan hendak memegang kakinya.

"Jangan pegang...!!" sahut Aira sambil mengangkat tangannya.

"Biarkan dulu." katanya kemudian, lalu dia memapah kakinya sendiri untuk mencari posisi yang nyaman.

"Biar aku saja." Rangga berjongkok di hadapan Aira.

"Gaaa...?!!" Icha menatap kesal pada Rangga, terlebih lagi pada Aira.

"Sudah nyaman?" tanya Rangga.

"Em." Aira mengangguk. "Pelan-pelan..." ucapnya lirih.

Tangan Rangga begitu lihai melepas sepatu Aira dan mencari titik penyebab rasa sakitnya.

"Hanya kram." gumam Rangga. "Kita istirahat sebentar tidak apa-apa kan?" Rangga melihat reaksi timnya satu per satu.

"Oke."

"Terimakasih, ya." kata Aira pada Rangga.

Tiba-tiba Ryan menghampiri mereka. Dia mendengar ada masalah dengan tim Rangga.

"Apa ada yang terluka?" tanya Ryan.

"Kaki Aira kram." balas Sari.

Ryan melihat Aira yang sedang duduk sambil mengikat sepatunya.

"Sekarang bagaimana, Ra? Sudah enakan?" tanya Ryan sambil duduk di samping Aira.

"Ya, jauh lebih baik. Rangga membantuku tadi." lagi-lagi Aira tersenyum.

Aira bersyukur memiliki banyak teman yang penuh perhatian.

"Bisa tidak jangan tersenyum seperti itu. Terlalu manis, Aira..." batin Ryan.

Setelah Aira merasa lebih baik, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke pos berikutnya.

Masalah mereka tak cukup sampai di situ. Cuaca mulai tidak bersahabat karena hujan mulai turun. Medan terakhir yang harus mereka lewati adalah sungai besar dengan arus yang sangat deras. Ditambah lagi bebatuannya sangat licin.

"Tidak ada jalan lain?" tanya Sari saat melihat sungai yang membentang di depannya.

"Ada, tapi kita harus putar arah. Dan itu akan memakan waktu sangat lama. Sekarang sudah mau sore." sahut Toni.

"Kita lewat sini saja. Semua berpegangan jangan sampai terlepas." kata Rangga.

Di depan Airin ada Icha, di belakangnya ada Ninik dan Hendri.

"Hati-hati licin." Toni memperingatkan mereka.

Beberapa sudah sampai tepi. Sementara Aira, Ninik, dan Hendri masih berjuang melewati arus yang cukup deras. Rangga sedikit masuk ke sungai untuk menarik tangan teman-teman yang mendekati tepi sungai.

"Astaghfirullah...!" pekik Aira.

"Airaaa...!!" Ninik terlihat panik.

Tiba-tiba kaki Aira kembali terasa sakit dan hampir terjatuh. Bersamaan dengan itu Rangga reflek melepas tangan Icha yang baru saja dia tarik ke daratan. Dengan gerakan yang begitu cepat Rangga membantu Aira juga. Karena Hendri dan Ninik yang berusaha menahan Aira terlihat kepayahan melawan arus sungai itu.

"Ya Tuhan, aku pikir aku akan terbawa arus." batin Aira ketika sudah sampai daratan.

"Iiiihhh...!!!" Icha kembali uring-uringan.

"Tidak apa-apa?" tanya Rangga.

"Tidak." balas Aira dengan nafas yang tidak beraturan.

"Aku takut sekali kamu terbawa arus, Ra..." sahut Ninik dengan mata yang berkaca-kaca, lalu dia berhambur dalam pelukan Aira.

"Aku baik-baik saja berkat kalian. Terimakasih..." ujar Aira.

Icha memilih jalan paling depan meninggalkan mereka. Tanpa menanyakan kondisi Aira yang hampir terseret arus.

Baju mereka yang tadinya basah, sampai di finish kembali kering karena cuaca kembali panas. Semua mengambil minuman yang disediakan oleh panitia. Mereka tidak kecewa meski bukan yang pertama sampai finish. Karena mereka sangat menikmati perjalanannya.

"Kenapa lama sekali? Apa kalian tersesat?" tanya Aditya pada Rangga.

Sangat jelas pancaraan kepanikan di wajah Aditya. Terlebih handphone merek tidak ada yang bisa dihubungi. Giliran nomor Hendri bisa tersambung, tapi Hendri tidak mengangkatnya. Lantaran dia menyetel handphonenya dalam mode silent.

"Sedikit tersesat." bisik Rangga.

Memang Rangga, Hendri, dan Toni sudah tahu kalau mereka tersesat. Tapi mereka sengaja diam agar Aira dan teman-temannya tidak panik. Kalau saja terjadi sesuatu pada Aira waktu di sungai tadi, mereka pasti akan sangat menyesal.

"Tapi tidak jauh kok. Hanya saja Aira tadi hampir terjatuh di sungai." tambah Hendri.

"Aira?!" Aditya terkejut. "Kenapa bisa sampai lewat sungai...?! Aira tidak bisa berenang." Aditya terus menggerutu.

"Dimana dia sekarang?" tanya Aditya kemudian.

Toni menunjukkan keberadaan Aira. Aditya segera berlari menuju tempat Aira dan teman-temannya. Hal itu juga tak luput dari pantauan Ryan.

"Mereka bilang kamu hampir jatuh. Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Aditya sambil mengamati sosok di hadapannya dari atas sampai bawah.

"Nggak kok. Mereka nyelametin aku." Aira tersenyum.

"Syukurlah..." Aditya mengacak-acak puncak kepala Aira. Lalu dia duduk di samping Aira.

"Apa karena kakimu terasa sakit? Ada yang bilang kaki kamu sempat kram tadi." ujar Aditya.

"Nggak. Sudah baikan, Rangga menolongku tadi." kata Aira.

"Aku tidak tau kenapa aku sekhawatir ini sama kamu, Aira. Entah karena amanah ayahmu, apa yang lain. Aku hanya tidak ingin terjadi sesuatu sama kamu." begitu yang ada dalam benak Aditya.

......................

"Aku harus mengatakan apa untuk hari ini??... Entahlah...

Aku sangat bersyukur memiliki teman seperti mereka. Andai tadi mereka tidak menolongku?!...

Bagaimana nasibku setelah itu?!...

Selalu jaga mereka ya Allah. Seperti mereka yang selalu menjagaku. Aku sangat menyayangi mereka."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!