Lembaran Kisah Aira

Lembaran Kisah Aira

1

Hari belum terlalu siang ketika sebuah kapal penyeberangan bersandar di pelabuhan. Berbagai kendaraan keluar dengan hati-hati sesuai urutan. Termasuk sebuah bus antar pulau yang ditumpangi oleh seorang gadis bernama Aira.

Bus itu akan membawa Aira ke terminal kota. Kemudian dia akan menaiki taksi menuju tempat tujuan, yaitu rumah kedua orang tuanya.

Aira yang baru lulus sekolah memutuskan untuk menyusul orang tuanya, karena orang tuanya mengatakan kalau dia bisa tinggal bersama mereka dan kuliah sesuai keinginannya.

Sepanjang jalan Aira terus memperhatikan keadaan di sekelilingnya. Sungguh luar biasa. Itulah kesan pertama yang dia dapatkan.

Bumi asing yang dia pijak saat ini memiliki pemandangan yang begitu indah. Laut yang tenang dengan ombak kecil yang menyapu bibir pantai. Ditambah lagi hamparan hijau persawahan, dan perbukitan pun turut memanjakan mata yang memandang.

"Te**rnyata di sini sangat indah." batin Aira bergum.

Samar-samar terdengar aliran air sungai. Ternyata taksi yang dia tumpangi akan menyeberangi sebuah jembatan, yang mana terdapat sungai di bawahnya dengan air yang cukup jernih. Setelah melewati jembatan, taksi itu belok ke kiri dan masuk ke sebuah jalan yang lebih kecil. Tapi masih muat untuk dua kendaraan yang melintas.

Rumah warga saling berdekatan, seolah tidak ingin menciptakan jarak antar tetangga. Jangan lupakan gang-gang kecilnya, karena masih banyak sekali rumah warga di dalam sana.

Beberapa orang terlihat berkumpul di teras rumah, ada pula yang di depan toko sedang belanja. Atau yang sekedar mengajak balitanya bermain. Pemandangan yang biasa Aira lihat, namun dengan orang-orang dan lingkungan yang berbeda.

Tak lama kemudian taksi menepi di depan sebuah rumah kecil dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu.

"Apakah aku salah alamat?"

Tapi keraguan Aira terpatahkan setelah melihat gerobak di samping rumah itu. Ditambah lagi dengan aroma bumbu yang sangat dia kenal.

Deg

"Apa yang terjadi...?"

"Pakde, bude..., anaknya sudah datang ini...!" seru seorang wanita paruh baya dengan rambut pendek, yang baru saja keluar dari rumah itu.

Mata Aira berkaca-kaca ketika melihat dua sosok yang paling dia rindukan keluar beriringan.

"Ayah..., ibu...!!!"

"Aira...!!"

Aira berlari menghampiri kedua orang tuanya. Meninggalkan tasnya begitu saja di halaman rumah itu. Mereka saling berpelukan untuk melepas kerinduan setelah bertahun-tahun tidak bertemu.

Mereka meninggalkan Aira ketika dia kelas 6 SD. Dan baru bertemu kembali setelah lulus SMA. Bukan berarti tidak pernah pulang ke kampung halaman. Pernah pulang, tapi hanya ayahnya saja. Itu pun tidak lama, hanya beberapa hari kemudian kembali lagi.

Tetangga terdekat yang kebetulan ada di luar rumah, seketika mengalihkan perhatian mereka. Rumah yang tidak memiliki pagar pembatas itu, mempermudah mereka untuk melihat adengan yang sangat mengharukan.

......................

Di sinilah Aira sekarang. Sebuah rumah dengan 2 ruang tidur. Ruang tamu yang sangat kecil dan hanya ada tikar di sana. Ruang tengah di sekat dengan tirai, untuk sholat dan sebelahnya untuk mengolah dagangan. Di belakang ada kamar mandi dan juga dapur kecil. Di halaman belakang terdapat sebuah sumur dan tempat jemuran. Dan ternyata di belakang sana ada sungai. Aira menerka-nerka, pasti itu sungai yang tadi dia lewati sebelum sampai di rumah.

"Segar sekali..."

Aira menghirup udara di belakang sana. Sungguh dia sangat menikmati suasana di sana.

Sebenarnya banyak sekali yang ingin Aira tanyakan pada orang tuanya. Tapi melihat binar kebahagiaan yang terpancar dari mata orang terkasihnya itu, membuat Aira mengurungkan niatnya. Dia tidak ingin merusak suasana hati mereka dengan pertanyaan yang mungkin saja akan membuat mereka tersinggung. Aira yakin, kalau sudah waktunya mereka pasti akan bercerita tanpa diminta.

"Tempat jualannya jauh?" tanya Aira pada sang ayah.

"Tidak jauh, nak. Dekat jembatan di sana." katanya.

"Ooh..., yang aku lewati tadi ya?" terka Aira.

"Benar, Aira. Nanti ibu mau bantu ayahmu setelah bersih-bersih rumah. Mau ikut tidak?" sahut ibu.

"Boleh. Aku juga nggak berani di rumah sendirian." kata Aira.

Setelah maghrib, ibu mengajak Aira pergi ke tempat ayahnya jualan nasi goreng.

Di sepanjang jalan, orang-orang tak hentinya menyapa.

"Bude..., mau ke tempat pakde?" tanya seorang ibu sambil menggendong anaknya yang masih balita.

"Iya, bu." balas ibu Aira dengan sopan.

"Ini anaknya?"

"Iya..."

"Bu..." Aira mengulurkan tangannya untuk memberi salam. Dan disambut hangat oleh ibu itu.

"Cantiknya anak bude, ya..."

Aira hanya tersenyum tipis saat mendengarnya.

Tiba di depan sebuah salon sederhana, terdapat beberapa orang sedang duduk santai sambil bermain gitar. Seseorang dengan wig panjangnya dan celana super pendek, menyapa ibu Aira.

"Bude..., ini siapa?" tanya orang itu dengan nada kemayu.

"Aduh ibu..., kenapa kenal dengan orang model beginian juga sih...?"

"Anak saya." jawab ibu Aira.

Aira hanya sedikit membungkuk dan tersenyum untuk menghargai seorang w*ria yang menyapa mereka dengan ramah. Bukan takut, hanya saja ini pertama kalinya Aira berinteraksi dengan seorang w*ria. Jadi nuansanya sedikit terasa aneh.

"Tidak ke tempat pakde?" tanya ibu Aira kemudian.

"Ya nantilah, bude. Belum jam kerja." katanya dengan gaya gemulai dan kemayu.

"Kok ibu bisa kenal sih?" tanya Aira saat mereka sudah jauh.

"Biasa datang ke tempat ayah juga buat makan. Kamu jangan takut, dia baik kok."

"Tidak takut ibu, hanya gimana gitu..." balas Aira.

Tak lama kemudian mereka sampai di pertokoan tempat ayah jualan. Di samping kanan jualan ayah Aira ada bengkel motor. Sedangkan di sebelah kanan masih kosong.

Tempat jualan ayah Aira ada di jalur yang biasa dilewati truk-truk besar. Dan sang ayah buka mulai sore hingga larut malam. Terkadang sampai jam 03:00 pagi.

"Ya Allah, seperti **i**ni rupanya kerja keras mereka untuk mencukupi kebutuhanku. Biaya sekolahku. Bagaimana mungkin aku bisa dengan lancangnya minta kuliah?"

"Tidak Aira, jangan lakukan itu. Sebaiknya kamu membantu mereka bekerja."

Aira melihat ibunya sedang tidur di lantai beralaskan karpet hijau yang sudah sangat tipis. Sedangkan ayahnya sibuk menggoreng nasi untuk pengunjung. Aira tergerak hatinya, dia turun untuk membantu sang ayah.

"Aku bantu ya, yah." Aira tersenyum sangat tulus.

Agar tidak terjadi kesalahan, Aira terus bertanya, apakah porsi yang dia berikan sudah benar? Apa benar seperti ini? Begitu terus hingga nasi siap disajikan.

......................

"Hari pertama yang sangat mengejutkan. Kondisi ayah dan ibu sungguh membuatku ingin menangis dan berteriak sekeras-kerasnya. Ingin rasanya aku marah pada mereka yang membawa orang tua ke tempat ini. Tapi melihat ayah yang begitu legowo, dan selalu mensyukuri segalanya, membuatku tak bisa berkata-kata. Sungguh mulia sekali hatimu, ayah..."

......................

Terpopuler

Comments

Ananda Reva

Ananda Reva

yaaa ketinggalan gua thorrrr hhhmmm

2023-04-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!