5

Semakin hari Aira dan Ryan semakin akrab. Seakrab pertemanannya dengan Aditya dan kawan-kawan. Aira pun diperkenalkan dengan beberapa teman Ryan. Hingga circle pertemanan Aira semakin meluas.

Satu hal yang menarik perhatian Aira, seorang teman Ryan bernama Bima. Siapa sangka Bima yang kesehariannya bergaul dengan Ryan, adalah sosok siswa kelas 6 SD yang sudah bertahun-tahun tidak lulus. Sehingga tahun ini dia satu kelas dengan adiknya yang bernama Lista.

Suatu hari Bima mendapat tugas dari sekolah, dan dia belum bisa menyelesaikannya. Termasuk adiknya juga. Iseng-iseng dia menghubungi Aira dan minta bantuan. Aira pun dengan senang hati mengabulkan permintaan Bima.

Sejak saat itu Aira beralih profesi menjadi guru privat bagi Bima, Lista, dan beberapa teman sekelasnya.

"Terimakasih ya kak, karena kakak nilai kita bagus-bagus." kata Yesi.

"Karena kalian memang pintar. Cuma kadang malas saja. Iya kan...?" balas Aira.

"Iya, kak. Benar." Lista membenarkan ucapan Aira. "Kalau tidak ada yang bimbing kitanya malas belajar."

"Makanya kakak ajari kita terus sampai lulus ya...?!" pinta Riski.

"Lhooo, kok gitu?" Aira terkejut dengan ucapan Riski

"Iyalah, tidak kasihan apa kalau aku tidak lulus lagi." sahut Bima.

Tiba-tiba Aira teringat ucapan Aditya.

"Apa salahnya ngajarin orang, itu sama halnya kamu berbagi ilmu. Dan itu akan jadi ladang pahala buat kamu, Ra."

Ryan juga sempat mengatakan sesuatu sebelumnya.

"Kenapa tidak dicoba? Bisa jadi kamu adalah sosok guru idaman anak-anak itu. Terutama Bima. Buktinya kalau kamu yang ngajarin dia, dia bisa fokus kan. Cepat tanggap pula."

Karena perkataan dua orang temannya itu, pada akhirnya Aira fokus membantu mereka dalam belajar.

"Eh, mbak Aira..." kata bu Sari, ibu dari Bima dan Lista. "Sudah ditunggu anak-anak di dalam itu."

"Iya, bu. Permisi ya..." Sambil membungkuk Aira melewati ibu Bima.

Benar saja, mereka sudah siap dengan buku latihan di atas meja masing-masing. Kegiatan belajar berlangsung sangat tertib. Mulai dari penjelasan singkat dengan pembawa Aira yang luwes dan santai. Berlanjut latihan soal, berakhir dengan penilaian.

"Kak, pak guru kaget lho dengan nilainya Bima." cetus Lista.

"Oh iya? Masa?!" begitu kata Aira.

"Iya, terus kita bilang sih kalau dia belajar sama kita. Ada kakak-kakak cantik yang ngajarin." sahut Yesi.

Aira hanya tersenyum. Dia bersyukur karena usahanya tidak sia-sia.

"Kak Aira handphonenya kenapa?" tanya Bima.

"Nggak kenapa-napa. Ada apa?" balas Aira.

"Ryan kirim pesan tidak dibalas-balas. Katanya nanti pulangnya sama dia saja." ujar Bima.

"Ciieeeh...!!!" seru anak-anak itu.

"Kak Aira pacaran sama kak Ryan ya?" goda Riski.

"Tidak. Cuma teman." balas Aira tanpa membual.

"Bukannya kak Ryan pacaran sama kak Agnes ya?" sahut Lista.

"Bukannya sudah putus?" timpal Yesi.

"Kalian ini bahas apa sih...?" sahut Aira. "Ayo rapikan bukunya terus kita pulang." titah Aira.

"Baik, kak...!!!"

Belum juga mereka pulang, Ryan sudah tiba di depan rumah Bima.

Mereka berjalan beriringan menuju ke rumah. Mereka berpisah di sebuah tikungan. Tinggallah Aira berdua dengan Ryan.

"Kata orang kalau cowok dan cewek jalan berdua saja, yang ketiga adalah setan." ujar Ryan tiba-tiba. "Kamu tidak takut?"

"Semua tergantung orangnya juga kan. Dan aku percaya kalau kamu bukan tipikal orang yang mudah dihasut setan." balas Aira sekenanya.

"Apa itu artinya aku temannya setan..." Ryan berkelakar.

"Maybe." Aira tersenyum.

"Senyum kamu manis, deh." Ryan melirik Aira.

"Kamu pikir gula." sahut Aira. Ryan hanya terkekeh pelan.

"Ra, kamu dekat sekali ya dengan Adit?" tanya Ryan tiba-tiba. "Apa dia orang spesial buat kamu?"

"Kami berteman baik." begitu jawaban singkat dari Aira.

"Hanya teman?" Ryan masih belum puas dengan jawaban Aira.

"Iya." katanya.

Tidak terasa mereka sudah sampai di depan rumah Aira. Sehingga Ryan terpaksa menghentikan sesi tanya jawab hubungan Aira dan Aditya.

"Sudah sampai. Masuk, dan kunci pintunya ya." kata Ryan.

"Em." Aira mengangguk. "Terimakasih ya." katanya.

"Sama-sama. Aku balik ya."

Setelah Aira masuk, Ryan beranjak pergi.

......................

Hari itu Ninik mengajak Aira makan-makan di rumahnya. Tentu Aditya dan yang lainnya juga hadir.

"Ryan bilang, dia sering ngantar kamu pulang." ujar Aditya.

"Nggak sering, sesekali." ralat Aira.

"Ada kemajuan apa hubungan kalian?" kulik Aditya.

"Hubungan pertemanan biasa." jawab Aira. Lalu dia menatap Aditya. "Ayo, mau tanya apa lagi?!" tantang Aira.

"Hahahaaa..., tidak ada." Aditya mengacak-acak rambut Aira.

Aira beralih ke kran air untuk mencuci sayuran. Ada Rangga di sana sedang membersihkan ikan.

"Awas licin, Ra." kata Rangga.

"Iya. Awas juga itu pisaunya tajam lho." balas Aira.

"Kamu tidak mengundang Ryan?" tanya Rangga.

"Kok jadi tanya ke aku. Yang punya acara siapa?" sahut Aira.

"Barang kali kamu ajak dia. Bukannya kalian dekat ya?" nada suara Rangga terkesan seperti cibiran.

Aira menghentikan aktivitasnya. Kemudian menarik nafas sebelum angkat bicara.

"Kenapa semua mempertanyakan soal itu?!" Aira sedikit tersinggung.

"Belakangan kan kamu memang sibuk dengan Ryan dan kawan-kawannya. Jadi lupa sama kita." ucapan Rangga membuat jantung Aira bergetar.

"Astaghfirullah, sabar Aira..."

"Aira...!!" seru Ninik. "Airnya sudah mendidih."

"Iyaaa!!" balas Aira.

"Kalian adalah teman-temanku. Tidak ada pengecualian. Semua sama." ujar Aira sebelum pergi.

"Kenapa semua memperhatikan Aira hingga seperti itu??" batin Icha yang sedari tadi memperhatikan Aira.

"Ada apa?" tanya Aditya saat melihat wajah Aira tak seceria sebelumnya.

"Nggak ada." balasnya tanpa ekspresi.

"Rangga pasti mengatakan sesuatu. Kamu seperti ini sejak kembali dari mencuci sayur. Apa yang terjadi?" Aditya tidak menyerah untuk mencari tahu kebenarannya.

"Diih, sok tau sekali anda bapak..." gurau Aira yang dibuat-buat.

"Kalau ada sesuatu yang mengganjal, katakan padaku. Ingat itu yaa...!" Aditya kembali mengingatkan Aira.

Aira selalu merasa lebih baik setelah mendengar perkataan Aditya. Sejujurnya dia ingin mengatakannya, hanya saja dia lebih memilih diam.

"Kamu selalu bisa membuat suasana hatiku menjadi lebih baik."

Semua sudah berkumpul untuk menikmati makanan yang mereka buat. Tapi dia Icha tiba-tiba menghilang.

"Icha mana?" tanya Aira pada Sari.

"Katanya pergi sebentar karena ada urusan. Tapi ini terlalu lama. Entah kemana dia?" balas Sari sambil membuka bungkus kerupuk.

Karena tidak ingin meninggalkan Icha, Aira mencoba mengirim pesan pada Icha agar cepat kembali.

"Lihatlah yang sekarang jadi guru privat..." ucapan Rangga membuat menoleh padanya.

"Sibuk terus dengan ponselnya..." katanya lagi." membuat yang lain menatap Aira, mengikuti sudut pandang Rangga.

Aditya menatap Aira sekilas, lalu beralih pada Rangga.

"Aku sedang menghubungi Icha." sahut Aira tanpa melihat Rangga.

"Iya, dia pergi sejak tadi dan belum kembali." timpal Aira. "Rangga tau kemana dia?" Aditya bertanya pada Rangga.

"Entah." jawabnya singkat.

"Oh, dia tidak bisa datang katanya." ujar Aira setelah membaca pesan balasan dari Icha.

"Ada piring kosong, Nik? Atau apa gitu. Kita ambilkan dulu buat Icha, nanti antar ke rumahnya." kata Aira lagi.

Aira dibantu oleh Ninik, membungkus makanan yang mereka masak bersama tadi. Mereka membaginya dengan Icha.

Selesai acara makan, mereka ngobrol santai di tepi sungai yang tepat berada di bawah rumah Ninik.

"Aku kesal sama Rangga?" tanya Aditya.

"Sedikit." jawab Aira sambil memainkan kakinya di dalam air sungai yang jernih. "Sebentar-sebentar dia membahas hal yang sama. Dan mengira aku melupakan kalian karena sekarang aku ngajarin anak-anak itu." tutur Aira.

"Jangan pedulikan dia. Aku yakin kamu tidak seperti itu." balas Aditya.

"Kamu pasti berpikiran sama. Katakan saja nggak usah ditutupi." kata Aira.

"Aira..., kalau kamu tidak peduli sama kita lagi. Kamu tidak akan ada di sini sekarang kan..." Aditya menoleh pada Aira.

"Sudahlah, aku mau pulang bantu ayah." katanya.

Aditya berdiri lebih dulu. Lalu dia mengulurkan tangannya untuk membantu Aira bangun dari duduknya.

"Awas licin." kata Aditya.

"Thanks ya." Aira tersenyum.

"Em..."

......................

"Perkataan Rangga sangat melukaiku. Kenapa dia bisa berpikiran seperti itu? Tatapan matanya seolah mengatakan kalau aku benar-benar sudah melakukan kesalahan yang sangat besar."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!