Naik Pesawat

"Sayang, maaf ya, kita nggak bisa duduk bersebelahan."

Seline tersenyum membalas ucapan Gavin. "Nggak apa-apa kok. Kursi duduk kamu kan ada di depan aku. Jadi kita masih bisa berdekatan."

Hari ini adalah hari dimana ketujuh sahabat itu pulang ke negaranya. Dan entah keberuntungan atau kesialan, Seline tak duduk bersebelahan dengan tunangannya. Pria itu mendapatkan duduk tepat disebelah Lina yang kini sibuk menatap ke arah jendela.

Dan untuk Seline sendiri, entah dengan siapa dia nantinya tapi yang pasti bukan dengan keempat temannya yang lain karena mereka berempat sudah duduk ditempatnya masing-masing yang berada agak jauh dari Seline.

"Tapi sayang, apa nggak bisa ditukar?" tanya Gavin yang masih sibuk menghadap ke belakang tempat tunangannya duduk.

"Shh.. Berhentilah merengek, Gavin. Lagipula kalian berpisah hanya beberapa jam saja bukan bertahun-tahun." Lina mulai merasa terganggu dengan tingkah pria disebelahnya. Bukankah Gavin terlalu bersikap kekanak-kanakan?

"Benar kata Lina, kita cuma beda tempat duduk aja. Dan itu hanya beberapa jam. Jadi, sayang, bukankah sebaiknya kamu menghadap ke depan?"

"Ya sudah." Gavin pun mulai berhenti merecoki Seline.

Tak lama setelah itu, kursi di sebelah Seline mulai terisi. Tapi Seline tak mengindahkan sosok yang duduk disebelahnya. Gadis pirang itu sibuk memandangi apa yang ada di luar jendela. Beruntung sekali kali ini dia mendapatkan kursi yang ada di dekat jendela sehingga dia bisa leluasa menikmati pemandangan indah yang akan disuguhkan nantinya saat pesawat sudah terbang.

......................

Pria bermata biru itu sedari tadi hanya duduk diam dan membaca buku bawaannya. Itulah yang terlihat. Namun kenyataannya, pria itu tengah sibuk melirik ke arah gadis berambut pirang yang ada di sebelahnya. Bahkan sejak dirinya menduduki kursi pesawat, atensinya tak teralihkan dari gadis, ralat, wanita yang sempat ditidurinya dua hari yang lalu.

"Permisi, Tuan. Apa Anda membutuhkan sesuatu?" tanya seorang pramugari yang berhasil mengalihkan atensi pria itu.

"Bisakah kamu membawakan satu selimut? Sepertinya gadisku ini sedikit kedinginan." Ujar sang pria.

Ya, Seline sudah tertidur selama lebih dari satu jam yang lalu. Bahkan gadis itu tak meminta selimut pada pramugari padahal Seline tak mengenakan pakaian berlengan panjang.

"Baik, Tuan. Tolong tunggu sebentar."

Pria itu kembali menatap ke arah Seline yang masih tertidur dengan sangat pulas. Setelah itu, dia menatap ke depan dan melihat dua insan yang di depannya tengah asyik berciuman dengan sangat mesra bahkan tangan pria itu nampak menggerayangi tubuh sang gadis. Pria yang duduk di sebelah Seline itu hanya bisa menggeleng pelan.

Tak lama, seorang pramugari datang kembali sembari membawa barang yang dipesankan pria itu.

"Tuan, ini selimutnya."

"Maaf, haruskah saya yang memakaikan selimut ini pada nona yang ada di sebelah Anda?" tanya sang pramugari.

"tidak, biar aku saja."

Pria asing itu menyelimuti tubuh Seline hingga tubuh gadis itu tertutup rapat. Setelah itu, pria itu tanpa permisi mengecup kening Seline dengan penuh kasih sayang.

"Sleep well, ma chérie."

......................

"Hoaamm..."

Seline terbangun dari tidurnya karena merasa terganggu oleh pengumuman dari pramugari yang mengatakan jika pesawat sebentar lagi akan tiba. Gadis pirang mengerjapkan matanya berkali-kali sembari mengumpulkan nyawanya.

Setelah terbangun sepenuhnya, gadis pirang itu melihat ke arah jendela dan masih terkagum dengan pemandangan yang tersaji. Seline pun mulai berandai jika saat itu dirinya mati dan tak kembali mengulang waktu, akankah dia berada di langit sana?

Tapi jika dia tak mendapatkan kesempatan hidup sekali lagi, mungkin Seline tak akan mampu menemui kedua orang tuanya di akhirat mengingat amanah yang diberikan padanya tak dia jalankan dengan benar.

Lama pikiran Seline berkelana, pesawat pun mulai mendarat dengan sempurna. Seline mulai membenahi penampilannya dan bersiap untuk turun. Saat tengah asyik menyisir rambutnya dengan tangan, Seline tak sengaja menoleh ke samping kanan. Dia baru menyadari jika disampingnya sudah ada penumpang lain yang tengah sibuk dengan tabletnya. Kemana saja dirinya tadi? Kenapa baru menyadari jika ada penumpang lain yang duduk disampingnya selama berjam-jam pesawat lepas landas?

Seline pun mengangkat bahunya tak peduli. Gadis pirang itu kembali sibuk mengecek penampilannya melalui kamera ponselnya. Namun detik berikutnya dia seperti tersadar sesuatu. Bukankah pria disampingnya terlihat tak asing? Seline menoleh sekali lagi untuk memastikan penglihatannya.

Tapi sayang, tepat saat Seline menoleh kesamping, pria tersebut beranjak dari duduknya dan berjalan ke luar dari pesawat. Dan tak lama setelah itu, tiba-tiba dirinya dikejutkan dengan suara Gavin yang memanggilnya.

"Sayang, kita keluar yuk." ajak Gavin.

Gadis pirang itu tak menolaknya. Dia berdiri dan mengikuti jejak Gavin dan Lina untuk keluar dari pesawat dan berjalan memasuki bandara. Selama dalam perjalanan, terlihat jika Seline dan Gavin saling bergandengan tangan dan Lina berjalan lebih dulu. Tapi jika diperhatikan lebih lama lagi, terlihat sekali jika gadis pirang itu tak memperhatikan sama sekali apa yang ada disekitarnya. Pikiran gadis pirang itu masih berkelana dengan sosok penumpang disebelahnya.

"Seline, Lo ngelamunin apaan?" Tanya Lina sembari melambaikan tangan di depan wajah Seline.

Seline pun kembali fokus, "Oh, enggak. Sepertinya aku terlalu banyak tidur selama di pesawat."

"Ohh.."

"Eh, Seline, gue numpang sama kalian ya, pulangnya. Soalnya gue nggak ada yang jemput."

"Gavin setuju. tinggal Lonya aja nih. Boleh nggak?" Lanjut Lina.

Seline melirik sebentar dan melihat jika Gavin tengah menatapnya.

"Gimana sayang? Lagipula arah rumah kita bertiga sejalan." tanya Gavin.

"Terserah kamu aja." balas Seline tak minat.

Jawaban tersebut dibalas senyuman oleh Lina, "thank you, Seline."

......................

Saat ini Seline sudah berada di dalam mobil milik Gavin bersama Lina dan Gavin. Tentu Seline duduk di sebelah Gavin dan Lina duduk di belakang. Tak ada yang berbicara selama dalam perjalanan. Mungkin mereka semua kelelahan selama berada di pesawat.

"Sayang, gimana kalau mampir makan dulu?" tanya Gavin.

"Ayo, gue laper banget nih." Celetuk Lina tiba-tiba.

Seline berpikir sebentar, "kayaknya aku nggak bisa deh. Kamu pulangin aku dulu aja ya. Setelah itu, kalian berdua bisa mampir ke restoran terdekat."

"Yahh.. jadi nggak seru dong kalau cuma berdua." Rajuk Gavin.

"Gavin sayang, aku capek banget. Berjam-jam tidur di pesawat nggak bikin tubuhku bugar, malah badanku kayak remuk semua."

"Jadi maaf ya, kali ini kamu makan dulu sama Lina. Aku nggak ikut." Ujar Seline memberi alasan.

"Hufftt.. baiklah. Kamu istirahat yang banyak. Hari ini aku nggak bakal gangguin kamu." Pasrah Gavin.

"Tapi besok, aku yang akan jemput kamu. Kita ke kampus sama-sama." Lanjut Gavin.

"Iya." Balas Seline.

Tak lama setelah itu, mobil berhenti tepat di depan rumah Seline. Seline pun berpamitan dan pergi memasuki rumahnya sendiri sambil menenteng koper miliknya. Dan mobil milik Gavin melesat menjauhi rumah Seline.

Rumah Seline adalah rumah peninggalan kedua orangtuanya. Rumah minimalis berlantai dua itu, kini ditinggali oleh Seline seorang. Beruntung rumahnya termasuk dalam komplek perumahan yang ramai. Dan para tetangga juga selalu peduli dengannya. Juga akan ada satpam komplek yang keliling setiap harinya. Sehingga Seline tak pernah takut apapun.

Seline menghempaskan tubuhnya pada sofa karena kelelahan menyeret koper besar miliknya. Gadis pirang itu kemudian memandangi rumah kosong miliknya. Rumahnya terasa dingin. Mungkin karena selama satu Minggu, tak ada kehidupan di dalam rumahnya.

"Hufftt.. sepertinya aku harus menyewa pembantu. Setidaknya akan ada yang menyambutku ketika aku pulang ke rumah."

Setidaknya Seline harus mulai mencari beberapa orang yang bisa dipercayainya. Tak mungkin gadis kecil sepertinya dengan pengalaman bisnis yang masih minus bisa melawan Gavin sendirian. Seline harus mulai mengumpulkan orang-orang yang bisa membantunya nanti.

Dimulai dengan mencari pembantu yang bisa dia percaya, kemudian berlanjut mencari beberapa orang yang bisa dipercaya untuk mengelola perusahaan di bawah naungannya.

Meski perusahaan pakaian yang diwarisinya bukanlah perusahaan besar dan masih dalam tahap berkembang, tapi perusahaan itu adalah hasil keringat dari kedua orangtuanya yang berasal dari penjahit rumahan. Dan Seline benar-benar tak rela jika kesialannya terulang kembali dan membiarkan perusahaan tersebut jatuh pada orang yang tak berperasaan seperti Gavin.

...****************...

Terpopuler

Comments

Nurul Huda

Nurul Huda

aduh pasangan gak tua malu dipesawat jadi bermesraan.ayo seline mulailah cari orang yang bisa dipercaya jangan manut" sama gavin truss

2023-05-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!