04. Naura Akmilia POV

Suara derit pintu yang seakan baru saja dibuka, namun tak berapa lama kemudian langsung ditutup kembali, membuat keningku mengernyit tanpa sadar. Malam yang kukira begitu panjang, siapa yang akan tahu ternyata terasa begitu singkat begini?

Dengan malas, aku mulai meregangkan otot-otot tubuhku yang entah mengapa terasa begitu berat, tidak seperti biasanya.

Perlahan namun pasti, aku mulai membuka kedua bola mataku walau rasanya begitu berat dan sulit. Beberapa kali aku mengerjap untuk menetralisir rasa kantuk yang masih melanda. Saat berusaha untuk mengubah posisi tidur, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang besar nan berotot, melingkar di pinggangku.

Saat itu juga, aku langsung membalikkan tubuhku, untuk mengetahui apa yang tengah terjadi.

Ya ampun! Mas Calvin? Kok, dia bisa ada di sini?

Demi Tuhan, aku benar-benar terkejut melihat sesosok wajah tampan yang akhir-akhir ini selalu melintasi pikiranku.

Raut wajahnya yang senantiasa tampak tegas namun lembut itu nyatanya saat ini tengah ikut terlelap di sampingku. Bahkan, lengannya yang kekar saat ini tengah melingkar kuat di pinggangku yang tak seberapa.

Diam-diam aku menatap pahatan wajahnya yang begitu sempurna. Salah satu tanganku yang bebas perlahan mulai terangkat hendak menyentuh wajahnya, atau mungkin bulu matanya yang begitu panjang dan cukup lentik.

Astaga! Cobaan apa ini? Pagi-pagi begini aku sudah disuguhkan dengan pemandangan tak biasa, di mana Mas Calvin yang entah sejak kapan tidur di sebelahku. Bahkan, tubuh kami hampir menempel saking tidak berjaraknya posisi tidur kami.

Ingin sekali aku membuka mulut dan memanggil namanya. Namun, perasaan gusar penuh ketakutan itu seakan menghentikan keinginanku. Sehingga berakhirlah aku membangunkan Mas Calvin dengan tanganku yang mengusap permukaan wajahnya beberapa kali.

Terlihat raut wajahnya yang semula masih tampak tenang, perlahan sedikit terusik. Sepasang bola matanya yang terpejam pun mulai mengerjap beberapa kali, hingga pada akhirnya benar-benar terbuka lebar.

Sungguh, aku bingung harus bereaksi seperti apa saat ini! Tatapan mata Mas Calvin yang masih sedikit menampakkan rona sayu terus menatapku tanpa berkedip.

"Na-u-ra! U-udah bangun?" Suara sahutannya yang terdengar terputus-putus, menyadarkanku dari apa yang tengah aku pikirkan.

Dengan cepat aku beranjak dari atas tempat tidur seraya mendorong pelan tubuh Mas Calvin.

Sial! Kenapa wajahku terasa begitu panas? Apakah wajahku sekarang tengah memerah?

"Maaf, aku tidur di samping kamu gak izin lebih dulu. Punggung aku tiba-tiba sakit, makanya aku naik. Naura, kamu gak marah 'kan?"

Sekilas aku kembali menolehkan kepalaku pada Mas Calvin. Karena bingung harus menjawab apa, aku hanya menunduk dengan wajahku yang terasa semakin panas.

Ah, lupakan! Aku lebih baik berlari secepatnya ke kamar mandi sekarang!

"Kamu mau ke mana?"

Langkahku sontak terhenti saat cengkraman tangan dari Mas Calvin menyentuh salah satu pergelangan tanganku. Lagi-lagi aku menoleh ke arahnya yang terlihat memasang ekspresi tak enak hati.

Dengan mencoba menarik napas dalam-dalam, aku memberanikan diri untuk tersenyum. Lewat gestur tangan dan juga mulutku yang bergerak mengucap sepatah kata tanpa suara, dibalas helaan napas lega oleh Mas Calvin.

Syukurlah dia paham maksudku.

"Aku kira kamu mau ke mana. Tapi, kamu gak marah 'kan?"

Mencoba untuk mempersingkat waktu, aku pun menggeleng pelan sebagai jawaban atas pertanyaan Mas Calvin. Tak ingin terus berlama, dengan segera aku berlari meninggalkan Mas Calvin yang dibuat memaku di tempatnya.

...****...

"Vin, gimana tidurnya? Aman?"

Langkahku yang baru memasuki dapur, seketika langsung berhenti selepas mendengar ucapan yang cukup ambigu dari Papa Divo.

Walau ucapan itu bukan ditujukan langsung padaku, entah mengapa rasanya aku ikut tersindir. Mencoba untuk menetralisir perasaan aneh yang menggebu, aku pun berjalan menghampiri Mama Fani yang tengah berkutat memasak sarapan. Senyumnya tiba-tiba merekah ketika setibanya aku di sampingnya.

"Gimana tidurnya? Nyenyak?"

Ada yang tidak beres. Kenapa pertanyaan dari Papa Divo dan Mama Fani terdengar sama?

Diam-diam aku melirik ke arah Mas Calvin yang terlihat gelagapan di tempatnya.

Fix, pasti ada sesuatu.

"Oh, ya, Naura! Mama mau minta maaf satu hal sama kamu. Tadi pagi ... Mama gak sengaja buka pintu kamar kalian buat ngecek sesuatu. Eeh, ternyata kalian lagi tidur berdua sambil peluk-pelukan. Maafin Mama, ya!"

Tuh, 'kan!

Gimana ini? Ternyata Mama Fani melihat semuanya! Kenapa rasanya malu sekali? Anehnya, kenapa rasanya aku ingin menangis? Kedua bola mataku tanpa sadar mulai berkaca-kaca.

"Lho, kamu nangis? Mama minta maaf, ya, Naura! Mama gak maksud buat ngintipin kalian, kok, serius! Mama cuman-"

"Naura kenapa?"

Suara Mas Calvin yang ikut-ikutan, rasanya semakin membuatku ingin menangis dan menenggelamkan wajahku di dasar lautan.

Mas Calvin, please! Jangan bikin aku tambah pengin nangis! Aku maluuu!

"Ck! Mama, kok bikin Naura nangis, sih? Ini masih pagi, lho, Mah! Nanya apa hayo sama Naura!" Suara Mas Calvin yang kembali terdengar, membuatku semakin tidak ingin lagi berada di lingkungan ini.

Aku ingin kabur saja!

"Ih, enggak! Mama cuman mau minta maaf sama Naura, soalnya tadi pagi Mama gak sengaja ngintipin kalian lagi bobo bareng. Itu aja, kok!"

"Ya ampun, Mah, Mah!" Terdengar suara decak pasrah yang berasal dari mulut Papa Divo.

Sedangkan Mas Calvin yang mulai mengetahui alasan mengapa aku demikian, perlahan dia mulai menutupi wajahnya, sambil sesekali mengurutnya pelan.

Pasti Mas Calvin juga malu.

"Fani, wahai istriku tercinta. Gimana kalau pagi ini kita sarapan berdua aja di luar? Tiba-tiba aku kepengin bubur ayam di pengkolan. Kita beli bubur aja, yuk!"

"Tapi ... aku udah masak-"

"Gak pa-pa, sekali-sekali. Yuk! Kita duluan, ya, Vin!"

Tamatlah sudah! Pasti setelah ini, Mama Fani akan terus meminta maaf padaku. Walau sekarang Mama Fani dibawa pergi oleh Papa Divo, tetap saja akan ada hari esok dan nanti.

...****...

"Naura! Soal yang tadi, aku minta maaf, ya! Harusnya aku-"

Wajahku rasanya kembali memanas mendengar ucapan Mas Calvin yang sepertinya hendak kembali mengungkit masalah tadi pagi. Dengan cepat aku membekap mulutnya sampai membuatnya menghentikan ucapannya.

Terdengar suara kekehan pelan dari mulut Mas Calvin, membuatku sontak memokuskan pandangan padanya. Perlahan, tangannya yang besar mulai menjauhkan tanganku yang masih setia membekap mulutnya.

"Maaf!"

Haduuh ... ini Mas Calvin kesambet apa, sih? Kok, dia jadi manis sama perhatian gini? Mana sekarang tangan sama bibirnya udah mulai nakal, lagi. Main cium-cium punggung tangan orang!

Nanti kalau aku baper gimana?

Kita 'kan menikah bukan karena saling mencintai. Aku takut suatu hari ketika aku jatuh cinta sama Mas Calvin, Mas Calvin akan pergi untuk mencari cinta sejatinya.

Tuh, 'kan jadi insecure!

Tapi, ya, gimana gak insecure coba. Punya suami ganteng, sempurna, sedangkan istrinya? Orang yang melihat pasti pada ngetawain Mas Calvin, karena mau-mau saja menikahi perempuan bisu sepertiku.

"Hei! Kok, cemberut lagi? 'Kan, aku udah minta maaf! Kamu masih kesel?" Dengan segera aku menggelengkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaannya.

Seperti yang dikatakan Mas Calvin, aku sedang cemberut saat ini. Kesal saja rasanya, tidak tahu kenapa!

"Udah, dong. Jangan kesel lagi, ya! Oh iya, hari ini ada program bazar sama acara-acara gitu di kampus. Tiap tahun selalu diadain untuk memperingati hari ulang tahun kampus gitu. Kebetulan semua fakultas gak akan ada kelas selama dua hari ini. Em, gimana kalau kamu ikut aku ke sana?"

Tanpa berniat berpikir lebih panjang, langsung saja aku menolak ajakan Mas Calvin dengan menggelengkan kepalaku, lagi. Tampak raut wajahnya yang semula ceria langsung berganti murung.

Sebenarnya, aku mau ikut, sungguh! Tapi, aku gak mau bikin Mas Calvin malu! Nanti dia diketawain lagi gara-gara bawa istrinya yang bisu ke kampus.

Pokoknya, aku gak boleh bikin Mas Calvin diketawain!

"Kok, gitu?"

Aku bingung harus membalas seperti apa. Hapeku ditaruh di kamar, jadi aku tidak bisa mengetikkan apa yang ingin aku sampaikan pada Mas Calvin. Jikalau pakai bahasa isyarat, sejujurnya aku tidak pernah belajar bahasa isyarat.

"Nih! Coba tulisin alasannya, kenapa gak mau ikut?" Seolah paham dengan rona kebingunganku, Mas Calvin menyerahkan ponselnya yang menampilan tampilan aplikasi notes.

Tanpa berniat membuatnya menunggu lebih lama, aku pun meraihnya dengan senang hati. Lalu mulai mengetikkan alasanku di sana.

Aku takut.

"Takut? Takut kenapa? 'Kan sama aku!"

Aku takut bikin Mas Calvin malu.

Raut wajahnya langsung berubah kecewa selepas membaca deretan teks yang aku perlihatkan padanya.

Apa ... sebaiknya aku gak sejujur itu, ya? Jangan-jangan Mas Calvin marah!

"Kok, gitu? Nih, ya, Nau! Aku tuh nerima kamu apa adanya. Kenapa juga aku harus malu?"

Bohong!

Kalau bukan karena tragedi malam itu, Mas Calvin mana mau nikah sama aku!

Jika saja isi hatiku barusan aku luapkan, entah akan seperti apa raut wajahnya. Pasti Mas Calvin langsung canggung dan gak mau nanya-nanya lagi sama aku.

"Naura! Mau ikut, ya? Please! Aku janji, aku akan jagain kamu! Aku gak akan biarin kamu pergi sendirian! Dan lagi, tolong jangan mikir yang aneh-aneh soal; aku bisa malu gara-gara ini, gara-gara itu. Enggak, Nau! Di mata aku, kamu itu sempurna. Perempuan paling sempurna setelah Mama."

Iih! Mas Calvin kenapa, sih, mulutnya jadi manis begini? 'Kan, aku jadi malu kalau terus-terusan dipuji begitu. Jadinya aku bingung, deh, antara mengikuti ajakan Mas Calvin, atau tetap menolak seperti yang sudah aku janjikan pada diriku sendiri.

Saat aku kembali menoleh untuk melihat wajahnya, rona memelas terpampang jelas di sana.

Dasar ngeselin!

"Mau, ya?"

Dengan menarik napas dalam-dalam terlebih dahulu, pada akhirnya, aku mengangguk menyetujui ajakan Mas Calvin. Walau rasanya begitu berat hati, tetapi membuat Mas Calvin sedih, rasanya aku juga tidak berani.

"Yes! Makasih, Naura."

Lihatlah saat ini. Rona memelas di wajahnya sudah melebur entah ke mana. Hanya ada seulas senyuman manis yang lagi-lagi membuatku salah tingkah ketika menatapnya.

Mas Calvin, please! Kalau senyum jangan ganteng-ganteng, bisa? Sudah berapa perempuan yang kamu buat baper begini? Pasti bukan cuma aku saja.

^^^To be continued...^^^

Terpopuler

Comments

Anya

Anya

nyesekkkk

2023-04-27

0

Anya

Anya

terdeteksi: BUCIN

2023-04-27

0

Anya

Anya

malunya smpe sini loh nau🤣😭

2023-04-27

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!