Malam harinya Risa diperbolehkan untuk tinggal bersama Delia dan Dafa di rumahn baru mereka, tentu Yessi mengizinkan hal itu terutama untuk rencana yang akan dilakukannya bersama Risa.
Kini Delia mempersiapkan makanan untuk mereka bertiga makan malam. Risa juga ada di dapur malam itu untuk membantu, sementara Dafa, ia baru saja pulang bekerja dan merasa lelah nan memilih untuk istirahat sejenak di kamarnya, pria itu tetap pergi bekerja walau itu hari pertama ia pindah ke rumah barunya.
“Kak, ibu mertua kakak tadi menyuruhku untuk memberi tahumu. Kakak diminta untuk datang ke rumahnya dan membantunya untuk membereskan pakaiannya serta membersihkan rumahnya. Dia bilang dia akan datang ke sini juga untuk tinggal bersama dengan kita, ”Risa membisikan ucapannya.
“Kenapa tiba-tiba? ”tanya Delia dengan bingung.
“Kakak bisa menanyakannya dengan beliau.” Ucap Risa dengan berbisik lagi.
“Kenapa berbisik? ”Tanya Delia, menirukan bisikan Risa.
“Aku tidak ingin mengganggu istirahat kakak ipar ... dan diantara banyaknya kamar, kenapa kalian malah memilih kamar di dekat dapur ini? Aku jadi tidak nyaman untuk berbicara keras.” tanya Risa dengan kesal sekaligus heran. Karena kamar dan dapur sangat dekat sekali lokasinya.
“justru dekat dengan dapur, aku dan kakak iparmu bisa makan saat di tengah malam merasa lapar atau saat aku lupa membawa air minum ke kamar. Kamu sudah memutuskan ini sejak lama.” ucap Delia dengan senyuman karena merasa hal sederhana itu membuatnya bahagia.
Suara ketukan antara piring dan sendok terdengar jelas di atas meja makan Delia. Wanita itu makan dengan cepat dibanding Dafa dan Risa. Karena tahu sang mertua tengah menunggunya di kediamannya, Delia tidak bisa mengulur waktu lagi, terlebih ia tahu bagaimana tempramen sang mertua.
Dafa yang menyadari hal itu ketika Delia tersedak pun mulai penasaran. “Tidak ada yang akan mengambil makanan mu itu, makan lah perlahan. Kenapa dengan kecepatan makan mu hari ini, apakah ada lomba ‘makan paling cepat ’di sini?” Ucap Dafa seraya memberikan Delia segelas air putih.
Delia meminum air yang Dafa berikan. “Ibu menungguku di kediaman, aku harus cepat atau ibu akan marah nanti. Maaf tapi tidak apa-apa kan meninggalkan kalian berdua. Atau dari kalian ada yang mau ikut? ” tanya Delia seraya menatap mereka secara bergantian. Makanan di dalam mulutnya bahkan belum terkunyah habis.
Karena tidak ada yang mengajukan diri, pada akhirnya Delia dengan cepat beranjak dari tempatnya.
“Aku mungkin akan pulang besok pagi. Risa,tolong bantu aku menyiapkan sarapan untuk kakak iparmu besok. ” Pekik Delia tergesa-gesa.
“Aku bisa melakukan nya sendiri.” Dafa mengatakannya. Namun sepertinya, perkataannya tidak didengar karena Delia sudah berlari meninggalkan meja makan.
Dafa merasa jengkel dan berpikir jika ibunya sudah kelewatan. Ingin marah namun hal itu sangat akan menyakiti perasaan beliau yang telah membesarkannya. Ia juga tidak tega melakukan hal itu dan hanya bisa diam saja menyaksikan istrinya yang ditindas secara perlahan.
Risa yang memperhatikan Dafa sedari tadi mulai merasa kesal juga. Terasa harga dirinya tercoreng karena pria itu tidak melirik dirinya sama sekali.
Bukan sekadar dilirik untuk dilihat. Risa menginginkan hal lebih dari itu. Wanita itu mendekati Dafa dengan alasan membereskan piring kotor milik kakaknya.
“Taruh saja itu, aku akan membersihkannya nanti. Pergilah tidur, bukankah besok kamu harus bekerja?” ucap Dafa dengan lembut.
Lagi dan lagi, hati Risa bagaikan es batu yang meleleh karena api yang panas. Apa ini yang selalu Delia rasakan. Hanya itu yang ia pikirkan ketika melihat atau mendengar suara dan senyuman Dafa.
Risa duduk di kursi samping tempat duduk Dafa. “Kak, aku ingin menanyakan saran tentang hubungan. Apa kakak bisa membantuku untuk menjawabnya? ” tanya Risa dengan intens
“Katakan lah. ”Dafa membereskan piring kotor lalu mencucinya.
Risa paham dengan apa yang dilakukan Dafa. Ia bisa bercerita ketika Dafa tengah mencuci piring.
“Saat masa sekolah, dulu aku memiliki seorang teman perempuan yang sangat cantik, dia dikenal oleh banyak kalangan remaja yang lumayan tampan dan mapan ... Suatu hari seorang remaja yang lumayan kusukai sejak lama, tiba-tiba mendekatiku.”
Dafa menyimak cerita Risa sambil menggosok piring kotor.
“Aku pikir, dia menyadarinya. Kalau aku menyukainya. Tapi, aku hanya dijadikan sebuah alat untuk kedekatan hubungannya dengan teman cantikku itu.” imbuhnya. Sepanjang cerita itu, Risa tidak melepas pandangannya terhadap Dafa.
“Lalu apa yang akan kamu lakukan? ” Tanya Dafa setelah menyimak.
“Kini mereka sudah menikah, kak. Menurut kakak, apa perlu aku lupakan begitu saja. Hatiku terasa sakit sampai sekarang.”
“aku masih mencintai pria itu ...” Risa menunduk seolah dirinya adalah korban yang telah dilecehkan harga dirinya ketika Dafa mulai memandangnya.
“Apa masih begitu sulit untuk melupakannya?” Risa mengangguk, mengiyakan pertanyaan Dafa. Pria polos itu benar-benar sangat mempercayai Risa.
Dafa beranjak dari tempatnya dan membuka lemari tempat penyimpanan barang. Dafa mengambil sebuah alkohol lalu membuka lemari lainnya untuk mengambil gelas.
“Kakak mau apa? ”Tanya Risa dengan penasaran.
“Mau minum bersama? ”
“Sebagai pria aku merasa sangat bersalah, tidak seharusnya sampah itu disebut sebagai pria. ” ucap Dafa dengan sarkas seraya menuangkan minuman alkohol ke dalam gelas.
Risa menyelipkan sebuah senyuman, merasa Dafa begitu lucu. Ia berandai andai, jika saja Dafa adalah suaminya. Malam itu mungkin akan menjadi malam panas antara mereka.
Melamum dalam senyum sumringah dembuat Dafa melambaikan tangannya di depan wajah Risa beberapa kali.
“Apa yang kamu pikirkan, Risa? ” tanya Dafa untuk kesekian kalinya.
Ketika tersadar, Risa mengusap wajahnya dengan kasar beberapa kali. Ia merasa sedikit malu dengan tingkahnya.
“Jika bisa memilih, ‘Balas dendam’atau ‘Merebutnya ’ dari teman cantikku itu? ”
“bagaimana menurut kakak? ” Tanya Risa dengan intens sambil meminum alkohol yang dituangkan oleh Dafa tadi, hanya dalam sekali teguk.
“Tidak baik meminumnya seperti itu! ” Pekik Dafa seraya memegang tangan Risa.
Saat itu, Dafa hanya ingin mengambil gelas dari tangan Risa. Namun, sasaran tangan meleset dan malah memegangi tangan Risa.
Risa merasakan pusing karena berlebihan saat meminum alkohol. Walau begitu, mata mereka masih saja saling bertatapan.
Hasrat yang dipendam Dafa beberapa hari ini, mulai bangkit kembali. Terlebih dirinya yang sadar dengan pakaian Risa yang agak minim.
Mereka duduk berdampingan membuat semua terlihat jelas. Baju Risa yang kurang bahan membuat pusar perutnya terlihat dengan jelas. Belum lagi, pada bagian dadanya yang terlihat jelas belahannya.
Rok pendek,dengan kakinya yang hanya di tutupi stocking. Semua hal itu membuat Dafa menelan salivanya dengan susah payah.
“Kepribadian mereka sungguh sangat berlawanan, ” Mereka yang di maksud tidak lain dan tidak bukan adalah Delia dan Risa.
“Oh tuhan, apa aku juga sudah mabuk padahal belum meminum sedikitpun alkohol?”
Sementara memikirkan hal itu, Risa tiba-tiba saja merobohkan tubuhnya. Membuat suara benturan yang keras antara kepalanya dan meja makan.
Yah, pegangan yang tadi lepas begitu saja.
Melihat Risa yang tertidur lelap seperti itu, membuat Dafa berinisiatif untuk membawanya ke kamar nya.
Eits, bukan kamar Dafa ya, melainkan kamar milik Risa. Pikiran pria itu sangat tidak dangkal. Namun, hasrat dan pikiran? Dari kedua hal itu, mana yang lebih tinggi?
Setelah meletakkan Risa di atas kasur. Semua hal yang terlihat agak buram tadinya kini terlihat begitu sangat jelas.
Tidak ingin melewati batas, Dafa dengan cepat keluar dan mengunci kamar Risa.
Namun, entah apa yang di pikirkannya. Dafa kembali masuk ke kamar Risa dan melakukan sesuatu.
Setelahnya, Dafa keluar dengan pakaian yang agak berantakan, begitu juga dengan rambutnya.
.
.
.
Tapi ngapainnya babang Dafa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments