Davina menghembuskan nafas kasar, ketika selesai berbicara dengan Nathan terlintas kenangan yang telah mereka lalui bersama. Tidak bisa dipungkiri, 5 tahun bukanlah waktu yang singkat. Banyak hal yang telah terjadi, semua peristiwa yang dilalui bersama Nathan membekas disisi hati Davina yang lain.
Paras Nathan termasuk jajaran pria tertampan di kotanya. Keluarga Nathan juga bisa dibilang masuk dalam 10 orang terkaya di negaranya. Tapi masih dibawah kekayaan keluarga Davina dan Marvin. Davina sudah mengenal orangtua Nathan dengan baik. Orangtua Nathan memperlakukan Davina dengan sangat baik sudah seperti anaknya sendiri.
Sekelebat ingatan itu kini sudah berubah menjadi perasaan yang campur aduk yang bersemayam dihati Davina. Memang kenyataan itu selalu penuh dengan kejutan. Banyak hal-hal yang tidak terduga akan terjasi dan tidak dapat dihindari. Kecewa dan terluka sudah menjadi bumbu disetiap perjalanan manusia.
"Semoga setelah ini aku tidak dibutakan lagi oleh cinta palsu seorang pria." gumam Davina penuh harap.
Dalam hati kecilnya, ia juga ingin memiliki cinta yang tulus yang tidak memandang statusnya.
"Tapi masihkah ada cinta seperti itu?" tanya Davina dalam hati kemudian terdengar helaan nafas berat.
"Sudahlah jalani saja. Jika Tuhan memberiku jodoh yang baik maka aku akan bertemu dengan pria yang tepat." ucap Davina seraya berdoa agar Tuhan memberikan kebaikan dalam hidupnya.
Keluarga Davina mendidiknya dengan sangat baik. Harta dan tahta tidak membuat orangtua Davina mengesampingkan perihal ibadah dan menjadi contoh yang baik untuk anaknya.
"Ah aku jadi kangen Ibu dan Ayah." gumam Davina melirik jam yang masih menunjukkan pukul 7 malam.
Tut Tut
Davina mendial nomor orangtuanya.
"Malam, Sayang. Ada apa?" suara wanita terdengar lembut ditelinga Davina.
"Ibu, Vina kangen." ucap Davina lirih.
"Apa yang terjadi, Sayang? Apa kau mengalami kesulitan?" tanya Sera, ibu kandung Davina.
"Tidak, Ibu. Aku hanya merindukan Ibu dan Ayah." jawab Davina yang tak terasa menitikkan airmatanya.
"Kau tidak bisa membohongi Ibu, Nak. Are you okay dear?" tanya Sera membuat Davina tak kuasa lagi menahan tangisnya.
Terdengar suara isak tangis, dengan cepat Sera memanggil suaminya.
"Yah, sepertinya sesuatu terjadi dengan Vina." ucap Sera memberi tahu suaminya, Adam Carlos.
Keluarga Carlos merupakan keluarga terpandang di negara Z. Kedudukannya tidak hanya penting didunia bisnis tapi juga di dunia hitam. Kekuasaan Carlos tidak perlu diragukan lagi. Adam Carlos merupakan salah satu pemimpin mafia yang yang paling ditakuti dinegaranya bahkan diluar negeri.
Adam menutup laptopnya kemudian meminta Sera untuk mengaktifkan pengeras suara agar bisa berbicara dengan putri kesayangannya.
"Nak, apa yang terjadi? Bicaralah pada Ayah." suara bariton itu mampu membuat Davina menghentikan tangisannya.
Terdengar deru nafas Davina, Sera dan Adam hanya saling berpandangan kemudian memberikan sedikit waktu agar putrinya bersedia menceritakan apa yang sedang dialami saat ini.
Setelah tenang, Davina meneguk segelas air kemudian kembali bersuara.
"Ayah, Ibu.. Davina merindukan kalian." ucap Davina lirih, suaranya masih terdengar serak akibat selesai menangis.
"Kami juga merindukanmu, Sayang. Apakah kau ingin Ayah dan Ibu berkunjung ke tempatmu?" tanya Adam menawarkan.
Adam selalu saja meminta pendapat putrinya terlebih dahulu jika ingin melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan Davina. Adam tidak ingin gegabah dan membuat putri tunggalnya itu merasa tidak nyaman dengan perbuatannya.
"Tidak perlu, Ayah." jawab Davina.
"Lalu apakah kau tidak ingin menceritakan sesuatu kepada Ayah dan Ibu?" tanya Adam dengan nada lembut.
Adam sangat berbeda jika berhadapan dengan keluarganya. Sifatnya yang terkenal kejam dan bengis di dunia gelap namun saat berinteraksi dengan orang-orang tersayangnya Adam berubah menjadi sosok yang lembut dan penuh kasih sayang, seperti dua orang yang berbeda.
"Vina dan Nathan sudah putus, Yah." jawab Davina jujur.
Adam dan Sera saling berpandangan tidak percaya dengan perkataan putrinya.
"Kau serius, Nak?" tanya Sera memastikan.
"Iya, Ibu. Aku sudah mengakhiri hubunganku dengannya dan aku tidak ingin punya hubungan apapun lagi dengan Nathan." jawab Davina santai.
"Apakah tikus kecil itu menyakitimu?" tanya Adam penasaran.
"Iya dia berkhianat dan sekarang dia sudah akan menjadi calon ayah." ucap Davina.
Jawaban Davina membuat Adam menggertakkan giginya.
"Dasar tikus brengsek tidak tau untung!" ucap Adam penuh amarah.
"Ayah, tahan amarahmu. Dengarkan Davina dulu." suara lembut Sera membuat Adam harus mengontrol emosinya.
"Ayah, dengarkan Vina." terdengar kembali suara putri kesayangannya itu.
"Aku baik-baik saja, Ayah. Bahkan setelah aku mengetahui kebenarannya, aku tidak merasakan sakit hati. Aku hanya merasa kecewa kenapa untuk mengakhiri sebuah hubungan dia harus memilih jalan berkhianat." ucap Davina yang terdengar sangat santai.
Adam dan Sera bisa menangkap jelas bahwa putrinya itu memang baik-baik saja.
"Ayah dan Ibu tidak perlu khawatir. Aku bisa melindungi diriku sendiri." tambah Davina lagi agar orangtuanya itu mempercayainya. Kalau tidak, orangtuanya itu akan membuat Davina kerepotan karena menambah orang untuk mengawal dan mengawasinya lagi.
"Syukurlah. Kami percaya padamu, Nak." ucap Sera lega.
"Apa putriku ingin Ayah melakukan sesuatu untuk membalas perbuatan tikus kecil itu? Ayah bisa menghilangkannya dari muka bumi ini." tanya Adam membuat Davina merinding.
"Tidak perlu, Ayah. Lebih baik simpan tenaga Ayah daripada mengurusi kotoran kecil itu." jawab Davina seketika membuat Adam menyimpulkan senyum diwajahnya.
"Sepertinya darah Ayah sudah mulai mendominasimu." ucap Adam memancing suara tawa kecil Davina.
Adam dan Sera lega mendengar putrinya sudah kembali ceria. Bagi Adam kebahagiaan putrinya memanglah hal yang sangat berharga. Untuk itu pula, Adam dengan sengaja menyembunyikan identitas putrinya untuk melindungi putri semata wayangnya dari incaran musuh-musuhnya.
Adam sudah paham bagaimana kejamnya dunia hitam dan liciknya dunia bisnis. Adam ingin menyembunyikan Davina dari incaran aliansi pernikahan yang hanya akan mengorbankan kebahagiaan putrinya. Sebagai seorang ayah, Adam tidak rela jika putrinya harus terjebak dengan pernikahan palsu yang hanya ingin mengambil keuntungan materil dan nama besar dari keluarganya. Adam tidak ingin Davina menjadi alat yang digunakan oleh para musuh untuk melawannya.
"Apa kau ingin berlibur sejenak, Sayang?" tanya Sera menawarkan.
"Boleh juga, Bu. Tapi menunggu libur semester tiba saja." jawab Davina.
"Ayah bisa memintakan izin kepada rektor kampusmu." kata Adam.
"Tidak perlu, Ayah. Itu akan memancing kecurigaan orang terhadap identitasku, Ayah." sahut Davina cepat mengingatkan orangtuanya agar tidak melakukan hal-hal ceroboh yang akan memberikan celah bagi musuh.
"Astaga, Ayah lupa. Maafkan Ayah, Nak. Hampir saja Ayah bertindak gegabah dan membahayakan keselamatanmu." kata Adam tersadar dan merasa bersalah.
"Tidak apa-apa, Ayah. Aku paham kekhawatiran Ayah dan Ibu. Tapi ingat, Ayah dan Ibu harus berdiskusi lebih dulu kepadaku sebelum mengambil tindakan apapun yang akan mempengaruhi kehidupanku. Ayah dan Ibu bisa berjanji padaku, kan?" ucap Davina.
"Iya Nak. Kami berjanji." sahut Adam dan Sera kompak.
"Baiklah kalau begitu. Vina sayang Ayah dan Ibu." kata Davina lembut.
"Kami juga menyayangimu, Sayang. Jaga diri baik-baik, ya Nak. Ibu dan Ayah selalu mendoakan kebaikan untukmu." ucap Sera dengan penuh harap.
"Baik, Ibu. Kalian juga jaga diri baik-baik ya. Ayah jangan sering marah-marah nanti cepat keriput. Ibu titip Ayah ya." balas Davina sengaja menggoda orangtuanya agar tidak terlalu hanyut dalam suasana haru lebih lama lagi.
"Dasar kau ini. Sudah selamat beristirahat, Nak. Jangan telat makan malam. Kalau sampai Ayah mendengar kamu sakit, Ayah akan membawamu pulang secara paksa." ancam Adam yang justru membuat Davina terkekeh.
"Ibu dengarkan? Ayah kejam sekali." ucap Davina mengadu kepada ibunya, agar mendapat perlindungan.
"Sudah sudah kalian ini tidak ada habisnya kalau berselisih. Jangan mengajakku dalam permasalahan kalian." kata Sera tidak ingin ikut campur dengan perdebatan anak dan suaminya.
Terdengar suara gelak tawa dari Davina.
"Baiklah, Bu. Vina tutup telponnya ya. Aku sayang kalian." ucap Davina berpamitan.
"Ayah, Ibu juga menyayangimu." ucap Adam dan Sera bersamaan.
Tut Tut
Panggilan suara pun terputus.
Terlihat wajah Davina sudah kembali berseri setelah berbicara cukup lama dengan kedua orangtuanya. Ternyata memang benar, hanya orangtuanya lah yang benar-benar tulus mencintai dirinya tanpa syarat. Davina senang karena memiliki tempat pulang yang aman dan nyaman.
"Nasi goreng, mie goreng, capcay.." teriak abang-abang yang menuntun gerobaknya berkeliling kampung.
"Kebetulan sekali." gumam Davina segera menyambar dompetnya kemudian berlari keluar dari kamarnya.
"Bang, nasgor spesial dua pedas ya!" teriak Davina yang langsung menghentikan langkah penjual nasgor keliling itu.
"Baik, Nona. Tunggu sebentar ya." ucap abang-abang yang mungkin berumur 30 tahunan.
Davina hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju kemudian mengetuk pintu kamar yang ada disebelah kamarnya.
"Mely, keluarlah! Ayo makan malam denganku." ajak Davina kepada bodyguard yang menyamar sebagai teman kampusnya.
Ceklek!
"Astaga! Ada apa dengan dirimu, Mel?" tanya Davina heran.
Pintu pun terbuka, Davina terkejut dengan penampilan Mely yang terlihat sangat berantakan. Rambutnya nampak awut-awutan khas seperti orang bangun tidur.
"Maaf, saya baru bangun tidur Nona." jawab Mely kikuk.
"Untung saja, aku kira kau sedang depresi." sarkas Davina.
"Ah bukankah Nona yang seharusnya depresi karena putus dengan Tuan Nathan?" tanya Mely yang ucapannya lolos begitu saja membuat Devina memberikan tatapan tajam pada bodyguard yang sudah menemaninya selama 7 tahun ini.
"Rupanya mulutmu itu berani sekali." sindir Davina membuat Mely tersadar akan ucapannya.
Mely segera membungkam mulut dan merutuki kebodohan atas kelancangannya menyinggung permasalahan pribadi majikannya.
"Maafkan aku, Nona. Aku tidak bermaksud.."
"Cepat rapikan dirimu sebelum tanganku ini mencabut semua gigi-gigimu!" ucap Davina dengan penekanan seketika membuat Mely merinding ketakutan.
"Ba-baik Nona." ucap Mely terbata kemudian berlari menuju kamar mandi
BLAM!
Davina menutup pintu kamar Mely dengan keras sehingga membuat Mely terjingkat karena terkejut.
Davina tidak marah, dia hanya sengaja melakukan itu untuk menakuti Mely. Melihat raut ketakutan dan panik diwajah Mely membuat Davina terkekeh puas.
Davina duduk di kursi depan kos untuk menunggu nasi goreng pesanannya. Bau harum bumbu rempah dan cabai menusuk hidung Davina membuat perutnya semakin tidak sabar menunggu makan malamnya itu.
"Dibungkus atau makan langsung, Non?" tanya abang penjual nasgor.
"Makan disini saja, Bang. Es teh manis dua ya." jawab Davina kemudian menunjukkan dua jarinya sebagai isyarat kepada sang pedagang keliling itu.
"Baik, Non." sahut abang nasgor antusias.
Beberapa menit kemudian nasi goreng dan es teh manis pesananan Davina sudah jadi bersamaan dengan Mely yang keluar dari kamarnya.
"Duduk dan makanlah." titah Davina yang langsung dituruti oleh Mely.
Mely masih berasa bersalah, ia hanya mengikuti perintah Davina tanpa bersuara. Mely takut akan salah bicara lagi dan membuat majikannya semakin marah.
"Apa kau sariawan? Kenapa tiba-tiba jadi pendiam biasanya berisik sekali." tanya Davina menyindir bodyguardnya yang setiap hari tidak berhenti berbicara. Bawahannya itu memang sangat cerewet bahkan sering tidak bisa memfilter bicaranya yang terkadang membuat Davina kesal setengah mati.
"Tidak, Nona. Maafkan perkataan saya tadi, Nona." ucap Mely dengan penuh penyesalan.
"Habiskan makananmu. Tidak perlu mengungkitnya lagi." sahut Davina yang tidak melirik Mely sama sekali.
"Ba-baik, Nona." ucap Mely yang semakin diliputi rasa takut akan kemarahan nona mudanya.
"Ah, Nona benar-benar marah padaku. Apa malam ini aku akan kehilangan pekerjaanku?" gumam Mely yang sudah tidak bisa menikmati nasi goreng yang ia masukkan ke mulutnya.
Kepanikan dan ketakutannya membuat Mely susah menelan makan malamnya ini.
"Jika kau tidak menghabiskan makananmu malam ini aku akan memberimu hukuman!" perkataan Davina membuat Mely segera memasukan nasi goreng ke mulutnya dan menelannya dengan cepat.
Untung saja tidak tersedak. Davina yang mendapati ketakutan Mely hanya tersenyum miring.
"Itulah akibatnya kalau kau terlalu berani denganku." batin Davina diiringi senyum aneh dibibirnya.
-BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Gak perlu ngototin tangan utk seorang pengkhianat kek gitu,untung taunya sebelum nikah..
2024-06-04
0
Qaisaa Nazarudin
Woooww ternyta bukan kaleng kaleng keluarga Vina,Ku pikir Cupu ternyata Suhu..👏👏👍👍
2024-06-04
0