Entah berapa lama Davina berada di telaga itu, matahari sudah mulai menyembunyikan sinarnya. Warna kilatan jingga dilangit sore itu membuat takjub mata Davina. Sudah cukup lama baginya tidak menikmati ketenangan sederhana seperti ini.
"Waktu terus berlalu, langkah kaki pun harus terus bergerak maju." ucap Davina lirih sembari mengatur nafasnya lagi.
Tanpa Davina sadari di seberang telaga itu ada sosok yang mengamatinya sedari tadi. Seorang pria yang hanya menyunggingkan senyum tipis saat melihat gerak gerik Davina.
"Johan, sepertinya aku sudah tahu siapa yang akan menjadi istriku." ucap pria itu dengan senyum aneh tersemat dibibirnya.
"Maksud, Tuan?" tanya Johan yang merupakan anak buah dari pria berkaca mata hitam yang mengamati Davina dari kejauhan.
"Kau akan segera tahu nanti. Ayo kita pergi, aku tidak ingin kehilangan calon istriku." jawabnya membuat Johan semakin bingung dan penasaran.
Marvin Harris, seorang tuan muda dari keluarga Harris yang merupakan keluarga terkaya nomor satu di negara A. Usianya yang sudah menginjak 30 tahun mendapat desakan dari anggota keluarga agar segera melepas masa lajangnya. Bahkan tetua Harris mengancamnya akan mencoret namanya sebagai ahli waris jika tahun ini masih tidak membawa pulang seorang wanita bersamanya. Bukan Marvin tidak laku, ketampanannya bisa membuat para wanita tidak berkedip sama sekali. Hanya saja Marvin tidak ingin terjebak dengan pesona wanita-wanita murahan yang hanya ingin menikmati hartanya. Kesibukannya dengan dunia bisnis membuatnya tidak sempat memikirkan menjalin hubungan dengan wanita manapun. Banyak wanita yang berniat melemparkan tubuhnya secara gratis kepada Marvin, tapi itu malah semakin membuatnya jijik.
Marvin dan Johan sudah berada didalam mobil, namun Johan kebingungan karena ia masih menunggu perintah dari Marvin untuk melajukan mobilnya.
Mata Marvin masih mengamati gadis manis yang sedang berdiri di trotoar yang tak lain adalah Davina. Setelah Davina memasuki sebuah mobil barulah Marvin memerintahkan Johan untuk melajukan mobilnya.
"Ikuti mobil itu tapi tetap jaga jarak jangan sampai terlihat." titah Marvin yang langsung diangguki oleh Johan.
Sebenarnya Johan sangat penasaran dengan tuan mudanya dan ingin mengajukan beberapa pertanyaan, namun ia hanya bisa memendamnya dan memilih mengikuti perintah atasannya saja.
Mobil hitam mewah milik Marvin mengikuti mobil yang ditumpangi oleh Davina. Butuh waktu 20 menit barulah mobil itu berhenti disebuah perkampungan yang ada belakang kampus ternama dikota A.
"Sepertinya gadis itu mahasiswi disini." ucap Marvin yang terdengar samar di telinga Johan.
"Apa Tuan mengatakan sesuatu?" tanya Johan.
"Ehm. Tidak, aku tidak mengatakan apapun." jawab Marvin kikuk.
Johan hanya memandang dari kaca mobil untuk melihat ekspresi tuannya, namun hanya wajah datar dan dingin yang ia lihat. Marvin dengan cepat dan sangat pintar mengubah ekspresi wajahnya agar tidak terbaca oleh orang lain.
Dari seberang jalan Marvin bisa melihat gadis yang ia ikuti turun dari mobil itu kemudian berjalan menuju sebuah gang sempit.
"Kau tunggu disini. Ada sesuatu yang harus aku lakukan." ucap Marvin.
"Tuan apa yang anda lakukan? Biar aku menemani Tuan." kata Johan yang kebingungan dengan tingkah majikannya yang sangat aneh sejak dari telaga.
"Tidak. Kau disini saja menjaga mobil, kalau sampai mobil ini hilang maka kau harus menggantinya dengan nyawamu." gertak Marvin membuat nyali Johan seketika menciut.
"Ba-baik, Tuan." sahut Johan menurut.
Dengan cepat Marvin turun dari mobil kemudian mempercepat langkahnya agar tidak kehilangan jejak gadis yang menarik perhatiannya di telaga tadi sore.
Marvin merasa ada sesuatu saat melihat wajah teduh gadis itu, membuatnya merasa tenang.
Marvin mengikuti langkah gadis itu memasuki gang sempit yang minim cahaya.
"Mau kemana gadis itu? Berani sekali melewati jalan seperti ini." gumam Marvin.
Davina merasa ada seseorang yang menguntitnya, ia pun mempercepat langkahnya. Namun langkah orang dibelakangnya juga ikut dipercepat. Muncul perasaan khawatir dihati Davina, ia pun sengaja berjalan memutar di perumahan warga untuk memastikan bahwa dia sedang diikuti oleh seseorang. Benar saja firasat Davina, ada seseorang yang mengikutinya. Davina memutuskan untuk berlari dengan kencang untuk mengecoh penguntitnya itu.
"Sial sepertinya aku ketahuan." batin Marvin yang juga ikut berlari karena tidak ingin kehilangan jejak dari gadis itu.
Marvin mengatur nafasnya, ia melirik ke kiri dan kanan untuk mencari keberadaan gadis yang sedang ia ikuti.
"Cepat sekali larinya gadis itu." ucap Marvin yang masih terengah-engah.
Ketika hendak membalikkan tubuhnya tiba-tiba sebuah pukulan meninju tepat di perutnya membuatnya meringis kesakitan. Pukulan itu lumayan terasa nyeri bagi Marvin.
"Siapa kau?" teriak Davina.
"Kenapa kau mengikutiku?" tanya Davina yang bersiap untuk melayangkan pukulan kepada Marvin namun dengan cepat kepalan tangannya digenggam oleh Marvin.
"Wow, Nona kau galak sekali. Pukulanmu tadi lumayan juga." jawab Marvin yang membuat Davina semakin kesal.
"Siapa kau? Siapa yang menyuruhmu mengikutiku?" tanya Davina lagi tidak sabar.
Bagaimanapun latar belakang Davina mengharuskan gadis itu untuk selalu waspada. Davina sudah mendalami ilmu beladiri untuk melindungi dirinya sendiri jika bahaya terjadi.
"Nona tenang dulu. Aku tidak mempunyai maksud jahat padamu." jawab Marvin yang kagum dengan sikap waspada gadis muda dihadapannya itu.
"Lalu? Kenapa kau menguntit?" tanya Davina lagi yang ingin tahu motif pria itu.
Davina menyadari kalau pria dihadapannya tidak memiliki wajah preman mesum namun ia tidak ingin tertipu dengan wajah tampan itu.
"Bisa kau turunkan dulu tanganmu? Pukulanmu itu lumayan sakit, Nona." ucap Marvin lembut.
"Tidak! Cepat jawab pertanyaanku!" tolak Davina tidak ingin mengurangi kewaspadaan dirinya sedkitpun.
Marvin tersenyum tipis.
"Menarik." gumam Marvin.
"Baiklah, aku akan menjawabnya." ucap Marvin melirik Davina yang memberikan tatapan tajam kepadanya.
"Aku tidak punya niat buruk. Aku hanya ingin berkenalan denganmu." kata Marvin jujur yang malah membuat Davina tertawa.
"Kau pikir aku bodoh? Mana ada seorang pria mengajak kenalan seorang gadis dengan cara seperti itu? Katakan sejujurnya sebelum aku patahkan kakimu itu!" ucap Davina yang merasa jawaban pria itu sangat konyol dan tidak masuk akal.
"Tentu saja ada, Nona. Seperti yang aku lakukan saat ini." jawab Marvin membuat Davina kesal kemudian menendang perut Marvin sekuat tenaga hingga pria itu terjatuh.
"Kau lebih baik pergi dari sini! Jangan sampai aku melihatmu lagi!" ucap Davina meninggalkan Marvin begitu saja.
Menyadari kepergiaan Davina, Marvin hendak bangkit dan mengejar gadis itu namun tendangan Davina ternyata keras sekali sehingga membuatnya kembali terduduk dan meringis kesakitan.
"Tunggu, Nona! Siapa namamu?" teriak Marvin yang tidak digubris oleh Davina sama sekali.
"Kita pasti akan bertemu lagi, Nona cantik. Aku yakin akan mengenalmu dan menjadikanmu wanitaku." batin Marvin percaya diri.
"Dasar pria aneh!" lirih Davina yang meninggalkan pria itu begitu saja.
Davina sudah sampai di kamar kosnya. Davina segera menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Butuh waktu 15 menit, Davina sudah keluar dengan wajah yang kembali segar.
Davina merebahkan dirinya diatas ranjung ukuran single size miliknya.
"Hari ini sial sekali. Setelah tau sosok pria ular malah kembali bertemu dengan pria aneh." gumam Davina.
Drt Drt
Tiba-tiba ponsel Davina bergetar, terdapat panggilan nomor tak dikenal masuk. Davina bisa menebak yang menelponnya sudah pasti si pria ular, Nathan.
Terdapat 5 kali panggilan masuk namun Davina masih saja tidak mempedulikannya. Sekali lagi ponselnya berbunyi dan masih dengan nomor panggilan yang sama.
"Sepertinya kau tidak menyerah ya sang mantan?" gumam Davina dengan senyum liciknya.
"Baiklah, aku ingin dengar permainan apa yang sudah kau siapkan." ucap Davina kemudian menerima panggilan itu.
"Halo, Sayang. Akhirnya kau mengangkat telponku." tanya Nathan seperti tanpa dosa mengatakannya.
"Sayang? Aku ingin muntah kau memanggilku seperti itu. Kau tidak layak memanggilku dengan sebutan itu." ucap Davina dalam hati, kali ini ia sengaja menahan amarahnya agar Nathan tidak menyadari kalau dirinya sudah mengetahui kebenaran.
"Oh aku kira siapa karena tidak mengenali nomornya makanya aku tidak mengangkatnya." jawab Davina datar.
"Kenapa kau memblokirku, Sayang?" tanya Nathan yang membuat Davina semakin jijik mendengarnya.
"Tidak. Aku tidak memblokirmu." jawab Davina ketus.
"Apa kau marah padaku karena tidak langsung membalas pesanmu? Maaf, aku tadi ketiduran. Kau tau sendiri jarak dari kota K kesini tidak dekat kan?" perkataan Nathan membuat Davina semakin geram karena sudah mengetahui kebenarannya.
"Aku tidak marah padamu." jawab Davina yang masih dengan nada datar.
"Terimakasih, Sayang. Oh iya kau tidak lupa dengan kencan kita malam ini, kan?" tanya Nathan membuat Davina tidak bisa menahan kesabarannya lagi.
"Sampai kapan kau akan terus berpura-pura dan membohongiku?" tanya Davina membuat Nathan terkejut.
"Maksudmu apa, Sayang?" tanya Nathan pura-pura tidak bersalah.
"Hentikan sandiwaramu, Elnathan. Aku sudah mengetahui semuanya." jawab Davina membuat Nathan tercekat.
"Maafkan aku, Vina." ucap Nathan yang terdengar bersalah.
"Tidak. Ini bukan salahmu. Akulah yang salah sudah menghabiskan 5 tahunku dengan pria sepertimu. Aku yang bodoh tidak menyadari dari awal siapa dirimu sebenarnya." kata Davina membuat relung hati Nathan sedikit berdenyut.
"Mulai sekarang aku, Davina Almira telah memutuskan hubunganku denganmu. Semua yang terjadi selama lima tahun ini adalah masa lalu. Aku berharap dikehidupan selanjutnya tidak akan pernah berurusan denganmu lagi. Awalnya kita bertemu sebagai orang asing maka setelah ini kita kembali menjadi orang asing." ucap Davina menutup panggilan dari sang mantan kekasih.
Tak dipungkiri ada rasa sakit yang menghinggap dihati Nathan. Waktu 5 tahun bukanlah waktu yang singkat. Nathan mengingat kembali masa-masa bersama Davina saat di bangku SMA. Susah senang telah mereka lalui bersama. Bahkan disaat terpuruk saat Nathan kehilangan orang terpenting dalam hidupnya, Davina lah yang setia mendampingi dan memberikan dorongan untuk Nathan tetap melanjutkan hidup.
Sebenarnya Davina adalah perempuan yang penuh perhatian dan kasih sayang. Namun karena hawa nafsu Nathan yang membuatnya mengkhianati cinta tulus seorang gadis sebaik Davina.
"Maafkan aku, Vin. Aku sadar aku bukanlah pria yang baik. Aku hanya berharap kau bisa memaafkanku. Aku berjanji tidak akan mengusik hidupmu lagi." ucap Nathan mengingat dirinya saat ini akan menjadi seorang ayah akibat kecerobohan dirinya.
"Aku akan mendoakanmu agar menemukan pria baik yang tepat untuk mendampingimu, Davina." batin Nathan penuh harap dengan sepenuh hati.
Didalam hati kecil Nathan ada sedikit penyesalan karena sudah menorehkan luka pada gadis sebaik Davina. Andai saja dia mengatakan yang sejujurnya dan mengakhiri hubungannya dengan Davina tanpa berkhianat pasti tidak akan seperti ini. Seandainya saja dirinya bisa menahan nafsunya pasti Nathan juga tidak akan terjebak pada situasi ini.
Namun nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada gunanya menyesali semua yang telah terjadi. Penyesalan memang selalu datang terlambat.
Nathan harus melupakan masa lalunya bersama Davina dan menjalani kehidupan baru bersama Amelia, gadis yang saat ini sedang mengandung benihnya. Mau tidak mau Nathan harus menjadi pria yang lebih baik kedepannya. Berani berbuat maka harus berani bertanggung jawab.
-BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments