Keluar dari lift Bara berjalan menuju sebuah tempat perawatan kecantikan langganan pacarnya, ah tidak bisa di sebut pacar karena hubungan mereka telah berakhir pagi tadi.
Inari hanya mengikuti Bara, dia menghentikan langkahnya melihat Bara yang akan memasuki sebuah salon kecantikan. “Tuan,” panggil Inari.
Bara membalikkan tubuhnya, “Kenapa? Ayo cepat masuk.”
“Tuan mau perawatan untuk pesta malam ini?”
Bara menarik tangan Inari, “Tidak, kau yang akan perawatan untuk menemaniku malam ini.”
Bola mata Inari membulat sempurna, “Saya?” tanya inari dengan tangan yang memegang dadanya.
“Iya, ayo cepat!” Bara menarik tangan Inari untuk segera masuk.
Inari memperhatikan tangannya yang di tarik oleh Bara, “Tuan,” panggil Inari sambil berusaha menarik tangannya yang di genggam oleh Bara.
Bara sengaja mempererat genggaman tangannya di pergelangan Inari, “Kenapa?”
“Tuan tidak malu, saya seorang pelayan. Tidak pantas di pegang oleh majikan.”
Bara menggelengkan kepalanya, “Kenapa malu, kamu punya wajah cantik. Makanya aku memintamu menemaniku malam ini.”
Pipi Inari bersemu merah, mendapat pujian dari Bara. “Ah kenapa pria ini senang sekali mengerjaiku,” batin Inari.
“Sudah cepat, kau harus tampil maksimal malam ini,” titah Bara.
Inari memperhatikan tempat salon kecantikan yang di pilih Bara memakai produk dengan bran lokal. Inari menggelengkan kepalanya, “Tuan sepertinya saya tidak cocok dengan produk yang mereka pakai,” ujar Inari. Kalau di teruskan yang ada wajahnya akan jerawatan, dia tidak ingin wajah mulusnya bintik-bintik seketika.
“Dari mana kau tahu,” tanya Bara penasaran.
“Emmm.” Inari kebingungan mencari jawaban yang tepat. “Saya biasanya perawatan sendiri tuan, kita beli barangnya saja. Pokoknya tuan tidak akan kecewa dengan hasilnya.”
Bara tidak mengerti tentang perawatan, dan selama ini pun para kekasihnya memiliki tempat perawatan kecantikan yang berbeda. “Oke, awas kalau wajahmu tetap buluk kayak upik abu!”
Inari tersenyum gembira menampilkan deretan gigi putihnya. “Saya pastikan tuan tidak akan pernah kecewa,” tandas Inari meyakinkan Bara.
“Oke, jadi sekarang kita ke mana?”
Inari berjalan mendahului Bara, saking semangatnya karena dia bisa merawat kembali wajahnya dengan memanfaatkan Bara. “Ayok tuan, tokonya ada di sebelah sana.”
Bara mengikuti langkah Inari, dari penglihatannya Inari tampak tidak kebingungan dalam memilih berbagai macam kosmetik untuk perawatannya.
Bara memilih duduk di kursi khusus untuk menunggu, yang di sediakan di dekat pintu keluar. Setiap ada pengunjung wanita yang cantik, Bara menunjukkan pesona ketampanannya dengan membetulkan jambul khatulistiwa yang hitam dan berkilauan akibat hair style yang dia pakai.
Inari tidak tanggung-tanggung dalam memilih barang untuk perawatannya, semua dia beli untuk merawat tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Bahkan dia membeli beberapa kuteks dengan warna berbeda, untuk mempercantik jari lentiknya.
Hampir tiga puluh menit berlalu, Bara sudah bosan menebar pesona pada setiap wanita. Dia berjalan menuju Inari yang masih memilih perawatan kecantikannya. “Lama sekali, cepat! Aku sudah bosan menunggu.”
Inari menghentikan aktivitasnya dan berjalan menghampiri Bara yang berdiri tidak jauh darinya. “Maaf tuan,” ucap Inari dengan nada lemah. Dia tidak ingin semua barang yang dia beli kembali ke tempat asalnya karena Bara marah padanya.
Tanpa bersuara Bara berjalan menuju kasir dengan Inari yang mengekor di belakangnya. Dengan sigap Inari memberikan keranjang belanjaannya setelah sampai di depan kasir.
Bara tidak memperhatikan semua barang belanjaan yang sedang di hitung oleh kasir tersebut, karena dia sedang berkirim pesan dengan temannya.
“Semuanya jadi sepuluh juta rupiah,” ucap Kasir.
Bara mendengar nominal yang di sebutkan kasir seketika mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel dengan wajah terkejut. “Berapa Mbak?” pekik Bara.
“Sepuluh juta.”
Benar, Bara tidak salah dengar. Dengan berat hati dia memberikan kartu ATM pada kasir. Setelah mendapatkan barang belanjaannya Inari menyusul Bara yang sudah keluar lebih dulu.
“Tuan,” panggil Inari setelah berdiri di hadapan Bara.
Bara memberikan tatapan tajamnya, “Kamu ingin memerasku?”
Inari memberikan senyuman polosnya, “Maaf tuan, saya tidak sengaja. Nanti saya cicil dengan upah saya.”
“Oke, bunganya lima kali lipat.”
Bola mata Inari membulat sempurna, “Banyak sekali bunganya tuan.”
“Pacar-pacar saya jika perawatan wajah hanya menghabiskan uang dua juta. Kamu seorang pelayan menghabiskan uang saya untuk lima perempuan.”
“Maaf tuan,” ucap Inari dengan menangkupkan kedua tangannya di dada, memohon ampunan sang majikan.
Bara berdecap kesal, “Sudah lah! Ayok cepat kita harus memilih baju untukmu.”
“Maaf tuan."
Bara tidak memedulikan ucapan sang pelayan yang sudah membuatnya emosi. Dia berjalan menuju butik langganannya, “Cepat pilih.”
Mata Inari bersinar-sinar, karena Bara membawanya ke butik langgan Inari selama ini. Inari berjalan menuju rak tempat gaun untuk pesta.
Bara memicingkan matanya melihat Inari yang sepertinya sudah mengetahui seluk beluk tempat ini, “Apa dia sudah sering ke tempat ini bersama majikan sebelumnya?” ucap Bara pelan.
Inari mengambil gaun yang sudah dia idam-idamkan, gaun itu sangat cantik yang pasti hanya ada satu di negaranya.
Tidak ingin kecolongan Bara merebut gaun yang di pegang Inari dan melihat harga gaun tersebut. “Kau benar-benar ingin memerasku?”
Inari meringis mendengar kemarahan Bara, “Maaf tuan, ya sudah tuan saja yang pilihkan.”
Bara memperhatikan gaun yang simpel, namun terlihat elegan. Tanpa berpikir panjang, Bara mengambilnya dan membayarnya di kasir.
Mood Inari hancur seketika, karena Bara memilihkan gaun yang standar dan bukan seleranya. “Pelit sekali, membelikan gaun yang harganya Cuma satu juta,” batin Inari di dalam hatinya.
Bara berjalan dengan Inari yang memegang semua belanjaan, dia tidak perlu menjadi pria sejati jika jalan dengan seorang pelayan. Karena dia tidak perlu bersikap manis, dan menenteng paper bag belanjaan kekasihnya untuk kali ini.
Sementara Inari berjalan dengan wajah gembira, sambil memandangi perawatan tubuh yang akan dia kenakan kembali, setidaknya dia tidak akan jadi upik abu yang wajahnya tidak terawat. Meskipun dia memilih perawatan kosmetik yang harganya setengahnya dari biasa dia beli untuk semua perawatannya, karena dia masih membutuhkan pekerjaan ini.
Dan beruntungnya wajahnya bisa memakai produk yang harganya lebih murah di bandingkan yang biasa dia beli.
Inari masih sadar diri, siapa dirinya yang hanya seorang pelayan. Tapi dia tidak menghilangkan kesempatan yang sangat menguntungkan. Karena Inari yakin bara memiliki gengsi yang cukup besar, apalagi membatalkan barang belanjaan Inari yang hanya berjumlah sepuluh juta rupiah. Dan Inari sangat yakin bahwa uang jajan Bara bisa di angka ratusan juta perbulannya.
Sesampainya di basemen Inari kerepotan saat menaiki motor Bara yang cukup tinggi, dia hanya diam memikirkan bagaimana dia bisa pantatnya mendarat sempurna di atas jok dengan paper bag yang ada di tangannya.
Bara melirik Inari yang belum naik ke motornya, pelayannya itu malah tampak termenung dengan memandangi paper bag di tangannya. “Berikan padaku paper bag-nya!”
Inari tersenyum, dengan senang hati dia memberikan paper bag di tangannya kepada Bara. Akhirnya Inari bisa bernafas lega setelah duduk di atas motor Bara.
Bara memberikan kembali paper bag milik Inari, “Selain matre, kamu ternyata sangat merepotkan ... benar-benar merepotkan!” keluh Bara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Sumi afiz
🤣🤣🤣🤣bacanya tau aja Inari gk mau diajakin masuk salon yg biasa,aji mumpung dibayarin Inari pilih barang untuk perawatan mempercantik dirinya. good girl
2023-11-17
0
Devinta ApriL
Keren Thor.. aku tunggu kelanjutannya..semangat up Thor.. 💪💪
2023-04-17
2
Devinta ApriL
akh Ribet ya.. 🤣🤣 yaaa begitulah wanita.. makhluk Tuhan yang paling benar dan juga paling ribet.. 😂😂🤣
2023-04-17
2