Setelah sampai di kamarnya, Inari langsung tidur karena kelelahan. Ia terbangun saat jam di kamarnya menunjukkan pukul tiga dini hari.
Ia melirik nakas yang adan di sebelah tempat tidurnya, Inari mengambil map yang di berikan Arzan.
Ternyata tidur lama tidak serta merta membuat kantuknya hilang, ia mengucek matanya. Di bukanya lembaran berkas itu yang berisi tugas yang harus di lakukannya selama menjadi pelayanan.
Satu persatu tugas itu Inari baca dengan suara pelan.
Menyiapkan sarapan.
“Apa aku yang memasak? ... yang ada mereka keracunan kalau aku yang masak. “ Inari tertawa kecil karena ucapan sendiri. Ia lanjut membaca poin berikutnya.
Menyiapkan baju tuan muda, beserta perlengkapan kantor untuk tuan Arzan dan perlengkapan kuliah untuk tuan Bara.
Inari mulai mengingat-ingat kebiasaan pada pelayannya. Inari tahu semuanya beres dan rapi tertata di lemari. “Tapi kenapa ini harus menyiapkan baju tuan muda, maksudnya aku yang memilih baju yang mereka pakai?"
Inari juga tidak mengerti, karena dirinya tidak pernah tahu apa saja yang di lakukan pelayan Papanya. Kalau dirinya jelas lebih senang memilih baju yang akan ia kenakan. “Apa pria tidak suka memilih baju sendiri?”
Inari mencoba memikirkan pertanyaannya sendiri, tapi tidak menemukan jawaban. “Ah hanya memilihkan baju untuk pria tidak akan merepotkan,” tutur Inari.
Memastikan kamar tuan dalam keadaan bersih dan rapi setiap saat.
“Oke, ini cukup mudah.”
Memperhatikan jam makan tuan muda supaya tidak terlambat makan.
“Mungkin mengingatkan jadwal makan seperti yang di lakukan Surti.” Inari mengangguk-angguk mengerti.
Selalu siap siaga jika tuan membutuhkan sesuatu.
Setelah membaca poin kelima, Inari menghela nafasnya. “Hemm, bagian paling melelahkan di taruh di poin terakhir.”
Setelah kelima poin tersebut, isi dalam map itu berisi informasi mengenai kegemaran atau ke tidak sukaan majikannya.
Inari jadi penasaran apa Surti di berikan berkas seperti ini juga sebelum bekerja menjadi pelayannya. Tapi ia menepis rasa penasaran yang tidak akan pernah ia dapatkan jawabannya dalam waktu dekat, lagian rasa penasaran itu tidak penting.
Setelah membaca sampai akhir Inari memilih membersihkan tubuhnya yang terasa sangat lengket.
Pukul lima pagi Inari berjalan keluar kamarnya, dia masih ingat dapur yang sempat ia lewati sebelum masuk ke kamarnya.
Dari kejauhan sudah tercium aroma masakan yang membuat cacing di perutnya meronta, apalagi semalam Inari tidak makan malam karena tertidur pulas.
Inari masuk ke bagian dapur yang menyatu dengan ruang makan, di sana ada meja makan yang mampu menampung delapan orang.
Inari melihat Minah yang sedang memasak dengan menggunakan apron yang di pakainya. Dia tampak lihai dalam memasak.
Karena selama ini Inari tidak pernah sama sekali berkutat dengan peralatan dapur yang tidak Inari mengerti fungsi dan cara memakainya.
Bagaikan pemilik rumah Inari mendekati meja makan lalu duduk di salah satu kursi, mengambil beberapa buah anggur yang ia masukan ke dalam mulutnya.
“Ehmmm."
Tubuh Inari membeku seketika mendengar deheman seseorang, “Mampus,” batin Inari.
Ia bangkit dari duduknya, lalu membungkuk memberi hormat tanpa berani menatap siapa pemilik suara itu, yang jelas pria yang kini di hadapannya adalah majikannya.
“Maaf tuan, ada yang bisa saya bantu?” tanya Inari dengan posisi menunduk.
“Kau pelayan di sini, aku sudah menunggumu untuk menyiapkan baju kerja.”
Dari suaranya ia tahu siapa pemiliknya, iya betul itu suara Arzan. Tegas dan dingin ciri khas dari tuan Arzan.
“Maaf tuan, perut saya ba-“ Ucapan Inari di potong oleh Arzan.
“Cepat!”
Inari mengerucutkan bibirnya melihat punggung Arzan yang mulai menjauh darinya. Tidak enak memang di perlakukan semena-mena, sepertinya saat kembali nanti Inari harus meminta maaf pada pelayan yang selalu ia repotkan.
Tidak ingin membuang waktu, Inari berjalan mengekor di belakang Arzan hingga di dalam kamarnya. Saat memasuki kamar tuannya wangi segar menyeruak ke Indra penciumannya.
Ia pikir kamar pria hanya memiliki aroma maskulin, tapi selera Arzan berbeda ternyata.
Inari memasuki ruang ganti pakaian, dia memilih satu kemeja biru langit. Untuk blazer Inari memilih warna navy yang cukup gelap serasi dengan celananya.
Inari keluar dari ruang ganti, matanya langsung menangkap pemandangan indah. Untuk kedua kalinya Inari bisa melihat wajah tampan Arzan, kini Arzan lebih seksi dengan rambut basah. Wajahnya fokus pada ponsel di dalam genggamannya.
Inari tidak langsung memanggil tuannya, ia menikmati wajah Arzan yang mirip dengan selebriti Korea.
Sadar tengah di perhatikan Arzan memberikan tatapan tajam pada sang pelayan yang terlihat sedang memuja ketampanannya.
“Kenapa masih di sini, kau harus menyiapkan perlengkapan Bara.”
Inari cukup terkejut saat menyadari Arzan sedang menatapnya.
Inari mengangguk pelan, “Baik tuan, saya permisi.” Dengan langkah tergesa Inari meninggalkan kamar Arzan.
Di balik pintu ia mengelus dadanya yang berdetak tidak karuan. Inari merasa benar-benar bodoh karena memperhatikan tuannya, sebelumnya ia tidak pernah tertarik seperti ini kepada pria.
Namun Inari menggelengkan kepalanya. “Jangan mencari masalah Inari, dia majikanmu,” ucap Inari pada dirinya sendiri.
“Inari.”
Teriakan itu terdengar jelas di telinganya, suaranya berasal dari pintu di samping kamar Arzan.
Inari mengetuk pintu kamar Bara, setelah mendapat izin dari sang pemilik. Inari membuka pintu dengan perlahan, matanya di suguhkan dengan perut dan dada bidang Bara. Karena pria itu hanya memakai handuk di bawah perutnya.
Ia memilih menundukkan kepalanya, “Ada yang bisa saya bantu tuan.”
“Kenapa masih bertanya, apa kamu ingin lebih lama memandangi tubuhku.”
“Tidak tuan.”
“Cepat siapkan bajuku,” perintah Bara dengan suara sedikit kesal. Pelayanannya kali ini terlihat tidak gesit seperti pelayan sebelumnya, tanpa ia perintah pelayanannya dulu sudah mampu menyiapkan semua kebutuhannya.
Inari masuk ke dalam ruang ganti pakaian, lemari Bara kali ini sangat beraneka ragam. Dari kemeja, kaos, sweater serta beberapa pakaian formal ada di dalam ruang gantinya.
Bara menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, tersenyum melihat pelayanannya kebingungan.
Inari menengok ke arah pintu tempat Bara berada. “Tuan ingin memakai style yang seperti apa?”
Bara tersenyum tipis, “Untuk hari ini kamu bebas memilih baju yang mana saja untuk aku pakai.”
Inari menggigit kecil bibirnya, dia tidak tahu style seperti apa yang sedang di gandrungi para pria.
Inari memilih sweater berwarna coklat tua, dengan celana Chino. Ia tidak perduli dengan pendapat Bara, toh majikannya membebaskan ia untuk memilih.
“Kamu ingin membuat ku kepanasan dengan memakai sweater seperti itu?”
Inari tersenyum, “Tidak tuan, saya hanya ingin melindungi kulit putih tuan dari sinar matahari saat tuan membawa motor.”
“Oke, kali ini alasannya aku terima.” Bara sengaja mengalah dia ingin tahu sebenarnya siapa wanita itu, dari tingkahnya memang terlihat sangat kaku. Tapi melihat wajah wanita itu yang terlihat glowing seperti kekasihnya muncul tanda tanya di hatinya.
Pelayanannya itu tidak mungkin memiliki uang untuk melakukan perawatan di harga yang cukup fantastis, jelas kalau di lihat dari gaji sebagai pelayan wanita itu tidak mungkin melakukan perawatan hingga wajahnya mulus.
Bara memberikan jalan untuk Inari melewatinya yang sedang berdiri di dekat pintu. Senyum bara merekah mendengar pintu kamarnya terbuka.
“Pakaian dalamku, belum kamu siapkan.”
Ucapan Bara membuat Inari menghentikan langkahnya, “Apa katanya, pakaian dalam?” ucap Inari di dalam hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments