Rani Sahabat Tia

Bab 3

Rani mengutak-atik hp di tangannya. Sms yang masuk barusan berasal dari Tia yang memberitahukan perihal dirinya yang tidak bisa menemani Rani melewati malam ini dan malam-malam selanjutnya karena harus menjagai sang mama yang sedang dirawat-inap di Rumah Sakit “Bunda Kasih”.

Bukan main gelisahnya hati Rani mendapati kabar ini. Karena itu berarti, dia harus berani melewati malam ini dan seminggu lagi malam berikutnya sendirian, sementara mamanya ke luar kota.

Sebenarnya dia berani saja andaikata di rumahnya itu tidak berpenghuni lain, seorang papa tiri yang temperamental, suka mabuk dan judi, yang senantiasa menghabiskan uang/harta yang selama ini dicari mamanya dengan susah-payah.

Papa kandung Rani telah meninggal tiga tahun lalu karena penyakit jantung. Setahun setelah sang papa meninggal, mamanya menikah lagi dengan laki-laki lain, yaitu papa tirinya. Mulanya belum ketahuan sifat asli dari si papa tiri yang temperamental dan suka mabuk plus judi, karena laki-laki itu begitu pintar merayu mama Rani hingga matanya pun dibutakan oleh cinta.

Setelah beberapa bulan menikah, barulah mama Rani tahu sifat asli dari suaminya. Tetapi tampaknya mama Rani sudah telanjur mencintai si laki-laki perayu sehingga dia pun rela jika uang dan harta yang dikumpulkannya dari hasil bisnis bajunya, dihabiskan oleh sang suami di meja judi.

Sudah seminggu mama Rani ke luar kota dalam rangka mencari baju-baju baru dan model baru untuk dijadikan barang dagangannya. Selama seminggu itu pula Tia menemani Rani melewati malam-malamnya. Tetapi mulai malam ini dan seminggu ke depan, Rani harus melewati malam-malam sendirian. Ah, sungguh mengerikan jika teringat dia harus tinggal di dalam rumah seorang diri dengan seorang laki-laki temperamental yang kadang suka membentaknya itu.

Tidak mungkin dia meminta bantuan Maya untuk menemaninya, karena Maya selalu punya kerja sampingan hampir tiap malam, menjadi petugas bar demi membantu meringankan beban mamanya yang harus menghidupi empat orang anak setelah bercerai dengan suaminya.

Rani menghentikan langkahnya ketika kakinya sampai di depan pintu sebuah rumah petak yang pintunya bercat hijau tua dengan dinding berwarna hijau lumut. Di depan rumah itu ada halaman yang cukup luas dipenuhi beraneka-macam bunga di dalam pot-pot bunga.

Selain menjalankan bisnis bajunya, mama Rani juga hobi menanam dan merawat berjenis-jenis bunga. Tak jarang bila bunga-bunga tersebut mekar karena dirawat dengan baik, bunga-bunga itu akan diminta atau dibeli oleh tetangga maupun langganan-langganannya. Biasanya mama Rani akan memberikan kepada mereka secara gratis ataupun menjualnya jika mereka ingin membelinya.

Rani merogoh isi dalam tasnya untuk mencari sesuatu. Setelah ketemu apa yang dicarinya yaitu sebuah kunci pintu, dia pun memasukkan kunci itu ke lobang pintu dan memutarnya dua kali. Pintu terkuak, menimbulkan bunyi engsel berderit dari daun pintu yang didorong Rani ke arah dalam.

Sunyi di ruang tamu. Pasti sang papa tiri belum pulang. Mungkin dia sedang minum tuak di kedai yang ada di persimpangan jalan. Atau mungkin juga dia ada di rumah salah satu kawannya dalam rangka “mengadu nasib”.

Ah, apapun itu, Rani harus berani melewati malam ini. Jika tidak di rumah sendiri, ke mana lagi dia harus pergi? Tia ada di rumah sakit menjagai mamanya, sedangkan Maya pasti sudah capek nanti sepulang kerja dari bar hampir tengah malam, Rani tidak tega merepotkannya. Selain mereka berdua, Rani tidak memiliki teman akrab lain, apalagi famili.

Perlahan, Rani berjalan menuju kamarnya. Tas sekolahnya dia letakkan di atas meja belajar yang ada di samping ranjang. Di samping meja belajar itu, ada sebuah lemari baju berwarna coklat maroon. Rani mengambil pakaian dari dalam lemari itu lalu membawanya ke kamar mandi. Pintu kamar mandi dia tutup setelah pakaian itu digantungkannya di tiang gantungan baju.

Sambil mandi, pikirannya melayang ke pelajaran sekolah yang tadi diserapnya. Ada banyak pr yang harus dia kerjakan sore ini, esok juga banyak ulangan. Rani termasuk anak yang rajin dan hobi belajar, karena dia tidak mau mengecewakan mamanya yang telah bersusah-payah mencari uang untuk membayar uang sekolahnya.

Dia belajar giat supaya bisa masuk dalam rangking 5 besar di kelasnya. Tahun lalu dia hanya menduduki peringkat ke-5, tahun ini dia ingin memperbaikinya menjadi peringkat ke-2 atau ke-3.

Seandainya tamat nanti dengan nilai bagus, Rani ingin segera mencari kerja di salah satu perusahaan atau bank, mendapat pengalaman kerja dan gaji, lalu gajinya akan dia gunakan untuk meringankan beban sang mama.

Sebagai anak tunggal, dia sadar menjadi satu-satunya tumpuan harapan bagi mamanya di masa depan, apalagi dengan keadaan sang mama yang memiliki seorang suami yang tidak bertanggung-jawab, beban itu terasa semakin berat di pundaknya. Ya, aku harus rajin belajar supaya menjadi seorang yang sukses suatu hari nanti, tekadnya.

Lima belas menit berlalu. Selesai sudah, sekujur tubuhnya telah diguyur air dan disabuni dengan sabun wangi. Rani mematikan kran air di bak mandi yang tadi dibukanya untuk mengisi bak yang kosong setengah. Air yang mengguyur tubuhnya barusan terasa sedikit menyegarkan otot-otot tubuhnya yang pegal dan kegerahan akibat cuaca terik di luar sana yang membakar kulitnya. Saatnya untuk tidur siang sejenak, setelah itu baru bangun untuk mengerjakan pr dan belajar, pikir Rani.

Rani berjalan pelan memasuki kamarnya. Setelah sisiran dan membedaki wajahnya, dia membaringkan tubuhnya yang lelah ke atas tempat tidur dan mencoba untuk tidur. Perlahan tapi pasti, dia dininabobokkan oleh belaian angin siang yang membelai lembut tubuhnya.

Angin itu mencuri masuk lewat jendela kaca kamar tidurnya yang dibiarkan terbuka setengah. Pikirannya yang tadi mumet karena berbagai persoalan, perlahan-lahan merenggang. Tak lama kemudian, Rani pun melayang ke alam mimpi. Dia terlelap.

Kira-kira pukul lima sore, Rani terbangun. Suara ribut-ribut dari ruang tamu membuatnya tak mungkin lagi terlelap. Dengan hati berdebar karena tersentak akibat suara keras di ruang tamu itu.

Rani pun mengucek-ucek matanya dengan cepat dan melompat bangun. Itu suara khas dari papa tirinya yang biasanya pulang ke rumah bila tiba jam makan. Biasanya sekitar pukul tujuh malam si papa tiri balik ke rumah, sedangkan ini masih pukul lima sore. Pasti ada sesuatu hal serius yang terjadi yang membuatnya pulang cepat, pikir Rani.

Rani merapikan pakaiannya di samping ranjang. Dia beranjak pelan menuju pintu kamar tidurnya dan membukanya perlahan. Diintipnya sosok tubuh tinggi-tegap yang sedang berdiri membelakangi pintu kamar tidurnya dari jarak lima-enam meter dengan mata menghadap ke meja makan.

“Raniiiii…!!!” teriakan membahana dari sesosok pria bertubuh kekar dan hitam itu, bagaikan hendak memecahkan gendang telinga Rani, membuyarkan segala lamunan dan ketenangan siapapun juga yang ada di dalam rumah itu. Gemanya pasti sudah terdengar sampai ke tetangga sebelah rumah.

Seperti biasanya, para tetangga tidak akan ikut campur, walaupun secara diam-diam mereka saling berbisik, menggunjingkan tentang penghuni rumah bernomor 25-E yang suara ribut-ributnya sering terasa mengganggu ketenangan mereka.

* * *

Terpopuler

Comments

ANAA K

ANAA K

Semangat yah kak

2021-10-11

1

triana 13

triana 13

lanjut

2021-07-19

1

Mommy Gyo

Mommy Gyo

3 like hadir thor

2021-07-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!