Perbincangan Tia dan Mamanya

Bab 2

"Betulkah itu, Tia? Jangan membohongi Mama…,” ucap Siska perlahan.

“Betullah itu, Ma. Tia tidak berbohong. Tia ini bukan pembohong seperti Papa yang …,” ucapan Tia terhenti.

Dia merasa telah kelepasan bicara. Ingin dia tarik kembali kata- katanya tapi terlanjur sudah. Alhasil, Tia hanya mampu menatap hati-hati ke wajah Siska. Menyebut sesosok nama yang kini dibenci oleh mamanya itu di saat-saat seperti ini, hanya akan membuat hati sang mama bertambah sedih dan sakit.

"Maafkan Tia, Ma. Tidak seharusnya Tia menyebut nama Papa di hadapan Mama, apalagi di saat Mama dalam keadaan seperti ini,” dengan wajah bersalah Tia menundukkan kepalanya setelah melihat perubahan ekspresi di wajah Siska yang sekonyong-konyong berubah menjadi kelam, geram dan seolah menyimpan sejumput dendam.

"Tidak apa-apa,” ucap Siska ketus sambil memalingkan wajahnya. Kepalanya berbalik ke kiri, ke arah pintu masuk. Secara tak sengaja matanya bertemu dengan sesosok pasien di samping tempat baringnya.

Pasien itu, seorang wanita lewat paroh baya berusia sekitar 60-an. Di sampingnya ada seorang laki-laki tua yang menjagainya sambil duduk di lantai dengan wajah menghadap ke arah wanita itu. Tangan laki-laki tua itu memegangi pergelangan tangan si wanita. Sementara tangan yang satu lagi mengelus keningnya. Siska melihat laki-laki tua itu sesekali membisikkan sesuatu ke telinga si wanita dengan lembut. Dan si wanita yang mendengarnya pun tersenyum sambil mengangguk pelan. Laki-laki tua itu pastilah suami dari si wanita, pikir Siska.

Oh, lihatlah, adegan mesra dan harmonis yang ditunjukkan oleh dua makhluk di depan matanya itu, bagai mengiris-iris hati Siska menjadi serpihan-serpihan kecil yang tidak lagi berbentuk utuh.

Adegan tersebut seolah melengkapi kalimat tadi yang diucapkan Tia, putri sulungnya, dari ketiga anak--dua perempuan dan seorang laki-laki--yang telah diberikan oleh laki-laki tampan dan kaya yang menikahinya 18 tahun lalu, tapi kemudian laki-laki itu mengkhianatinya setelah rumah tangga mereka bina selama 13 tahun. Di manakah letak kesetiaan itu? Ke manakah perginya janji-janji setia sehidup-semati yang pernah mereka ucapkan dulu?

"Ma…,” Tia menghentakkan lamunan Siska yang seolah mengembara kembali ke masa-masa dulu. Dia merasa harus menghalangi mamanya mengingat kembali kejadian-kejadian buruk yang menimpa keluarga mereka semenjak sang papa berpindah hati pada wanita lain, wanita yang usianya lebih muda 15 tahun dari usia sang mama. Tentunya dengan usia yang jauh lebih muda dari Siska--Melani--demikian nama wanita itu--laksana sesosok bunga mekar nan harum yang siap bersaing merebut hati dan perhatian juga cinta dari Sony, papa Tia dengan kedua adiknya--Roy dan Debi--yang saat ini keduanya masih duduk di bangku SMP kelas II dan III.

"Kamu sudah makan?” tanya sang mama ketika wajahnya sudah berbalik lagi menghadap Tia. Matanya menatap sedikit ke luar jendela besar berkaca putih yang dilapisi gordyen biru langit.

Karena siang hari, gordyen tersebut disibakkan ke samping hingga Siska dapat melihat warna biru langit dan awan putih di luar sana lewat jendela kaca. Jika dia berdiri seperti Tia, pastilah hatinya akan sedikit terhibur karena memandang deretan pepohonan di bawah sana yang bisa kelihatan dari lantai 5 ini.

Tia tersenyum lega. Kemarahan mamanya tadi hanya sekejap. Siska memang berhati kasih. Walaupun disakiti, dia masih mampu mengasihi, terutama mengasihi ketiga putra-putrinya.

“Sudah, Ma, tadi Rani menraktir Tia makan mie di kaki lima sepulang sekolah. Waktu Roy mengirim sms ke hp Tia, Tia barusan habis makan mie dan bersiap-siap untuk pulang ke rumah Rani. Tapi karena adanya kejadian ini, Mama masuk rumah sakit, dengan terpaksa Tia harus balik ke rumah alias tidak bisa lagi mengabulkan penuh permintaan Rani untuk menemaninya selama dua minggu di rumahnya.”

"Nggak apa-apa kamu temani Rani di rumahnya, Mama akan segera pulih. Menurut dokter yang datang cek tadi, Mama hanya kelelahan dan stress, hingga sekujur tubuh lemas tak bertenaga. Untung tadi Bik Sumi sempat membopong Mama sebelum Mama jatuh ke lantai dan memanggilkan taksi untuk membawa Mama ke rumah sakit ini.”

"Ohya, di mana Bik Sumi? Mama sudah makan?” tanya Tia bagai teringat. “Bik Sumi yang menelepon Roy ya, memberitahu kalau Mama masuk rumah sakit. Terus Roy sms Tia tadi.”

"Betul, Bik Sumi kusuruh pulang ke rumah, memasak makan siang untuk Roy dan Debi. Kasihan jika adik-adikmu pulang sekolah nanti tapi makan siang belum tersedia.”

"Jadi, Mama sudah makan belum?” ulang Tia lagi.

"Sudah ada botol infus yang memberi Mama makan,” jawab Siska sambil tersenyum.

Tia memandang botol infus yang digantungkan di tiang infus, yang mana selang infus dari botol infus itu dihubungkan dari botol ke urat nadi sang mama di pergelangan tangan kanannya.

Pintu kamar 507 dibuka dari luar. Seorang wanita berseragam biru mendorong meja gerobak tempat menaruh makan para pasien. Setelah gerobak makan itu didorong ke dekat ranjang Siska, petugas dapur berseragam itu menghidangkan sepiring bubur dengan dua macam lauk di atasnya berikut semangkuk sup. Tanpa berkata apa-apa, petugas dapur itu kembali lagi mendorong gerobak makan itu ke luar dari kamar dan menutup pintunya.

Tia memerhatikan bubur putih di atas piring itu. Dengan spontan tangannya mengambil makanan itu berikut sendok yang telah disediakan.

“Tia suapi Mama makan ya?” tawar Tia pada Siska sambil tersenyum manis.

"Mama emoh makan, Tia, biar itu untuk Tia saja. Mungkin Tia belum kenyang tadi karena cuma makan mie.”

“Nggaklah, Tia sudah kenyang kok. Ini untuk Mama saja,” kata Tia sambil menaruh piring itu ke atas rak kecil di samping ranjang, lalu dia pun mulai menyendoki bubur itu dan menyuapkannya ke mulut Siska.

Karena Tia sudah menyendokkan bubur itu hingga ke mulut sang mama, mau tak mau Siska membuka juga mulutnya dan mencicipi perlahan rasa bubur putih yang cuma disirami beberapa sendok sup dan sedikit irisan wortel dan buncis.

“Rasanya enak juga,” kata Siska sambil tersenyum kecil, memandang sang putri dengan mata sayang.

"Syukurlah Mama sudah bisa makan sambil tersenyum,” kata Tia membalas senyum sang mama. “Di rumah, Tia jarang melihat Mama tersenyum lagi semenjak Papa pergi meninggalkan kita. Seandainya saja Mama bisa tersenyum setiap hari seperti saat ini, Tia berjanji akan lebih betah tinggal di rumah menemani Mama. Tia tidak akan keluyuran lagi dengan teman-teman…”

Tia melirik ekspresi wajah sang mama yang tiba-tiba berubah murung mendengar kata-katanya. Pasti karena nama papanya disebut, membuat mamanya tidak bisa lagi tersenyum.

Siska melarang anak-anaknya menyebut nama suaminya di depannya. Bahkan dia berpesan pada mereka supaya menganggap papa mereka sudah mati. Tapi bagaimanapun dia melarang atau berpesan, tidak dapat memungkiri kenyataan kalau mereka tetap ayah dan anak, satu darah, satu daging, tiada satu hal pun yang bisa menghapus keadaan itu.

"Sebaiknya kamu pulang ke rumah, Tia, dan mandi. Lihat apakah adik-adikmu sudah sampai di rumah dan makan hidangan yang dimasak Bik Sumi.”

"Baiklah, Ma,” Tia memindahkan piring berisi bubur dan mangkuk berisi sup yang dia letakkan di atas rak kecil di samping ranjang tadi, ke atas meja persegi panjang di dekat tembok di ujung ranjang. Sebentar lagi para petugas dapur di rumah sakit ini akan datang memeriksa satu-persatu kamar dan memunguti kembali piring juga mangkuk sisa makan siang para pasien.

"Aku pulang dulu ya, Ma,” kata Tia sambil mencium kening sang mama, lalu dia pun berbalik, berjalan menuju pintu dan membukanya. Kembali kedua kakinya yang jenjang mulus dibaluti celana jeans ponggol itu menapaki keramik putih yang melapisi lantai Rumah Sakit “Bunda Kasih” di siang itu.

* * *

Terpopuler

Comments

ANAA K

ANAA K

Lanjut kak

2021-10-11

1

triana 13

triana 13

like

2021-07-19

1

zien

zien

Hadir 💐💐

2021-07-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!