Aku melangkahkan kakiku keluar dari rumah ini, dengan hati yang sangat hancur. Sebenarnya aku sangat berat meninggalkan mereka, bahkan langkah kakiku seperti seekor siput yang sangat lambat saat berjalan. Di sinilah aku mendapatkan kebahagian, yang sebelumnya tak pernah aku rasakan.
Di sini aku merasakan kasih sayang Mama dan Papa, yang sangat menyayangi aku seperti anak kandungnya sendiri. Bahkan kak Arya juga yang selalu menjaga aku seperti menjaga adik kandungnya, dan juga Vano yang sangat mencintaiku melebihi apapun. Vano selalu menghujani aku dengan beribu cinta dan kasih sayang, hingga aku lupa akan kesedihan yang aku rasakan karena kehilangan orang yang sangat aku cintai, yaitu keluargaku yang entah di mana?
walaupun selama pernikahan kami vano tak mau menyentuhku, dengan alasan belum waktunya kita melakukan semuanya. Tetapi, Vano tetap melakukan tugasnya sebagai suami, yaitu membahagiakan aku dan memeberikan kenangan yang sama sekali tak akan aku lupakan.
dari sini juga aku baru menyadari dengan maksud Vano yang selalu menghindari melakukan hubungan suami istri, Vano sudah tau jika dirinya akan pergi meninggalkan aku dan dia tak ingin mengecewakan orang yang menjadi pendamping ku kelak.
"Sungguh bodoh memang kamu Vano, kamu terlalu baik hingga kamu rela tak menyentuhku."
"Kamu juga sangat bodoh, karena membuat keputusan yang sangat terburu-buru. Mana mungkin aku bisa menikah lagi secepat itu, sedangkan kamu belum lama pergi. Apa kamu tak pernah berfikir bagaimana perasaan ku saat kamu tinggal pergi? Bisa-bisanya kamu menyuruh aku menikah, dan hanya memberikan waktu enam bulan saja." gunam ku sambil berjalan menjauh.
"Mbak bawa barang, atau tidak?" tanya supir taxi kepadaku. Tanpa terasa kini aku sudah sampai di depan taxi yang aku pesan, rasanya lidah ini keluh untuk mengatakan tidak ada barang dan kita langsung berangkat pak. Susah sekali ya Allah.
"Tidak Pak, kita langsung berangkat saja." Setelah berkata dengan susah payah, aku masuk ke dalam taxi. Perlahan aku melihat rumah yang memberikan aku kebahagiaan, sekaligus kesedihan yang mendalam semakin menjauh saat mobil mulai melaju. Hilang itu yang aku lihat, rumah yang selama ini membuatku bahagia sudah hilang dari pandanganku. Selamat tinggal semuanya.
"Semoga keputusanku saat ini benar, maaf Vano aku harus pergi"
****
Sedangkan disisi lain, Dinda sangat marah saat mengetahui Dira telah pergi meninggalkan rumah. Dinda sangat murka kepada suaminya, yang mengizinkan Dira pergi. Dinda sangat tak terima hingga membuat dia teriak histeris, karena kehilangan menantu terbaiknya.
"Kenapa kalian biarkan Dira pergi! Aku sudah bilang jangan pernah ada yang membiarkan atau mengizinkan Dira keluar! Pokoknya Mama gak mau tau, cepat cari Dira atau Mama gak akan bicara sedikit pun, dengan kalian. Mama juga akan mogok makan, dan Mama akan makan jika Dira ketemu." teriak Dinda saat mengetahui Dira sudah pergi dari rumah.
"Ma... Biarkan Dira memilih jalannya sendiri, kita tak bisa memaksa Dira untuk tetap tinggal," ucap Ryant yang berusaha menenangkan Dinda. Bahkan Ryant langsung meringsut, mendengar bentakan istrinya itu. Namun setelah Ryant berkata, Dinda langsung menatap Arya dengan tajam.
"Kamu juga Arya! Apa kamu gak bisa menikahi Dira agar dia tak pergi dari sini? Apa hebatnya Fani sih? Dia hanya wanita tak punya hati dan sama sekali tak punya perasaan, bisa-bisanya kamu lebih memilih dia daripada menepati janji kamu sama Vano!" Dinda terus berteriak dengan menunjuk Arya yang sedang duduk di sofa.
Arya yang merasa di pojokan langsung menarik nafas dengan berat, bahkan emosinya juga makin meningkat saat Dinda terus menyalahkan dirinya.
"Memang Mama fikir gampang melakukan semua itu? Apa Mama gak mikir perasaan Fani dan dira?Lagian aku dan Fani sudah menjalani hubungan selama 3 tahun, kami juga tak memiliki masalah mana bisa Arya langsung meninggalkan Fani dan menikah dengan Dira!" ucap Arya yang tersulut emosi.
"Mama gak mau tau! Cepat putuskan Fani dan menikahlah dengan Dira!" bentak Dinda. Bahkan Dinda tak mau mendengar alasan apapun lagi, yang dia mau hanya Dira seorang yang menjadi menantunya. Ryant yang melihat suasana semakin ricuh menjadi pusing, karena melihat mereka berdua yang sama-sama tak mau mengalah.
"Pokoknya titik, Arya gak mau mengambil keputusan dengan terburu-buru!" bantah Arya sekali lagi, dan membuat Dinda benar-benar emosi.
"kamu..." Dinda tak meneruskan perkataannya, karena tiba-tiba dia merasa sesak nafas dan kepalanya sangat sakit. Bahkan Dinda langsung memegang dadanya yang terasa nyeri, dan menusuk itu.
Arya yang melihat Asma Dinda kambuh, langsung berlari mendekati Dinda. Dengan perasaan khawatir, Arya memompang tubuh Dinda. Arya menyesal telah berdebat dengan Dinda, yang membuat Asama Dinda kambuh.
"Pa... Cepat ambil obat Mama, dan ambil air hangat!" teriak Arya sambil memeluk Dinda. Arya berusaha menyadarkan Dinda, agar tak menutup matanya. Tapi sayang Dinda tak kuat menahan sesak nafas yang dia alami, dan tak selang berapa lama, Dinda langsung pingsan dipelukan Arya.
"Mama!" Arya semakin panik, panik jika Dinda kenapa-napa. Sedangkan Ryant juga gemetar melihat istri tercintanya pingsan, dan tergeletak lemas.
"Lebih baik kita bawa ke rumah sakit Arya. Nafas mamamu juga belum normal, lebih baik kamu cepat gendong Mamamu, karena Papa tak bisa menggendongnya" Dengan sangat cepat Arya langsung menggendong Dinda, dan membawanya kedalam mobil. Sedangkan Ryant langsung masuk kedalam kamar, untuk mengambil berkas riwayat Dinda.
"Mama maafkan Arya. Arya menyesal, please jangan buat Arya takut," gunam Arya dengan rasa takut yang mendalam. Arya terus berlari dengan sangat cepat agar sampai di mobil, sedangkan Ryant yang sudah baru keluar dari rumah langsung berlari lebih cepat untuk membukakan pintu mobil.
Mereka pun masuk kedalam mobil, dan Arya langsung melajukan mobilnya dengan sangat kencang agar cepat sampai di rumah sakit. Karena Arya gak mau sampai Dinda kenapa-napa, cukup Vano yang meninggalkan dia untuk selama-lamanya.
Sesampainya di rumah sakit, dokter langsung memeriksa keadaan Dinda. Dengan sangat khawatir Ryant dan Arya langsung berjalan mondar-mandir di hadapan pintu UGD, sambil menunggu dokter keluar dari dalam.
"Pa, aku sangat menyesal membentak Mama. Jika tau seperti ini, Arya gak akan berdebat tadi," ucap Arya dengan menangis. Sungguh lelaki gagah dan garang itu sekarang menjadi lemah, jika menyangkut Mamanya. Bahkan brewoknya gak akan menjadi keren, saat lelaki itu menangis.
"Papa juga Arya. Jika Papa tau jadi begini, Papa gak akan izinkan Dira pergi. Papa gak tau, Dira membawa pengaruh besar untuk Mamamu." Dua orang laki-laki yang sangat tampan dan gagah itu sedang mencurahkan penyesalan mereka masing-masing, dan mereka juga berjanji satu sama lain jika mereka akan berusaha menemukan Dira, jika Dinda bangun.
"Keluarga Nyonya Dinda?" panggil seorang dokter dengan tegas.
"Iya dok, kami keluarga Nyonya Dinda." jawab Arya
"Iya, saya suaminya dan dia anaknya." jelas Ryant.
"Nyonya Dinda sudah siuman, tapi saya harap kalian bisa mengontrol emosi pasien. Karena emosinya sangat berpengaruh dengan Asma yang dimiliki oleh pasien, jadi saran saya, jika beliau meminta atau menyuruh apapun. Jangan langsung di tolak, kalau bisa di kasih pencerahan perlahan-lahan. Karena tadi setelah sadar, pasien selalu bilang Anak kurang ajar, gak mau nurut sama orang tua. Jadi untuk anaknya di mohon bersabar, dan lebih kalem menanggapi ibunya." jelas dokter panjang lebar.
"Baik dok, saya akan berusaha berkata pelan-pelan sama ibu saya." jawab Arya.
"Baiklah, kalian boleh masuk. Kalau begitu saya permisi dahulu, jaga kesehatan istri anda jangan sampai ini terulang lagi."
"Terima kasih, dokter."
Setelah itu Arya dan Ryan langsung masuk kedalam UGD, dan hati mereka langsung terluka saat melihat wanita terhebat mereka terbaring lemah di atas brangkar rumah sakit. Bahkan beberapa selang infus, dan selang oksigen yang terpasang di hidung wanita terhebatnya.
"Mama." lirih Arya saat sudah dekat di ranjang Dinda. Dinda yang melihat dua orang yang membuat dia jengkel, langsung membalikkan badan dan tak mau menatap mereka berdua.
"Sayang, maafkan aku," ucap Ryant dengan sangat lirih.
"Mama maafkan Arya juga, Arya menyesal Ma." Kini Arya yang memohon ampun.
"Buat apa menyesal, kalian sudah buat Mama kecewa. Kalian gak sayang Mama, kalian jahat," ucap Dinda dengan nada serak, yang ingin menumpahkan air matanya.
"Kami bersalah Mama. Arya janji, Arya akan cari Dira sampai ketemu. Dan Arya juga janji akan menikahi Dira, jika Dira ditemukan. Tapi Arya mohon, beri waktu Arya untuk mengakhiri hubungan Arya dengan Fani. Karena jujur, Fani sama sekali tak memiliki kesalahan untuk Arya tingalkan," ucap Arya panjang lebar agar Dinda mau mengerti.
Dinda yang mendengar perkataan Arya, langsung melentangkan tubuhnya, dan menatap Arya dengan tatapan berbinar atau bahagia. "Kamu serius, Arya?"
"Serius, Ma." jawab Arya.
"Baiklah, Mama pegang omonganmu. Sampai Mama melihat kamu berbohong, jangan salahkan Mama jika berbuat nekat." Arya hanya bisa mengangguk dengan ucapan Dinda, karena dia gak mau membuat Dinda drop lagi.
"Akhirnya kamu tersenyum, Sayang." Ryant yang merasakan bahagia, dan hendak memeluk tubuh istrinya langsung di cekal koleh Dinda.
"Gak ada pelukan, aku masih marah sama kamu. Ingat, kamu yang membuat Dira pergi. Jadi sebelum Dira ketemu, kita akan tidur terpisah."
"Apa!"
.
.
.
Happy Reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 220 Episodes
Comments
Cipika Cipiki
mamah Dinda bukan ibu yg bijaksana kesannya tuh egois banget ga ngasih kesempatan biar cinta Arya dan Dira hadir secara natural 😊 dan kasihan Fani juga sih terlepas dari sifatnya yg kurang baik atau apalah tapi tetap dia tersakiti
karakter Arya juga kok kasar banget ya jadi cowok maen tampar ajah sama Fani 😁 Baiklah bakal lanjut bacanya tanpa skip karena memang ceritanya aku suka 👍
2022-04-10
0
Naura Rahma Shaffiyya Shaffiyya
aapaaa,,, trus musiknya jeng jeng jeng,,, papa gk mau tidur terpisah mah,,, lanjutt aku suka ceritanya
2021-12-28
0
Suryani Bakri
kasihan papa tdr sendiri
2021-12-27
1