Steven membiarkan tubuhnya tersiram air dingin yang terasa begitu membekukan. Berharap dinginnya air bisa mengurangi sedikit beban berat yang ada dihatinya. Laki-laki itu menutup kedua matanya perlahan, wajahnya sedikit mendongak. Air dingin terus menyiram tubuhnya tanpa henti.
Cukup lama Steven larut dalam perasaannya. Pikirannya tidak pernah bisa lepas dari rasa sakit yang menghimpit perasaannya. Semua memory masa lalunya seakan menguasai dirinya, menghantarkannya pada rada sakit yang tidak berkesudahan.
Setelah mandi dan mengganti pakaiannya, Steven kembali duduk termenung di atas tempat tidurnya. Sepasang mutiara hitamnya menatap keluar jendela yang terbuka. Steven mendesah berat. Ia tidak bisa terus berdiam diri seperti ini. Ia harus segera mengambil tindakan dan memikirkan cara membalaskan dendam atas kematian Ayahku juga kehancuran pada keluarganya.
Saat menoleh. Tanpa sengaja Steven melihat sebuah anting berlian yang tergeletak di atas meja samping tempat tidurnya. Steven mengambil anting itu dan seketika mengingatkannya pada insiden yang terjadi semalam hingga membuatnya terluka seperti ini, terlebih pada seorang gadis yang membuat kemarahannya naik sampai level 10.
Steven mengangkat tangannya dan berniat membuang anting itu keluar melalui jendela kamarnya. Tapi dia tidak jadi melakukannya, Ia ragu-ragu untuk membuang anting itu. Akhirnya Steven meletakkan kembali anting itu dengan cara melemparkannya.
"Merepotkan saja, seperti pemiliknya."
.
.
"Apa yang sebenarnya sedang kau cari?" Simon mengerutkan dahinya sambil menghampiri adiknya yang sedang kebingungan mencari sesuatu.
Gadis berparas barbie itu mendongak, menatap Simon sekilas Antingku, apa kau melihatnya?" Stella berbalik bertanya. Posisinya dan Simon kini saling berhadapan dalam jarak 4 Meter.
Simon mengerutkan dahinya. "Jadi sedari tadi kau kebingungan hanya karena sebuah anting? Sudah biarkan saja. Toh kau masih bisa membelinya lagi, jika kau mau. Aku bisa membelikan yang lebih bagus dan lebih mahal dari anting mu itu. Buang saja satu anting yang tersisa."
'HUFFT' Stella mendengus kasar. Inilah yang paling Stella benci dari Simon yang selalu meremehkan sesuatu yang berharga dan menganggap bila uang adalah segala-galanya. Ya meskipun tidak bisa Stella pungkiri, jika Ia juga tidak bisa hidup tanpa adanya uang.
Namun berbeda dari Simon, Stella tidak terlalu terobsesi apalagi menganggap uang adalah segala-galanya. Karna uang juga tidak akan bisa mengembalikan semua kebahagian yang terenggut dari hidupnya setelah kepergian kedua orang tuanya.
Selama ini, Stella selalu menyembunyikan kesedihan dan rasa sakitnya dibalik wajah cerianya, ya meskipun terkadang Ia bersikap sedingin es. Ia tidak ingin ada yang tau mengenai keadaan dirinya yang sebenarnya. Dan dia memang sangat pandai menyembunyikan perasaannya.
"Anting itu tidak ternilai harganya dan tidak akan ada anting lain yang bisa menggantikannya. Karena anting itu adalah peninggalan terakhir, Mama. Itu adalah satu-satunya yang aku miliki darinya, dan dengan entengnya kau memintaku untuk membuangnya. Sampai kapan kau akan meremehkan sesuatu yang berharga dan penuh dengan kenangan."
"Aku tidak pernah tau bagaimana perasaanmu yang sebenarnya setelah kepergian mereka, bahkan sekali pun aku tidak pernah melihatmu menunjukkan kesedihan dan kehilangan setelah kepergian mereka. Atau kau memang bahagia setelah mereka tiada?" Tutur Stella panjang lebar. Dia meluapkan semua perasaannya. Membuat kedua tangan Simon terkepal kuat.
Plakkk ... !! ...
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Stella. Menimbulkan rasa panas dan perih diwaktu bersamaan, gadis itu terdiam karna syok. Dan untuk pertama kalinya didalam hidupnya, seseorang berani menamparnya dan lebih parahnya lagi orang itu adalah kakak kandungnya sendiri.
Stella menahan air matanya agar tidak menetes, kedua matanya menatap tajam pada Simon. Sorot matanya sarat akan kebencian dan rasa sakit, sedangkan pria itu yang memang tidak sengaja melakukannya hanya bisa menatap tangannya dengan nanar. Ada penyesalan yang tersirat dari sorot matanya yang meneduh.
"Stella, maaf. Kakak~?!"
"Aku membencimu." Stella menyambar tasnya yang tergeletak di atas tempat tidurnya dan berlari meninggalkan kamarnya termasuk sosok Simon yang berada di sana.
"Stella tunggu.??"
.
.
Arya terpaku melihat punggung seorang gadis yang sangat Ia kenal dipinggiran sungai Han. Gadis itu diam layaknya patung yang tidak bernyawa, diam dalam posisinya dengan tatapan lurus ke depan.
Arya sedikit mempercepat langkahnya saat Ia memikirkan kemungkinan buruk yang mungkin saja menimpa gadis itu. Kekhawatiran yang sangat besar melanda perasaannya. Dan saat ini Arya telah berdiri disamping gadis itu, tanpa berniat menegurnya meskipun mereka berdiri bersebelahan. Dan sepertinya gadis itu masih belum menyadari kehadirannya.
Arya memutar lehernya dan menatap paras cantik yang bagaikan sebuah mahakarya itu, hidung mancung, bibir merah, mata bulat dengan bulu lentik, sungguh tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata kecantikannya. Ya semua orang memang mengakui kecantikan yang dimiliki gadis itu 'Stella' tak terkecuali Arya pastinya.
Seakan tidak memiliki rasa jemu, pria itu tetap memperhatikan wajah itu. Seolah-olah tidak ada pemandangan lain yang lebih menarik yang bisa Ia nikmati. Padahal senja kekuningan, yang terpantul dipermukaan sungai adalah keindahan yang dan fenomena alam yang menakjubkan.
' Huffttt ' Stella mendesah pelan. Iris matanya yang berwarna kecoklatan menatap jembatan raksasa yang membela sungai itu. Tersirat kesedihan dari sorot matanya yang teduh, entah apa sedang Ia pikirkan hingga terlihat sesedih itu.
Setelah hampir 3 jam berdiri ditempat itu tanpa bergeming. Stella memutuskan untuk pergi dari sana. Saat menoleh, Ia dikejutkan oleh keberadaan seorang pria tampan yang sangat Ia kenal.
"Stella," Arya melambaikan tangannya, menyapa sambil tersenyum manis.
"Kakak,"
" Apa aku mengejutkanmu?" Tanya Arya.
Stella menggeleng seraya tersenyum lebar, menarik sudut bibirnya dan menciptakan lengkungan indah di wajah cantiknya.
Memang seperti inilah Stella. Seburuk apa pun dan sebanyak apa pun air mata yang telah Ia tumpahkan, namun dia masih memiliki tenaga menebarkan senyum terbaiknya dan menyembunyikan kesedihannya didepan orang lain. Dan parahnya, Arya tidak menyadari kesedihan itu. Meskipun sorot matanya sarat akan kepedihan dan rasa sakit.
"Hanya sedikit." Stella menjawab dengan suara jernih, senyum ceria kembali menghiasi wajah cantiknya. Membuat Arya ikut tersenyum melihatnya.
"Gadis nakal. Kau selalu saja membuatku mencemaskan dirimu, aku pikir kau sedang bersedih sampai-sampai melamun ditempat ini." Arta menepuk kepala Stella. Gadis itu terkikik kecil mendengar ucapan seniornya itu.
"Aku tidak selemah itu, Kak. Lagipula aku tidak memiliki alasan untuk merasa sedih bukan?" Lagi-lagi Stella tersenyum manis, membuat siapa pun yang melihatnya tidak akan mengira jika gadis itu memiliki kehidupan yang rumit dan menyakitkan.
Stella mengakhiri kontak matanya dengan Arta, kembali menatap lurus ke depan. Perlahan, kelopak matanya tertutup. Menyembunyikan sepasang mutiara berwarna coklat di sana. Dan Arya, pria itu tidak bisa mengalihkan pandangnya dari wajah Stella.
"Sudah semakin sore, sebaiknya aku antar kau pulang." Ucap Arya dan membuat kedua mata Stella terbuka seketika. Gadis itu menoleh, terlihat Ia menggeleng samar.
"Aku masih ingin disini, jadi sebaiknya kau pulang duluan saja." Ucapnya diiringi senyum tipis.
"Kau yakin?" ucap Arya memastikan, gadis itu mengangguk meyakinkan.
"Tentu." Jawabnya.
Dengan berat hati. Arya pun melangkah pergi, meninggalkan gadis itu sendiri. Dan selepas kepergian pria itu, raut wajah Stella berubah 180°. Senyum ceria yang beberapa saat lalu menghiasi wajah cantiknya pudar begitu saja. Tergantikan oleh wajah sedih yang selalu menghiasi kesendiriannya.
Tak jauh dari Stella berada. Seorang laki-laki yang penampilannya tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata duduk dan bersandar di bawah pohon besar, mata hitamnya yang setajam elang tak luput sedikit pun dari sosok Stella yang sejak tadi memang berada di sana. Tidak ada niatan untuk pemuda itu menyapa apalagi menghampirinya Ia tetap diam dalam posisinya.
"Gadis bermuka dua, cihhh sungguh menyedihkan."
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Radya Arynda
semangaaaat stella, , , , , semogah sabar menghadapi semua cobak'an...💪💪💪💪💪💪
2023-04-15
1