Bab 4

"Sampai saya hamil."

Roy melotot mendengar jawaban pelanggan barunya, Anggita. Ia menggeleng kecil berharap salah dengar. Diambilnya gelas berisi cappucino pesanannya tadi lalu diteguknya. "Kamu bilang apa tadi?" Tanyanya mencoba meyakinkan hatinya bila kalimat yang diucapkan Anggita salah.

"Sampai saya hamil," jawab Anggita mengulang jawabannya tadi. Ia tahu bila pria bayaran di hadapannya tengah menahan keterkejutan atas ucapannya tadi.

Tangan Roy terus menepuk-nepuk dadanya sebab tersedak dengan minumannya sendiri. Gila, ini benar-benar gila pikirnya.

"Saya tidak bisa," tolak Roy tegas. Ia tidak ingin akan terjadi masalah diantaranya dan juga Anggita.

"Kenapa tidak bisa? Kamu hanya perlu mengeluarkan speerma kamu di dalam, itu saja." Kata Anggita sedikit panik ketika Roy menolak tawarannya.

"Saya akan membayar kamu 3 kali lipat dari tarif pelanggan kamu yang lain," meski harus menguras tabungan pribadinya, Anggita rela melakukan hal ini. Jangan berpikir bahwa ia menginginkan hal ini terjadi. Mengingat sikap Pak Surya selalu ingin menguasai harta keluarga Ariguna dan jika harta keluarga Ariguna jatuh ke tangan pak Surya maka nasib Panti Asuhan Mutiara Kasih menjadi taruhan karena selama ini donatur tetap di sana adalah suaminya sendiri.

Roy menggeleng tak percaya mendengar tawaran Anggita. Tentu saja hal itu membuatnya dirinya tergiur tetapi tidak untuk memiliki anak. Jika saja Anggita meminta dirinya menemani satu Minggu pergi berlibur dan memuaskan pasti akan cepat setuju.

"Kamu gila," umpat Roy merasa tak percaya. Ia pun memilih beranjak dari duduk meninggalkan Anggita masih diam terpaku. Entah apa yang sedang bersarang dalam pikiran wanita itu. Sebelum keluar dari kafe, ia membayar pesanan mereka lebih dahulu.

Anggita tidak tahu harus berbuat apa atas penolakan Roy. Ia pun beranjak dari duduk dan segera mengikuti Roy pergi. Tidak akan dibiarkan pria itu pergi begitu saja. Apalagi sudah mengetahui tawaran gilanya. Ia takut bila Roy menyebarkan gosip ke teman-teman seprofesinya.

Umpatan berulang kali terdengar dari dalam mobil Roy ketika melihat sebuah mobil mengikutinya. Ia yakin mobil tersebut adalah mobil milik Anggita. Desah nafas terdengar kasar melihat kegigihan wanita itu. Ia pun berkaca pada spion tengah melihat ketampanannya.

"Apa aku terlalu tampan sampai-sampai wanita itu ingin punya anak dariku?" Tanyanya pada diri sendiri.

Roy membelokkan setir mobil ke arah salah satu Restoran. Sepertinya akan menemui pelanggannya yang lain.

"Roy," pekik Anggita baru saja keluar dari mobil segera mengejar Roy yang sudah keluar mobil dan hendak masuk ke dalam Restoran itu.

Roy menghentikan langkahnya sambil menoleh ke arah Anggita. Ia memutar bola matanya jengah atas tindakan wanita itu. Apabila para pelanggan yang lain mendatanginya dengan genit, berbeda dengan wanita ini. Ia merasa seperti dalam keadaan terdesak, tapi tetap saja tidak menggoyahkan penolakannya.

"Saya tidak bisa, mbak. Saya tidak ingin punya anak," tolak Roy masih pada pendiriannya.

Tangan Anggita terkepal mendengar penolakan Roy. Jika saja tidak membutuhkan pria bayaran di hadapannya ini, sudah ia tampar sedari tadi.

"Kamu hanya perlu tiduri sampai saya hamil. Urusan anak biar aku saja dan saya berjanji setelah anak itu lahir, tidak akan pernah mengenal kamu. Aku janji," kata Anggita mencoba meyakinkan Roy.

"Tidak," tolak Roy lagi. Ia tak menyangka akan ada wanita keras kepala seperti Anggita dan baru pertama kali memaksanya seperti ini.

Entah keberanian dari mana, Anggita mendekati Roy lalu merangkul lengan pria itu. "Kalau kamu menolak, aku terus mengikuti kamu." Cetus Anggita tidak lagi bicara seformal awal pertemuan.

Satu alis Roy naik saat mendengar ucapan Anggita barusan. Bahkan merasa tidak menyangka bila sebegitu ingin memiliki anak darinya. "Yakin, mau ikuti aku?"

Anggita mengangguk pasti demi tawarannya disetujui oleh Roy. Ini adalah kali pertama ia berinteraksi dengan lawan jenis begitu intens.

Roy mendengar itu hanya dapat menghela nafas kasar lalu membiarkan Anggita tetap merangkul lengannya hingga memasuki Restoran. Tercetus ide dalam kepalanya agar Anggita menyerah saja.

"Hai, Rika!" Sapa Roy tanpa berkata apapun mengecup bibir pelanggannya tersebut dan melirik Anggita membuang muka sembarang arah.

Anggita langsung ikut duduk disebelah Roy meski tahu bila wanita disapa Rika itu tampak tidak senang atas kehadirannya.

"Siapa dia, beb?" Tanya Rika tampak tak senang.

"Abaikan saja," jawab Roy tanpa memberitahu siapa Anggita.

Anggita sendiri hanya diam saja mendengarkan obrolan transaksi mereka. Jika saja tidak memerlukan jasa Roy, pasti ia tak akan mau berada disini.

"Ayo, beb." Ajak Rika tetapi Roy menatap Anggita.

"Kamu mau ikut juga?" Tanya Roy dan diangguki oleh Anggita justru semakin membuat pria itu kesal. Rupanya belum menyerah juga, pikirnya.

Akhirnya Roy beranjak dengan menggenggam tangan Anggita agar mengikuti dirinya pergi bersama Rika. Akan ia tunjukkan pekerjaannya selama ini agar niat Anggita urung diwujudkan.

Ternyata Roy membawa Anggita ke sebuah Hotel, bahkan sudah memesan satu kamar sebelum sampai di tempat itu. Anggita sendiri merasa ketar-ketir harap-harap cemas apa yang akan terjadi selanjutnya.

Tiba pada lantai 6 kamar 106. Anggita juga ikut masuk ke dalam kamar hotel itu sebab tangannya masih digenggam oleh Roy. Matanya melotot kala Rika langsung menyerang Roy dengan ciuman panas. Ia pun berusaha melepaskan genggaman tangan Roy lalu pergi meninggalkan kamar itu sebab merasa jijik sekali.

"Gila. Aku seperti sedang menonton film biru secara live tadi," umpat Anggita di dalam mobil taksi menuju ke Restoran sebelumnya sebab mobilnya berada disana.

Namun, sepanjang perjalanan Anggita memikirkan nasib rumah tangganya jika tidak memiliki anak. Apalagi Devano hanya sendirian. Andai dirinya yang mandul, Devano pasti bisa memiliki anak dengan wanita lain. Permasalahannya sekarang adalah kondisi Devano yang mandul.

Helaan nafas terdengar panjang harus berusaha membujuk Roy agar setuju menghamilinya.

****

Malam harinya, Anggita bersiap diri untuk pergi ke sebuah klub malam. Yang tak sengaja mendengarkan percakapan Rika dan Roy, terlihat serius antara mereka berdua siang tadi.

Tanpa diantar sopir seperti biasa, Anggita melajukan mobilnya menuju klub malam yang dimaksud.

Pertama kali masuk ke dalam klub itu, Anggita sudah merasa tidak nyaman. Asap rokok, cahaya lampu kelap kelip, musik berdentum keras. Ketika menyusuri ruangan sambil mencari keberadaan Roy, ia semakin merasa tidak nyaman dengan tatapan para pria disana.

"Hai cantik," seru salah seorang pria dalam keadaan mabuk mencoba mendekati Anggita.

Anggita hanya memaksakan senyum lalu mencoba menjauh dari pria mabuk itu. Tetapi, tangannya dicekal oleh pria tersebut. "Jangan kurang ajar, ya." Sentaknya menjadi was-was. Ia memberontak dan semakin ketakutan, apalagi pria mabuk itu mencoba mencium lehernya.

"Oh, cantik. Kamu semakin membuatku bergairah," pria mabuk itu hendak mencium leher Anggita. Namun, ciuman itu tak sampai sebab pria mabuk itu sudah tersungkur ke lantai setelah mendapat bogeman dari seorang pria.

Anggita yang ketakutan memejamkan mata saat pria mabuk itu akan melakukan perlakuan kurang ajar itu lagi padanya. Tapi, sekian lama menunggu tidak ada ciuman itu lagi hingga membuatnya membuka mata. Pria mabuk itu sudah tersungkur bahkan babak belur dihajar oleh pria yang siang tadi dijumpainya, Roy.

"Ikut aku," kata Roy dingin dan menarik tangan Anggita menuju lantai dua gedung tersebut.

Di dalam kamar, Anggita menunduk ditatap Roy begitu intens.

"Kenapa kamu kesini?" Tanya Roy dingin.

"Aku mencarimu, Roy." Jawab Anggita memberanikan diri menatap Roy tapi kembali menunduk sebab tatapan pria bayaran itu sangat menyeramkan.

Roy mendengar itu membuatnya menghela nafas berat. "Kenapa kamu sampai mengejar ku kemari? Aku melihat kamu bukan wanita yang sering datang ke tempat seperti ini."

"Karena aku benar-benar membutuhkanmu, Roy. Suamiku divonis mandul tapi harus punya keturunan untuk meneruskan ahli waris keluarga. Aku gak mau buat suamiku sedih. Aku rela lakukan apapun demi kebahagiaan suamiku," terang Anggita jujur kepada Roy.

Hati Roy terenyuh mendengarnya sebab masih ada seorang istri rela melakukan apapun demi kebahagiaan suami dan menerima keadaan suaminya.

"Kita akan selalu terhubung kalau ada anak diantara kita," kata Roy setelah beberapa saat terdiam. "Kamu tahu sendiri kalau untuk saat ini pekerjaanku begini. Anak akan membuat beban bagiku dan juga gimana kalau ketahuan?"

Anggita menggeleng. "Aku janji gak akan pernah nyusahin kamu dan gak akan ketahuan kalau kita bisa jaga rahasia ini."

Roy mengangguk kecil. "Baiklah.aku setuju dan semoga ucapan kamu barusan benar," ucapnya meski ada keraguan dalam hatinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!