MAAFKANLAH AKU, SUAMIKU
"Mas. Ini teh nya," ucap Anggita menaruh gelas berisi teh hijau di meja berhadapan dengan suaminya, Devano Ariguna.
Pria keturunan Indonesia - Turki itu menatap wajah istrinya yang tetap cantik dan memberikan senyuman. "Terimakasih, sayang. Pergilah, tidur. Ini sudah sangat larut," tutur Devano kepada Anggita. Malam memang semakin larut, tetapi pekerjaan sebagai Direktur Utama di Perusahaan Ariguna Groups membuatnya harus begini hampir setiap malam.
Wajah Anggita berubah cemberut. "Aku tungguin mas, saja. Aku belum mengantuk. Kalau di kamar sendiri yang ada malah kesepian," ungkapnya mengatakan sejujurnya.
Anggita memang kerap sekali kesepian berada di rumah. Apalagi ketika ditinggal Devano bekerja dan pergi ke luar kota. Sudah dua tahun membina rumah tangga dengan usia Devano sudah berkepala tiga dan usianya empat tahun lebih muda, tetapi tidak kunjung hamil. Bukan menunda, memang belum diberi kesempatan oleh Yang Maha Kuasa.
Meski dua tahun berumah tangga belum memiliki keturunan, Anggita dan Devano menjalani hari-hari dengan suka cita. Mereka seperti pasangan yang selalu di mabuk asmara. Apalagi sebelum menikah, masa perkenalan dan berpacaran terlalu singkat. Sehingga ketika sudah menikah, cinta mereka terus tumbuh setiap waktunya.
Anggita sendiri hanyalah gadis beruntung yang besar di Panti Asuhan Mutiara Kasih terletak di pinggiran kota. Persis seperti Cinderella yang dinikahi Pangeran tampan. Ia dicintai Devano semenjak pandangan pertama mereka bertemu, begitu juga dengan dirinya.
"Mas gak kangen aku?" Tanya Anggita manja duduk di seberang meja Devano. Tidak bermaksud mengganggu pekerjaan suaminya, hanya saja ia suka mengganggu sang suami meski pada akhirnya dirinyalah yang kelelahan. Namun, jika boleh saja jujur. Dengan cara beginilah dapat membuat Devano berhenti bekerja saat malam kian larut.
Devano menghentikan pekerjaan sesaat menatap Anggita sedang tersenyum nakal seakan menggoda. "Mas masih banyak pekerjaan, sayang." Tolaknya dengan lembut. Meski kenyataan nya, ia tidak pernah bisa menolak pesona istrinya sendiri.
Sesaat Anggita diam karena ditolak. Namun, ia tak menyerah. Dikibas ke belakang surai hitam bergelombang miliknya hingga menampakkan leher putihnya yang mulus. "Beneran gak mau malam ini? Kalau malam ini gak mau, mas harus libur satu Minggu, loh!"
Jika Anggita sudah mengeluarkan ancaman maka Devano tidak berkutik. Segera dihentikan semua aktivitas pekerjaannya. Setelah itu, di gendong Anggita ala bridal style menuju kamar mereka dengan tawa mengiringi langkah mereka.
***
Keesokan hari, seperti biasa Anggita akan memasak untuk menu makan siang bersama Devano. Suaminya itu selalu menyempatkan diri pulang ke rumah di tengah kesibukan.
Ketika hendak memulai makan bersama, mereka kedatangan tamu tidak diundang. Pria paruh baya yang dipanggil dengan sebutan 'om'. Beliau adalah Pak Surya.
Devano tampak tidak suka atas kedatangan Pak Surya. "Ada perlu apa Om? Sampai ringan langkah om untuk datang ke rumah kami," tutur nya tak bersahabat.
Anggita mendengar penuturan Devano gegas mendekati memberikan ketenangan melalui usapan tangan nya di lengan suaminya itu.
"Kami akan makan siang. Om sudah makan?" Tanya Anggita segera memotong pembicaraan suami dan paman dari suaminya tersebut sebelum obrolan mereka bersitegang seperti sebelum-sebelumnya.
Pak Surya hanya mengangguk saja dan memilih menunda menyatakan maksud tujuan datang ke rumah keponakannya ini.
Anggita tersenyum setelah permintaan nya di turuti. Mereka pun makan siang dalam diam, hanya suara dentingan sendok beradu dengan piring saja yang terdengar.
Beberapa saat kemudian, Devano dan pak Surya sudah berada di ruang tamu setelah makan siang bersama. Mereka tampak saling diam dengan tatapan tidak bersahabat sedang menunggu Anggita selesai membersihkan meja makan dan mencuci piring bekas mereka tadi.
Anggita datang dan duduk bersebelahan dengan Devano. Wanita itu sendiri merasakan suasana hening tak bersahabat disana. Namun, ia bisa melakukan apa? Sedari menjadi istri Devano, ia sudah merasa hubungan Paman dan keponakan itu tak pernah akur meski saling diam.
"Sudah dua tahun kalian menikah tapi belum punya anak juga," cetus Pak Surya menghunus hati Devano dan Anggita.
Anggita diam membisu dengan kedua tangan mencengkram tepi sofa. Sementara Devano diam menatap pak Surya dengan tatapan tajam serta rahangnya mengeras. Terlihat jelas kemarahan pria itu.
"Ka-kami juga sedang berusaha, Om." Bukan Devano yang menjelaskan. Melainkan Anggita.
"Mau sampai kapan? Ini sudah dua tahun, Nggit. Lebih baik segera serahkan posisi Direktur Utama itu kepada Arya," tekan pak Surya membuat Devano murka.
"Enggak. Aku gak akan memberikan posisi ku kepada anak, om. Lagi pula selama ini aku sudah berusaha membuat Restoran dan Hotel semakin maju. Sementara Om dan Arya nggak melakukan apapun," tolak Devano tidak terima. Bagaimana ia menyerahkan Perusahaan hanya karena belum memiliki keturunan?
Pak Surya bangkit dari duduk, merapikan jas yang dikenakan. "Terserah. Om kasih waktu kamu satu tahun kedepan. Kalau istri kamu belum juga melahirkan seorang anak, maka bersiaplah. Posisi mu sebagai Direktur Utama akan digantikan oleh Arya," tekan Pak Surya lalu pergi begitu saja dari rumah Devano tanpa pamit.
Anggita sendiri menjadi takut setelah mendengar ucapan Pak Surya terakhir kali. Kepalanya sudah menunduk menyembunyikan tangisannya. Devano yang mengetahui istrinya menangis gegas mendekap erat tubuh itu mencoba menenangkan hati keduanya.
"Jangan menangis."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Merry Queen
aq hadir kak author..
semangat 💪🥰
2023-04-15
0
Heri Kelapa
mampir kak Win
2023-04-15
0
Mariana Riana
aku hadir makk..semangatt💪trus up nya🤭😂😂
2023-04-14
1