Aamir Melihat dua orang wanita muda memasuki teras mesjid tanpa membuka alas kakinya. Aamir yang baru saja selesai menyapu dan mengepel bagian dalam mesjid, langsung saja bergegas menghampiri dua wanita tersebut.
Sebisa mungkin Aamir menegur mereka dengan suara yang pelan dan sopan, Akan tetapi bukan balasan baik yang ia terima. Melainkan malah perkataan ketus yang dilontarkan oleh salah satu dari mereka.
Wanita itu terlihat angkuh dan memandangnya dengan sinis, dan tentu saja ia sama sekali tidak mengindahkan teguran dari Aamir tersebut. Buktinya Mereka tetap saja memakai sepatu mereka untuk masuk kedalam toilet.
Aamir sengaja menunggu mereka keluar dari toilet, beberapa saat kemudian merekapun keluar dengan tertawa lepas. Entah apa yang yang sedang mereka bicarakan sehingga mereka terlihat begitu bahagia sekali. Aamir tidak begitu peduli, yang ia peduli kan sekarang adalah lantai teras mesjid terlihat basah dan kotor karena sepatu mereka yang baru keluar dari toilet.
"Kak, Maaf.. Lain kali kalau kakak - kakak ini mau menggunakan toilet yang bangunannya gabung dengan mesjid, kakak bisa pakai sendal yang sudah disediakan didepan toilet ya. Saya tahu mungkin sepatu kakak bersih, tapi setidaknya tolong dihargai orang yang sudah membersihkan dan mengepel lantai mesjid. Karena Sepatu kakak kan tadi sudah dibawa kedalam toilet jadi gak etis rasanya jika diinjakkan lagi keteras mesjid yang sudah bersih ini. Maaf ya kak, saya cuman mengingatkan saja." jelas Aamir dengan suara yang tenang dan sikapnya yang sopan.
Tapi, lagi - lagi Wanita dihadapannya ini tidak Terima atas teguran dari Aamir tersebut. Ia menganggap Aamir terlalu berlebihan. Dengan berdecak pinggang, wanita berkulit putih itu langsung menjawab peringatan dari Aamir dengan kalimat yang meledak - ledak.
"Eh.. Dasar lebay!! Masih juga mempermasalahkan tentang sepatu kami. Ada masalah apa sih sebenarnya dengan kami ha? Kok segitu nyolotnya kamu, memang ni mesjid punya bapak Lo?" ketus wanita itu dengan berapi - api.
"Saya gak nyolot kak, saya cuman merasa bertanggung jawab saja untuk menyampaikannya. Maaf jika kakak tersinggung dengan penyampaian saya ini." kata Aamir dengan rendah hati.
"Ya jelas tersinggung lah," sahut Nisha dengan meninggikan nada suaranya.
"Nai, sudahlah.. Jangan di ladeni. Kita pergi aja yuk." kata Mely dengan menarik tangan Naisha agar segera pergi dari sana. Karena Mely tahu Naisha pasti masih ingin meneruskan kata - kata mutiaranya.
"Lagian aneh banget tu cowok, masalah kita pakai sapatu aja disewotin. Dasar, bikin kesal aja." Naisha masih terus mengomel - ngomel sepanjang jalan menuju ketempat mobil mereka terparkir.
Sedangkan Aamir hanya bisa melihat kepergian dua wanita itu dengan menggeleng - gelengkan kepalanya.
...🌺🌺🌺🌺...
Saat menjelang maghrib, Aamir yang sudah berpakaian rapi langsung saja keluar dari kamarnya dengan menuruni anak tangga menuju kebawah mesjid. Yah.. Kamar Aamir berada dilantai dua di sebuah mesjid megah yang terletak di perumahan elit.
Aamir baru beberapa hari tinggal dimesjid sebagai seorang Marbot yang menjaga keamanan serta kebersihan mesjid dan sekaligus mengajari anak - anak kecil dilingkungan tersebut untuk membaca Al-Qur'an.
Setelah masuk ke dalam mesjid, Aamir melihat tiga orang laki - laki yang sudah berada didalam sana. Mereka membawa minuman serta bermacam - macam takjil untuk berbuka puasa mereka. Aamir menghampiri mereka lalu menyapa mereka dengan ramah.
"MasyaAllah, ini dapat kiriman takjil dari mana lagi Fadil?" tanya Aamir kepada Fadhil, seorang remaja mesjid yang aktif dalam kegiatan - kegiatan keagamaan dimesjid tersebut.
"Ini dari istrinya Pak Marwan, Bang Aamir. Alhamdulillah, ada lebih juga nih untuk anak - anak tadarus nantik malam." jawab Fadhil dengan antusias.
"Pak Marwan itu orang yang selalu memberikan donatur untuk pembangunan mesjid ini kan?" tanya Aamir untuk memastikan, karena memang Pak Marwan terkenal dengan sifatnya yang suka bersedekah untuk pembangunan mesjid.
"Iya, benar Bang Aamir." sahut Fadhil yang masih sibuk menyiapkan makanan dan minuman untuk berbuka puasa mereka. Dan beberapa menit kemudian, waktu berbuka puasa sudah masuk. Mereka berempat pun langsung berbuka bersama, setelah itu barulah Aamir mengumandangkan adzan maghrib.
Selesai sholat, mereka melanjutkannya dengan makan bersama. Mereka makan dengan begitu lahapnya, tanpa sedikitpun mengeluarkan suara. Setelah selesai makan, barulah mereka mengeluarkan suara dengan saling berbincang - bincang hangat tentang kesibukan dan aktifitas mereka sehari - hari.
Tidak terasa waktu sholat isya pun sudah masuk, dan orang - orang sudah ramai berdatangan untuk menunaikan ibadah sholat isya berjamaah sekaligus melaksanakan sholat tarawih dan witir berjamaah juga. Namun sebelumnya, diisi dulu dengan santapan rohani ataupun ceramah dari Ustad yang sudah diundang untuk menyampaikan dakwahnya malam itu di Mesjid Takwa tersebut.
Namun, sayang sekali untuk malam ini ustad yang akan mengisi ceramah berhalangan untuk datang. Dan tiba - tiba saja pengurus mesjid yaitu Pak Daud menyarankan agar Aamir lah yang menggantikan penceramah yang tidak hadir malam itu.
"Aduh, Pak Daud. Saya gak ada persiapan sama sekali nih untuk memberikan ceramah malam ini." tolak Aamir dengan halus.
"Gak apa Aamir, saya yakin kamu pasti bisa tanpa persiapan. Karena seperti yang pernah dibilang Ustad Mukhlis kalau kamu ini penceramah yang bagus dikampung kamu. Jadi saya yakin, kamu pasti bisa memberikan yang terbaik meskipun tanpa persiapan." kata Pak Daud dengan begitu yakin.
"Ya beda Pak, itukan dikampung saya jadi orang - orang sudah kenal sama saya. Tapi, kalau disini, saya agak grogi Pak, jujur..!!" kata Aamir yang masih berusaha menolak tawaran dari Pak Daud itu. Tapi, Pak Daud tidak mau tahu. Ia tetap juga menyuruh Aamir untuk berceramah malam itu. Dan dengan terpaksa akhirnya Aamir pun mengikuti keinginan dari Pak Daud yaitu mengisi santapan rohani kepada masyarakat dilingkungan perumahan elit tersebut.
Awalnya Aamir agak gugup, tapi karena dia sudah memiliki pengalaman dalam berceramah saat dikampung, maka kegugupan itu pun perlahan - lahan mulai hilang. Ditambah lagi Aamir yang pernah mengecap pendidikan di pesantren dulunya sehingga membuat pengetahuan agamanya begitu luas dan bagus sehingga isi ceramah yang disampikannya bisa diterima dengan baik oleh masyarakat yang hadir di mesjid malam itu.
Disaat Aamir mengisi ceramah itulah, tanpa Aamir sadari bahwa ada seorang lelaki setengah baya di dalam mesjid tersebut sedang memperhatikannya dengan rasa kagum dan simpati yang teramat dalam. Lelaki berbadan kekar itu tidak lepas menatap Aamir dengan pandangan teduhnya. Karena penasaran, Lelaki itupun bertanya dengan Pak Daud yang kebetulan duduk disebelahnya.
"Pak Daud, siapa pemuda itu yang menggantikan penceramah malam ini?" tanyanya dengan penasaran.
"Oh, itu. Namanya Aamirul Hasbi Pak, kami biasa memanggilnya Aamir. Dia baru beberapa hari ditugaskan sebagai marbot di mesjid ini." jelas Pak Daud apa adanya.
Lelaki si penanya itu hanya manggut - manggut mendengar penjelasan dari Pak Daud. Namun, entah kenapa didalam hatinya terlintas sebuah keinginan untuk bisa kenal lebih dekat dengan pemuda sholeh itu.
...🌺🌺🌺🌺...
BERSAMBUNG...
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Yati Maryati
bagus
2023-09-11
1