Rani menahan diri untuk tidak merapikan rambut atau pun baju yang ia kenakan, lelaki di hadapannya itu memiliki mata yang tajam dan sepertinya bisa membaca apa yang sedang ia pikirkan. Tatapannya seakan bisa menembus bagian dirinya yang terdalam.
“Biar Aku bantu membawa kopermu,” ujar King kemudian, lalu mengambil koper dari tangan Rani.
Tanpa menunggu jawaban dirinya, lelaki itu langsung mengangkatnya dan menaruhnya di bak belakang mobilnya. Setelah itu King berjalan memutar dan membukakan pintu mobil untuk Rani.
“Masuklah, Aku akan mengantarmu ke peternakan nyonya Maggie.”
“Oke.”
Rani tersenyum, terkesan dengan sikap sopan King. Ia bergegas masuk ke dalam mobil. Tanpa sengaja jemarinya menyentuh tangan King yang masih memegang pintu mobil, dan laki-laki itu langsung menarik tangannya cepat.
Rani tertegun sesaat. Hanya sentuhan tipis saja, dan ia tak pernah menyangka akan melihat respons penolakan King yang begitu kentara.
Rani tak akan melupakan cara laki-laki itu menatapnya. King terlihat gusar dan tidak suka ia menyentuhnya. Tapi Rani melakukannya tanpa sengaja, dan sejak saat itu ia tahu tak boleh melakukan hal itu lagi pada King.
“Maaf,” ucap Rani sama kakunya dengan wajah lelaki di hadapannya itu.
Lelaki itu hanya menatapnya sekilas, lalu menutup pintu mobilnya setelah memastikan Rani duduk rapi di kursinya.
Rani menghela napas, ini tidak akan mudah. Rani menyadari hal itu ketika King sudah berada di dalam mobil dan mulai menghidupkan kembali mesin mobilnya. Mereka memulai perjalanan dalam suasana hening, King hanya fokus pada jalanan di depannya.
Melewati perjalanan panjang yang melelahkan dengan mobil bak terbuka tanpa pendingin udara di dalamnya, membuat Rani kegerahan. Meski kaca jendela mobil dibiarkan terbuka, namun udara di daerah itu terasa panas sekali.
Berulang kali Rani meminta King untuk menghentikan mobilnya sementara ia turun membeli minuman atau mampir untuk buang air kecil.
“Panas! Baru beberapa jam berada di tempat ini, rasanya kulitku seperti terbakar.” Keluh Rani seraya memegangi pipinya yang memerah. Ia masuk ke dalam mobil dan mereka kemudian melanjutkan perjalanan lagi.
Belum apa-apa baju yang dipakainya sudah basah di bagian dada dan punggungnya. Tanpa pikir panjang Rani melepaskan jaketnya, menyisakan kaus putih polos tanpa lengan dan membiarkan lengan putih mulusnya terekspos begitu saja dan Rani tidak berusaha untuk menutupinya.
Rani bergumam pelan sambil menyeka keringat di lehernya, “Apa cuaca di tempat ini selalu panas seperti ini?”
Dan sikap dingin King yang lebih banyak diam dan hanya fokus menatap jalanan di depannya, semakin membuat panas suasana terutama hati Rani. Ia tidak bisa membayangkan akan bekerja bersama laki-laki itu di bawah satu atap.
“Apa yang Kau pandangi?” tanya King melihat Rani yang tengah menatap ke arahnya.
“Kamu.”
“Kenapa? Kau bisa melihat pemandangan sekitarmu, dan itu jauh lebih menarik!” sahut King dengan nada tak suka.
“Karena Aku suka saja melihatmu, dan pemandangan di luar tidak menarik sama sekali. Asal Kamu tahu, ini pertama kalinya Aku satu mobil dengan seorang lelaki sepertimu.” Kata Rani terus-terang.
“Jangan seperti itu.” King mengetatkan cekalan tangannya di setir mobilnya. “Aku tak suka Kau pandangi seperti itu.”
“Kau kelihatan gugup,” tebak Rani, wanita itu seperti mendapat angin melihat laki-laki dingin di sampingnya itu terpengaruh dengan caranya menatap. “Sepertinya, banyak hal di dunia ini yang tidak Kau sukai.”
“Jangan menebak-nebak sesuatu yang tidak Kamu tahu, Kamu akan terjebak di dalamnya.” Sahut King dingin, balas menatap tajam Rani.
Pandangan mereka bertemu. Rani harus berjuang sekuat tenaga untuk mengakhiri kontak mata mereka meski dengan susah payah dan ia akhirnya berhasil.
Kali ini ganti Rani yang gugup, Rani mengalihkan dirinya menatap ke arah lain. Ia berpura-pura mencari-cari sesuatu di sekitar tempatnya duduk dan menemukan potongan kertas tebal bekas kalender di atas dasbor mobil, dan segera mengipasi lehernya yang berkeringat.
Sebelah tangannya yang bebas terulur dan menggulung asal rambut panjangnya. Angin nakal mengibarkan helai rambutnya, sebagian menutupi mata dan mengenai mulutnya.
Rani menjilat bibirnya, dan helai rambut itu masuk ke dalam mulutnya. Rani menyeka bibirnya, dan semua itu tak luput dari pandangan King.
Kruuk kuruuruukk!
Rani mengernyit, menoleh pada King sembari memegangi perutnya. Sedetik kemudian suara itu terdengar lagi, entah perut siapa yang berbunyi tapi yang jelas itu bukan bunyi perutnya.
“Apa Kau kelaparan? Kau bahkan memakan rambutmu sendiri!” tegur King.
“Apa Kau bilang?” sahut Rani cepat dan menatap kesal King. “Aku masih punya bekal roti dari ibuku, bisa-bisanya Kau katakan Aku memakan rambutku sendiri!”
Rani mengeluarkan roti sebesar kepalan tangan orang dewasa dari dalam tasnya, dan memperlihatkannya pada King.
King tersenyum, “Kau gampang sekali naik darah.”
“Kau yang memulainya duluan!” balas Rani, dan langsung memakan roti di tangannya itu dalam gigitan besar. “Karena Kau yang mengatakan Aku kelaparan, Aku tidak akan sungkan menghabiskan roti ini di depanmu.”
King terkekeh, merasa lucu melihat tingkah Rani. Ia menatap wanita yang duduk di sampingnya itu untuk sesaat lamanya, dan ia menggelengkan kepala sambil menahan senyumnya. Selain kepanasan, Rani juga terlihat lahap menghabiskan makanannya.
“Sebentar lagi kita akan melewati pinggiran daerah perbukitan, cuaca tidak akan sepanas di tempat tadi.” Ucap King tanpa menoleh pada Rani.
“Syukurlah, rasanya Aku ingin segera sampai di rumah nenek dan langsung menyegarkan diriku dengan berendam di dalam bak mandi.” Sahut Rani membayangkan dirinya berendam di dalam bak mandi dipenuhi buih sabun dan wewangian yang menenangkan.
“Aku dengar ayahmu lahir dan besar di daerah ini. Saat dewasa dia pergi ke kota lalu menikahi ibumu dan mengadakan pesta di peternakan nyonya Maggie,” imbuh King lagi.
“Luar biasa!” Rani menangkup kedua pipinya dan memasang wajah terkejut. “Bagaimana Kau bisa tahu cerita itu, apa Kau hadir saat pernikahan orang tuaku?”
“Aku masih bisa mengingatnya, usiaku saat itu tujuh tahun. Pestanya sangat meriah, mereka mengundang semua pemilik peternakan di daerah ini.”
Rani tak menyia-nyiakan kesempatan saat King mulai bicara banyak padanya, ia ingin mengetahu banyak hal tentang laki-laki itu.
“Kalau begitu Aku tebak usiamu saat ini pasti sekitar tiga puluh dua tahun. Wow, Aku bisa membayangkan putramu pasti sangat lucu dan tampan.”
“Rupanya Kamu termasuk wanita yang suka sekali menebak-nebak cerita hidup orang lain. Aku beritahu sesuatu padamu hai Nona sok tahu, Aku tidak memiliki seorang putra.” Sahut King tegas. “Dan Aku belum pernah menikah, kecuali kalau Kau berminat dan ingin mencobanya denganku. Aku mungkin bisa mempertimbangkannya untukmu.”
Deg! Rani tiba-tiba saja merasakan jantungnya berdegup kencang. Lelaki di sampingnya itu hanya menatapnya sekilas, tapi Rani tak mampu bernapas.
▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Brav Movie
lanjut thor
2023-04-30
1
Wendy putri
semangat ya ka
2023-04-30
1
Dewi tanjung
lanjut ka
2023-04-30
1