PB 5: Pesona Nyai dan Putri Demang

*Perampok Budiman (PB)* 

 

Tiga belas tahun kemudian.

Rugi Sabuntel sudah menjadi seorang pendekar perkasa. Ketampanan wajahnya masih masuk rata-rata, dalam arti tidak jelek dan juga tiga tampan banget. Dia berdada bidang berotot, berlengan kekar, berbetis keras, tetapi masih berperut gendut.

Uniknya, meski sudah menjadi pendekar pilih tanding, tetapi Rugi Sabuntel tetap bekerja di gudang jagung milik Demang Segara Gara, demi menafkahi dirinya dan ibunya.

Orang yang memimpin dan memandori gudang besar tersebut lebih sering adalah Nyai Demang. Demang sendiri hanya turun sesekali mengontrol keadaan gudang karena dia sendiri punya bisnis luar kademangan yang lebih prioritas dan utama.

“Rugi!” panggil Nyai Demang pada suatu ketika. Suaranya kencang dan bening tanpa zat pewarna. Konon katanya, Nyai Demang adalah seorang sinden kadipaten sebelum menikah.

Meski sudah punya momongan berusia gadis, Nyai Demang adalah wanita yang menjaga tubuh dalam perawatan yang mahal. Jangan heran jika kecantikannya luar biasa dengan wajah dan fisik seperti masih gadis. Saking mahalnya anggaran pesonanya, Nyai Demang selalu harum mewangi meski berkeringat saat sedang mengatur kerja para buruh gudang jagungnya.

Dia pun menjadi idola dan pujaan para buruhnya, karena hampir setiap hari mereka bertemu. Tidak ada kata jemu jika melihat kecantikan Nyai Demang.

“Iya, Nyai Demang!” sahut Rugi Sabuntel. Dia lalu berlari kecil datang kepada Nyai Demang.

Setibanya di hadapan Nyai Demang yang cantik menggoda tapi pantang digoda.

“Ada apa, Nyai?” tanya Rugi Sabuntel sambil berdiri dengan punggung agak melengkung, menunduk merendah di hadapan sang majikan.

“Bawa tiga karung ini ke samping kusir!” perintah Nyai Demang.

“Siap, Nyai.”

Rugi Sabuntel lalu mengangkat satu karung ke bahu kanannya.

Nyai Demang yang cantik dan masih usia produktif itu terlihat terpesona melihat otot kekar Rugi Sabuntel, tapi tidak dengan perutnya.

“Perkasa sekali kau, Rugi,” puji Nyai Demang sembari tersenyum kepada Rugi. Dia memang pantang digoda, tetapi tidak pantang menggoda.

“Demi masa depan, Nyai Demang,” ucap Rugi Sabuntel sembari tersenyum pula. Bagaimanapun juga, dia senang dipuji oleh majikannya, apalagi majikannya cantik.

Rugi Sabuntel kembali menaikkan satu karung ke atas karung yang sudah ada dibahunya.

“Biar aku bantu pegangi,” kata Nyai Demang.

“Jangan aku yang dipegangi, Nyai Demang. Karungnya yang dipegangi agar tidak jatuh. Kalau aku yang dipegang, nanti aku yang jatuh,” kata Rugi Sabuntel yang merasa pinggang berlemaknya dipegangi oleh sang nyai.

“Jatuh ke mana?” tanya Nyai Demang dengan senyum yang samar dan tatapan membelai jantung Rugi Sabuntel.

“Ke hati, Nyai Demang,” jawab Rugi Sabuntel sembari tersenyum lebar.

“Hihihi!” tawa Nyai Demang bernada genit.

Dengan menggunakan tangan kiri, Rugi Sabuntel mengangkat satu karung jagung lagi dan melemparnya ke atas panggulan dua karung di bahu kanannya. Jadi ganjil tiga karung yang dipikul oleh Rugi Sabuntel.

“Hati-hati, Rugi. Itu berat,” kata Nyai Demang sambil kembali memegangi lengan sang pendekar.

“Hahaha! Jika ditambah mengangkat tubuh Nyai, aku juga masih sanggup, Nyai,” goda Rugi Sabuntel. Maklum dia sekarang sudah dewasa.

“Hihihi!” tawa renyah Nyai Demang lagi.

“Tapi, tanganku jangan dipegangi, aku tidak bisa jalan, Nyai,” kata Rugi Sabuntel.

“Oh iya. Hihihi!” ucap Nyai Demang pura-pura baru tersadar, lalu tertawa genit lagi.

Rugi Sabuntel lalu membawa panggulannya ke tempat kereta kuda Nyai Demang parkir.

“Yang lain, rapi-rapikan, jangan sampai berserakan. Setelah itu datang kepadaku untuk mengambil upah kalian!” teriak Nyai Demang kepada para pekerja lainnya di gudang jagung itu.

“Baik, Nyai!” teriak banyak lelaki dari tempat kerjanya masing-masing.

Sementara itu, Rugi Sabuntel tiba di dekat kereta kuda yang berbilik.

“Kang Buntet, bantu turunkan!” kata Rugi Sabuntel kepada kusir kereta yang sedang duduk sambil makan kacang kedelai.

“Baik,” jawab Buntet lalu lebih dulu melemparkan beberapa biji kacang kedelai ke dalam mulutnya.

Lelaki kurus itu lalu membantu Rugi Sabuntel menurunkan karung dari panggulan Rugi.

Saat sedang menurunkan bebannya, Rugi Sabuntel terkejut karena melihat ada sepasang mata yang sedang memandanginya dari dalam bilik kereta kuda.

Pertemuan pandangan dengan mata wanita di dalam bilik kereta kuda membuat jantung Rugi Sabuntel tersentak, lalu berdebar dan darahnya berdesir, seperti aliran air selang pemadam kebakaran.

“Eh, mata cantik siapa itu?” tanya Rugi Sabuntel lirih kepada dirinya sendiri.

Lalu dia pun bertanya kepada Buntet sambil sesekali melirik kepada celah pintu bilik kereta.

“Di dalam kereta siapa, Kang?” tanya Rugi kepada si sopir.

“Oh, itu putri Demang,” jawab Buntet yang didengar oleh wanita di dalam bilik kereta.

“Oooh,” desah Rugi Sabuntel.

Tiba-tiba Nyai Demang berteriak dari jauh sembari memandang ke arah keretanya.

“Campaniii! Ke mari, bantu Ibu!”

Tidak ada yang menyahut. Namun, setelah teriakan itu, pintu bilik kereta kuda dibuka dari dalam dan keluarlah seorang gadis cantik yang kecantikannya menyaingi Nyai Demang, tetapi dia jauh lebih muda.

Kemunculan gadis itu dari dalam kereta membuat Rugi Sabuntel terpana dengan mulut ternganga. Untung mulut Rugi Sabuntel sedang kering dan tempat itu steril dari lalat.

Gadis berkulit putih bersih dan berkebaya cokelat muda itu tersenyum manis kepada Rugi Sabuntel yang berkeringat. Rugi berkeringat bukan karena melihat si gadis, tapi karena usai bekerja.

“Permisi, Kakang,” ucap gadis itu kepada Rugi Sabuntel.

“Eh, iya. Mari, mari,” ucap Rugi Sabuntel kikuk, tapi bahagia di dalam hati.

Campani berjalan segera mendatangi ibunya.

“Cantiknya setan, Kang,” ucap Rugi Sabuntel.

Rugi Sabuntel berkata kepada Buntet, tetapi pandangannya mengikuti kepergian Campani, sampai terpaku memandangi bokongnya yang bergerak-gerak.

“Kok setan, Rugi?” tanya Buntet.

“Eh, maksudku itu, putri Demang itu terlalu cantik.”

“Jangan jatuh hati kepadanya, saingannya berat-berat. Sampai-sampai adipati dan putranya yang datang melamar.”

“Maksud Kang Buntet, Adipati mengantar putranya melamar Campani?”

“Bukan, tapi masing-masing melamar untuk dirinya. Anak dan bapaknya bersaing.”

“Hah! Anak bapak? Bukannya Adipati sudah punya istri?”

“Sudah. Istrinya sudah tiga. Katanya untuk yang keempat dan yang terakhir.”

“Wadduh. Rakus juga,” ucap Rugi Sabuntel terkejut.

“Namanya juga lelaki. Jika di dunia ini ada seribu wanita cantik, seribu juga ingin dinikahi. Hahaha!”

“Lalu, lamaran siapa yang diterima?”

“Dari lima lelaki yang melamar, belum ada satu pun yang diterima. Gusti Demang memberi syarat berat.”

“Apa syaratnya?”

“Cincin Mata Pelangi.”

“Cincin apa itu?”

“Aku tidak tahu pasti. Tapi katanya, itu cincin milik Penombak Samudera. Syarat itu membuat semua pelamar bingung karena mereka tidak tahu di mana harus mencari cincinnya, tapi Gusti Demang tidak mau mengubah syaratnya,” jelas Buntet.

Tiba-tiba ada teriakan dari gudang jagung.

“Rugi! Upahan!” teriak seorang pekerja lelaki lain yang seumuran dengan Rugi Sabuntel. Lelaki itu adalah Blikik, mantan musuh Rugi Sabuntel di masa kecil.

Rugi Sabuntel menengok ke arah gudang. Tampak para buruh gudang jagung sudah antre penuh semangat.

“Iya!” teriak Rugi Sabuntel menyahut. Dia lalu berjalan meninggalkan Buntet dan dua kuda keretanya. (RH)

Terpopuler

Comments

𝐀⃝🥀❤️⃟Wᵃf🍾⃝ͩ ᷞᴛͧʀᷡɪͣ𝗚ˢ⍣⃟ₛ

𝐀⃝🥀❤️⃟Wᵃf🍾⃝ͩ ᷞᴛͧʀᷡɪͣ𝗚ˢ⍣⃟ₛ

ihhh nyai Demang kegenitan ga ingat suami ama umurnya 🤣🤣🤣

2023-08-23

0

❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa✰͜͡v᭄HIAT

❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa✰͜͡v᭄HIAT

hadeeh nyai demang kok masih genit² aja..inget suami loh nyai. anak juga dah gadis🤭

2023-08-18

4

EL SHADAY

EL SHADAY

pantang digoda hilang terbawa kentut 😂

2023-06-13

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!