PB 4: Izin Ki Robek

*Perampok Budiman (PB)* 

 

“Ayah, apakah tidak apa-apa Rugi suka pergi ke hutan, ke kediaman Ki Robek?” tanya Mak June, janda muda yang bisa dibilang cantik untuk ukuran wanita desa. Dia ibu kandung dari Rugi Sabuntel.

Memang, Rugi Sabuntel tidak secantik ibunya karena dia anak lelaki.

“Tidak apa-apa. Ki Robek itu orang baik, wajahnya saja yang menyeramkan,” kata Kakek Sambo.

Sambo adalah ayah dari Junimi yang lebih keren dipanggil dengan nama June. Karena sudah punya anak, maka Junimi dipanggil dengan nama Mak June.

“Di masa sekarang ini, anak-anak butuh kejelasan, nanti besar dia mau jadi apa. Apakah jadi orang, atau jadi sapi yang ketika kuat disuruh membajak, ketika lemah disembelih untuk kendurian. Jika hanya menjadi petani kecil seperti kita yang hanya punya ladang kacang yang kecil, akan selalu dianggap rendah oleh penguasa dan mudah dizalimi,” tutur Kakek Sambo lagi.

Lelaki tua kurus itu sedang menguatkan cangkulnya yang longgar.

“Bergaul dengan Ki Robek, setidaknya Rugi memiliki ilmu cara bertahan dari penindasan. Aku berharap dia nanti besarnya menjadi seperti Ki Robek waktu muda,” kata Kakek Sambo.

“Apakah itu tidak berbahaya? Bagaimana jika dia juga bernasib sama seperti Ki Robek?” tanya Mak June.

“Menjadi pendekar atau rakyat biasa sama-sama berbahaya. Menjadi rakyat biasa tidak bisa apa-apa juga berbahaya jika orang jahat datang pada suatu saat. Seperti yang dialami oleh bapaknya Rugi, harus mati hanya karena mempertahankan uang penjualan kacang di pasar,” jelas Kakek Sambo.

Ketika sedang serius-seriusnya berbincang di dipan dalam rumah, tiba-tiba....

“Permisi, Ki!” ucap seorang lelaki tua yang menyeramkan wajahnya dan dia bertongkat dalam berjalan. Orang itu tidak lain adalah Ki Robek yang sedang pemilik rumah perbincangkan.

Terkejutlah Kakek Sambo dan Mak June lantaran Ki Robek muncul tiba-tiba di depan ambang pintu. Sosoknya lebih menyeramkan karena dia membelakangi cahaya.

“Ki-ki-ki Robek?” ucap Kakek Sambo terkejut dan tergagap.

“Benar, Ki,” jawab lelaki tua berpakaian lusuh itu.

Mak June cepat kabur pergi ke kamar untuk bersembunyi, tapi kepalanya dilongokkan di celah tirai yang kusam.

“Hormatku, Ki,” ucap Kakek Sambo sambil menghormat penuh takzim kepada Ki Robek. “Si-si-silakan masuk, Ki.”

“Terima kasih, Ki. Tidak usah. Aku datang hanya untuk meminta izin,” ujar Ki Robek.

“Izin apa, Ki?” tanya Kakek Sambo heran.

“Aku ingin mengangkat Rugi sebagai muridku. Aku minta izin untuk mengajaknya tinggal di kediamanku.”

“Oooh. Iya, Rugi sudah cerita tentang Ki Robek kemarin. Aku sangat mendukung jika Rugi berguru keapda Ki Robek. Namun, Rugi adalah anaknya June,” kata Kakek Sambo.

Lelaki tua itu lalu menoleh kepada Mak June.

“Bagaimana, June? Apakah Rugi kau izinkan berguru kepada Ki Robek?” tanyanya.

“I-i-iya. Aku ikut kata Ayah. Tapi, apakah Rugi bisa sering pulang?” kata Mak June.

“Iya. Rumahku tidak begitu jauh. Rugi bisa sering pulang,” jawab Ki Robek.

“Iya, aku mengizinkannya, Ki. Tolong rawat putraku dengan baik, Ki,” kata Mak June dengan tetap bertahan di balik tirai nomor satu.

“Baik. Aku permisi, Ki,” ucap Ki Robek tidak bertele-tele.

“Iya. Terima kasih, Ki,” ucap Kakek Sambo pula.

Ki Robek lalu berbalik dan pergi untuk mencari Rugi Sabuntel yang sedang pergi bermain.

Saat itu Rugi Sabuntel sedang bermain bersama rekan wanitanya, maksudnya sesama anak-anak. Ada dua anak perempuan yang bermain bersama Rugi.

Ketiganya bermain bola kayu dengan masing-masing memegang sebatang kayu yang digunakan untuk menggiring bola kayu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Jadi bola kayunya tidak dilempar atau ditendang, tetapi digiring atau dipukul seperti bermain hockey. Masing-masing anak memiliki lubang tanah yang muat dimasuki di wilayahnya masing-masing.

Mungkin ini adalah cikal bakal permainan olahraga hockey yang populer di negeri masa depan.

Mereka bermain di dekat sebuah rumah kayu panggung pendek yang bisa disebut rumah mewah jika dibandingkan rumah warga lainnya.

Saat itu, Rugi Sabuntel berlari tergeol-geol menggiring bola untuk menyerang ke wilayah Moni Chan, anak perempuan keturunan negeri seberang lautan.

Moni Chan berkulit putih dan bermata sipit. Dia mengenakan baju bagus warna merah. Rambutnya disisir rapi dengan hiasan jepit rambut. Rumah panggung itu adalah rumahnya.

Moni Chan berusaha merebut atau mengganggu bola kayu dengan ujung kayunya. Hal yang sama dilakukan oleh Surapem, anak perempuan yang sama dekilnya dengan Rugi Sabuntel.

“Hahaha!” tawa Rugi Sabuntel karena bisa membawa bola melewati Moni Chan, sehingga gadis kecil itu berlari mengejar teman gendutnya itu.

Karena terancam lubangnya akan dimasuki oleh Rugi Sabuntel, Moni Chan yang berlari mengejar berbuat curang dengan cara menarik celana Rugi.

Bret!

Alangkah terkejutnya Moni Chan karena tarikan tangan kirinya pada celana Rugi Sabuntel ternyata merobek celana lusuh itu.

“Hihihi!” tawa Moni Chan cekikikan lebih dulu setelah terkejut.

Rugi Sabuntel yang juga terkejut mendengar suara dan merasakan celananya robek, sontak berhenti berlari dan meraba bokong seksinya.

Surapem yang juga terkejut mendengar suara robek besar itu segera berlari ke belakang Rugi Sabuntel dan melihat pantat rekan terganteng mereka.

“Apa yang kau lakukan, Moni?” tanya Rugi Sabuntel dengan kening berkerut dan bibir meruncing, setelah tangannya memastikan bisa meraba kulit bokongnya langsung. Celananya telah robek besar.

“Hihihik...!” Kini Surapem tertawa cekikikan bersama Moni Chan melihat bokong Rugi Sabuntel.

“Aku tidak bersalah, Rugi. Tarikanku pelan, celanamu saja yang sudah terlalu usang. Hihihi!” kata Moni Chan membela diri lalu melanjutkan tertawanya, sampai dia memegangi perutnya.

“Hihihi! Kau tidak pakai cawat, Rugi!” pekik Surapem sambil menunjuk bokong Rugi Sabuntel yang berusaha ditutupi dengan memegangi bagian robeknya.

“Aku mau pulang dulu!” kata Rugi Sabuntel dengan wajah tetap menunjukkan keambekan.

“Ayahku punya celana yang sudah tidak dipakai, Rugi. Pasti cocok untukmu karena perutmu gendut,” kata Moni Chan.

“Benar, Rugi. Baba Mo Yong itu orangnya kecil, pasti celananya muat untukmu. Kapan lagi kau bisa punya celana bagus?” timpal Surapem.

“Tapi aku tunggu di sini saja, ya,” kata Rugi Sabuntel.

“Iya. Tunggu di sini, aku ambilkan di rumah,” kata Moni Chan, lalu dengan semangat berlari ke rumahnya. Moni Chan memang anak yang baik. Dia selalu bersemangat jika ingin berbuat baik.

Tidak berapa lama, Moni Chan keluar dari rumahnya yang diikuti oleh ayahnya yang berkopiah dan rambutnya panjang dikepang tunggal. Ayah Moni Chan yang berperawakan kecil juga bermata sipit dengan kumis halus di atas bibir, bukan di bawah bibir. Dia akrab disebut dengan nama Baba Mo Yong.

Namun, Moni Chan harus menahan langkahnya untuk meninggalkan rumahnya, padahal tangannya sudah memegang selipatan kain hitam.

“Di mana temanmu itu, Moni?” tanya Baba Mo Yong dengan aksen yang berbeda dari warga lokal. Dia tidak melihat keberadaan Rugi Sabuntel atau Surapem di sekitar halaman rumah.

“Loh, ke mana Rugi dan Apem?” ucap Moni Chan bingung.

Ketika Moni Chan masuk ke rumahnya, Ki Robek datang menemui Rugi Sabuntel. Kemunculan Ki Robek membuat Surapem lari ketakutan, tetapi tidak bagi Rugi Sabuntel.

Rugi lalu pergi ikut dengan Ki Robek.

“Kenapa kau bermain dengan anak perempuan, Rugi?” tanya Ki Robek.

“Sebab mereka tidak akan meledek dan memukuliku, Ki,” jawab Rugi Sabuntel. “Dan aku akan menjadi yang paling tampan. Hehehe!”

“Mulai berani genit kau.” (RH)

Terpopuler

Comments

❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa✰͜͡v᭄HIAT

❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa✰͜͡v᭄HIAT

nama2nya kok lucu2 thor😂

2023-08-18

2

❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa✰͜͡v᭄HIAT

❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa✰͜͡v᭄HIAT

lah kenapa rugi pergi sebelum moni kluar kasih celana..

2023-08-18

5

EL SHADAY

EL SHADAY

panggilan nya apem? 🙄

2023-06-09

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!