Rugi 1 Perampok Budiman
*Perampok Budiman (PB)*
“Ayo, tarik terus!” teriak Bendong mengomandoi kelima rekannya yang lain dalam rangka menarik tubuh Rugi Sabuntel.
Rugi Sabuntel adalah seorang anak bertubuh gemuk dan pastinya berperut gendut. Usianya sekitar dua belas tahun. Air mata kemalangan sejak tadi membanjir di wajah bakpaonya, ditemani oleh ingus yang juga encer.
Ada enam anak yang usianya sepantaran dengan dirinya, kecuali Bendong yang tiga tahun lebih tua, menarik paksa dirinya seperti karung buah jengkol. Bokongnya menggesek tanah dengan keras, sampai-sampai bokong celanannya pun robek.
“Tolooong! Jangan sakiti akuuu! Huuu…!” ratap Rugi Sabuntel yang tidak berdaya.
“Diam kau, Ikan Hamil!” bentak anak yang bernama Blikik sambil memukul kepala Rugi Sabuntel.
“Tolooong! Huuu…! Kalian jangan jahati aku! Emaaak!” ratap Rugi Sabuntel lagi.
“Hahaha! Emakmu tidak akan ada di sini. Emakmu sedang menghitung butiran jagung di gudang Gusti Demang!” kata Bendong sambil menertawakan. Anak bertubuh dan berusia paling besar itu adalah pemimpin dari kelima temannya.
“Kami hanya ingin membuktikan, kau bisa berenang atau tidak. Hahaha!” kata Buarat, lalu tertawa.
Meski Rugi Sabuntel bertubuh berat, tetapi menariknya menjadi ringan karena ditarik ramai-ramai. Rupanya keenam anak itu menganut semboyan “berat tarik bersama, ringan jangan dibawa”.
Bendong dan rekan-rekannya yang memang sering mem-bully Rugi Sabuntel, membawa anak gendut itu ke pinggir Sungai Buangsetan.
Sungai itu tergolong kecil, karena orang besar pun bisa menyeberang dengan cara berjalan. Kelebarannya rata-rata hanya tiga sampai empat tombak.
Menurut buku sejarah, nama Buangsetan lebih dulu melekat pada sungai itu dibandingkan sebagai nama desa tersebut. Mungkin desanya tidak punya pendirian sendiri sehingga namanya tinggal ikut nama sungainya.
“Lempar! Lempar!” teriak Bendong bersemangat ketika mereka sudah sampai di salah satu titik di pinggir sungai.
“Jangan! Jangaaan! Emaaak! Emaaak! Huuu…!” teriak Rugi Sabuntel sambil mencoba meronta. Namun, meski badannya besar, tapi tenaganya tidak lebih kuat dari tenaga keenam orang yang mencekalnya seperti memegang tangan pacar.
“Lempaaar!” teriak Bendong dan kelima rekannya bersama-sama, sambil mengayun jauh melepas pegangan mereka di tubuh Rugi Sabuntel.
“Emaaablupr!” teriak Rugi Sabuntel yang kemudian ditutup oleh sumpalan air sungai.
Tubuh Rugi Sabuntel jatuh ke air sungai yang berada setengah tombak dari ketinggian tanah.
Rugi Sabuntel sempat tenggelam lalu timbul lagi ke permukaan dan bergerak gelagapan, seperti kecoa terbalik di dalam kegelapan.
“Ikan Hamil, Ikan Hamil! Ikan Hamil tidak bisa berenang! Hahaha!” ucap keenam anak itu gembira lalu tertawa puas melihat Rugi Sabuntel berontak kewalahan menghadapi air.
“Maklep! Maaaklep!” teriak Rugi Sabuntel di sela-sela kelelepnya dengan tangan menggapai-gapai ingin tenggelam.
Arus sungai memang tidak deras, tapi kedalaman air yang cukup dalam bagi kaum anak membuatnya panik tidak beraturan.
“Ikan Hamil benar-benar tidak bisa berenang! Hahaha!” ejek Bendong lalu tertawa berjemaah lagi.
Tiba-tiba ….
“Hei!”
Keenam anak itu terkejut seperti dibentak setan, ketika mereka mendengar teriakan yang keras menggelegar dan sepertinya ditujukan kepada Bendong dan rekan-rekannya. Mereka sontak menengok ke sumber suara untuk memastikan apakah itu suara orang atau setan sungai.
Mereka melihat sesosok lelaki tua berpakaian gelap dan usang. Rambutnya sudah putih hitam. Kakek berkumis dan berjenggot itu berjalan tergesa-gesa, tapi langkahnya pincang. Ia berjalan dengan bantuan tongkat yang sebenarnya tidak begitu membantu, karena tanpa tongkat pun dia bisa berjalan. Wajahnya menunduk, tapi sorot matanya begitu tajam.
Sebenarnya ia menunduk untuk menyembunyikan wajah rusaknya. Pada wajah tuanya itu ada bekas beberapa luka robekan yang cukup dalam, seperti garukan cakaran binatang buas. Namun, konon katanya itu cakaran empat besi tajam. Karena luka besar itulah dia disebut Ki Robek.
“Ada Ki Robek! Ada Ki Robek! Lariii!” teriak Bendong panik kepada teman-temannya. Lalu dia yang lebih dulu lari menjauhi sungai dan Ki Robek.
“Anak nakal! Pergi!” bentak Ki Robek sambil mengangkat tinggi tongkat kayunya.
“Lariii!” teriak Blikik dan keempat rekannya yang lain sambil lari tunggang tanggung.
Ki Robek yang sudah tiba di pinggir sungai segera mengulurkan tongkatnya kepada Rugi Sabuntel yang nyaris tenggelam.
“Pegang tongkatku, Rugi!” kata Ki Robek sambil menyentuhkan tongkatnya ke tangan si bocah.
Rugi Sabuntel yang terus menggapai-gapai tidak jelas juntrungannya, akhirnya bisa memegang ujung tongkat Ki Robek.
Ki Robek menarik tongkatnya dan membawa Rugi Sabuntel yang sebenarnya sangat dekat dengan tepian. Namun, karena terlalu panik dan tidak bisa berenang, Rugi tidak bisa menolong dirinya sendiri.
Ki Robek menarik tangan si bocah naik ke darat.
“Emaaak! Emaaak!” teriak Rugi Sabuntel sambil menangis.
“Hei diam! Kau sudah tidak tenggelam!” bentak Ki Robek.
“Emaaak! Emaaak! Huuu…!” Rugi Sabuntel tetap menangis sambil memanggil emaknya.
“Hei! Aku bilang diam, kenapa kau terus menangis, hah?!” bentak Ki Robek lagi.
“Aku sedih, Kek. Aku takut, Kek,” jawab Rugi Sabuntel yang sesegukan begitu mengibakan. Lalu mengusap ingusnya dengan punggung tangannya sehingga ingusnya berbelok ke pipi.
“Kenapa kau sedih?” tanya Ki Robek, bentakannya sudah memelan.
“Aku selalu diejek karena aku gendut,” jawab si bocah.
“Apakah gendut itu jelek sehingga kau sedih jika disebut gendut?”
“Gendut itu tidak bisa berenang, Kek.”
Rugi Sabuntel sudah berhenti menangis, tapi masih sedih dan sesegukan.
“Kata siapa? Itu karena kau tidak mau belajar berenang,” kata Ki Robek. Lalu tanyanya lagi, “Lalu kenapa kau takut?”
“Aku takut kepada Kakek yang seram.”
“Kau takut melihatku, tapi kau tidak takut melihat tikus. Aku tidak pernah menggigit anak kecil, tapi tikus yang menggigit isi celanamu tidak kau takuti. Bukan aku yang membuatmu takut, tapi pikiranmu sendiri yang membuatmu takut. Lihat, apakah aku akan memangsamu!”
“Ti-ti-tidak, Kek.”
“Sekarang turun ke air. Kau harus belajar berenang!”
“Aku takut, Kek. Aku takut tenggelam.”
“Bahkan jika kau diam saja di air, kau tidak akan tenggelam. Air sungainya pun tidak deras. Kau tidak akan tenggelam. Kau mau diejek Ikan Hamil terus oleh teman-temanmu itu? Ayo turun! Atau aku akan menendangmu ke air!”
“I-i-iya, Kek.”
“Kakek yang akan menyelamatkanmu jika kau tenggelam. Kau tidak boleh pulang sebelum kau bisa berenang.”
“I-i-iya, Kek.”
Rugi Sabuntel lalu bergerak turun ke air sungai lagi dengan perasaan yang dag dig dug.
Ki Robek mengajarinya dari pinggir sungai. Sesekali ujung tongkatnya dia sodokkan ke tubuh si bocah karena takut. Sodokan itu membuat Rugi Sabuntel mau tidak mau harus memasukkan kepalanya ke dalam air.
Dengan terpaksa, Rugi Sabuntel belajar dengan gigih. Ternyata, tidak sesulit yang dia bayangkan.
“Hahaha! Aku bisa berenang, Kek!” teriak Rugi Sabuntel ketika dia sudah bisa meluncur di air sejauh tiga kayuhan tangan.
“Giliran kau bisa, kau tertawa,” dumel Ki Robek. (RH)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
semangat ya Rugi agar kau bisa membalas anak" itu
2024-03-24
1
🍒⃞⃟•§¢•CantAzalia🔵🤎
baik bgt Ki robek ngajari rugi sabuntel berenang
2024-03-23
1
🍒⃞⃟•§¢•CantAzalia🔵🤎
namanya rugi sabuntel..itu kalau bahasa Jawa artinya sungguh membagongkan 😂
2024-03-23
1