Burung Camar

"Kenapa dia belum juga datang?" Jing Sen menepis dengan kasar rambut yang menghalangi pandangannya. Badai baru saja berlalu tetapi kenapa Yu Chen belum juga datang?

"Aku akan menyusulnya," Xiahuan menyahut. Ia sudah bergerak dengan mulut penuh; bersungut-sungut. "Pria itu selalu saja keras kepala!"

"Jangan!" Wang Peng dengan cepat menahan. "Naga beku perak terlalu berbahaya. Tidak ada yang bisa kembali."

"Dia mungkin sudah jadi santapannya." Celetuk Gu Bai yang tanpa dosa menghadirkan atmosfer lain.

"Kau—"

Salah satu sudut bibir Gu Bai tertarik. "Pergi saja, kau akan jadi yang kedua."

Xiahuan mengepalkan tangannya, tetapi ia beralih menatap Jing Sen. Melihat wajah sendu sang ayah perlahan emosi Xiahuan menurun. Ia menunggu bibir Jing Sen bergerak.

"Tunggu saja," ucap sang ayah. Tidak ada kata yang keluar setelahnya.

Ketika hawa dingin sedikit meningkat Wang Peng mengangkat tangannya merasakan angin laut yang bertiup. Di saat yang sama ia mendengar pergerakan seseorang yang mendekat. Ia tidak peduli dan tetap berbicara.

"Sebentar lagi kapal menuju Fangsu akan mendarat. Kalian bisa ikut denganku. Biro pemburu monster akan menyediakan tempat tinggal."

Tawaran itu membuat puluhan orang berbinar dalam diam. Namun tidak ada tanggapan. Jing Sen dan Xiahuan bereaksi tetapi bukan untuk ucapan yang baru didengar. Mereka menghampiri sosok yang baru muncul dari balik semak.

"Kakak!"

Jing Sen tidak lebih senang. Ketegangan di wajahnya menurun. Ia melucuti Yu Chen dengan tatapan dari atas hingga bawah. Membuang napas gusar, ia berkata,

"Kau sudah datang, apa kita tidak bisa kembali?"

Yu Chen paham sang ayah sedang menyangkali pikirannya sendiri. Tanpa ragu ia membenarkan kekhawatiran Jing Sen.

"Aku khawatir kita bahkan tidak bisa menyelematkan sedikit pun bawaan. Kita tidak bisa kembali."

"Paculku! Aku harus mengambilnya!" Teriakkan seorang remaja membunuh kebisuan di kerumunan.

Yu Chen menoleh, tatapannya tidak dapat membungkam sosok itu. Malah ada lebih banyak tuntutan. Memaksa ia mengambil wujud dirinya yang lain. Yu Chen akan menanggalkan tabiat acuhnya jika berhadapan dengan penduduk desa.

"Kita—" Yu Chen dengan cepat dibungkam.

"Tongkatku!"

"Aku membutuhkan jalaku"

"Ayo kembali bukankah artefak kita berharga?"

"Benar! Setidaknya kita harus membawa salah satu."

Yu Chen sesaat berpikir betapa piciknya orang-orang ini. Mereka ingin membahayakan diri hanya untuk sebuah benda? Untungnya ia bukan tipe orang yang langsung mengumbar isi hati. Setelah menilai lagi ia menjadi paham. Seluruh orang-orang ini harus meninggalkan daratan beku. Bukan tidak mungkin mereka akan berada lebih dekat dengan para shiivu.

Mereka membutuhkan artefak jiwa agar tidak ditindas. Mungkin.

"Lihat dia membawa artefaknya!"

Yu Chen masih dengan pikirannya sebelum protes seorang lagi membuatnya menoleh. Kali ini Xiahuan menjadi sorotan semua orang.

Memindahkan tombak ke belakang, Xiahuan tidak gentar menatap balik. Ia berkata, "Aku sempat mengambilnya! Jika tadi aku tidak membawanya aku akan sangat setuju untuk membiarkan saja. Kalian tidak lihat naga besar tadi? Kalian ingin membeku? Kalian ingin dimakan?"

"Aku mengerti." Yu Chen dengan cepat menyela. "Kita tidak bisa mengambilnya sekarang tapi kita akan kembali."

Aku berjanji.

Saat itu, Wang Peng menoleh ke arah samudra. Buih putih ombak beriak saat dinding kayu coklat itu bergerak maju. Sebuah kapal kargo tampak kecil dari kejauhan perlahan mendekat. Wang Peng memamerkan sedikit giginya sebelum beralih menatap kerumunan. Dengan yakin berkata, "Maka kalian harus segera berpindah. Memilih tetap di sini, kalian akan kehilangan kesempatan memiliki benda berharga. Bersiaplah, kapal kargo menuju Fangsu akan segera mendarat."

Dorongan angin membuat layar-layar itu berkelebat. Semua orang menoleh serentak.

Terdiam, masing-masing dari mereka menatap tidak ragu. Sebagian turut mempertanyakan kebenaran ini. Sementara yang lain mulai membayangkan fantasi tentang lingkungan baru. Tepat saat jankar dilempar ke daratan semua orang membatinkan satu hal.

Mereka akan benar-benar meninggalkan tanah mereka?

...••••••...

Layar-layar itu kembali membelah udara. Penduduk desa duduk di mana tempat; banyak orang memenuhi geladak bahkan ada yang terbenam di sela box kayu. Kapal ini memang lebih banyak mengangkut barang daripada orang. Semua penumpang hening. Sebagian menatap laut ada pula menikmati embusan angin yang hangat menyentuh kulit. Adapun sisanya hanya meringkuk memeluk lutut. Beberapa keluarga masih memiliki anak kecil, tetapi tidak ada rancauan atau tangisan. Semuanya tampak murung seolah dapat memahami sekitar.

Jing Sen duduk bersisian dengan Wang Peng masih ada jarak sehingga tidak canggung ketika tidak ada obrolan yang terdengar. Mereka bersama tetua lain duduk dalam ruangan yang tidak terlalu besar. Pria tua itu menatap kosong pada celah yang memperlihatkan biru lautan.

Konon orang-orang yang sudah banyak melewati usia---berumur tua---pikiran tentang dunia sudah mulai ditinggalkan. Namun, Jing Sen tidak lebih baik dari para remaja di kapal. Ia turut gelisah dengan apa yang mereka alami. Terlebih saat ini tidak ada yang dapat menghiburnya. Kedua anaknya tidak ikut bersamanya.

Yu Chen dan Xiahuan masih di dermaga saat kapal kargo besar itu telah membelah lautan lebih jauh. Ada sebuah kelotok di bibir sungai, tatapan Yu Chen bertengger di sana, tetapi pikirannya melayang jauh.

"Kenapa kau tidak ikut?"

"Ada banyak tempat yang bisa dikunjungi. Aku bisa memulainya dari kota terdekat."

Yu Chen memikirkan lagi, alasan yang ia ambil beberapa waktu lalu tampak impulsif. Terlebih itu keluar dari mulut seorang yang tidak pernah melihat dunia luar. Ia memang tidak banyak berpikir saat mengatakannya, ia hanya muak membayangkan akan satu kota dengan biro pemburu monster.

"Kau benar-benar tidak ingin bergabung?"

Saat itu Wang Peng tidak lelah mengulik keacuhan Yu Chen. Ia akan puas sampai Yu Chen memberi kepastian. Namun, pemuda itu terlalu misterius untuk dipahami.

"Sudah kukatakan sebelumnya, aku menjanjikan tanah kami agar bisa direbut kembali. Aku memang harus bertambah kuat, tapi bergabung bersama kalian bukan satu-satunya jalan."

Tidak ada keraguan dalam kalimat itu. Kendati Gu Bai sudah mengepalkan tangan, Yu Chen masih sama angkuhnya.

"Menjadi kuat?" Ejekan Gu Bai saat itu terlalu jelas, ia mendengar pernyataan Yu Chen lantas menyeringai. "Aku menantangmu di turnamen pertarungan roh jika kau tidak sampai menjadi pemenang, lupakan untuk melawan naga beku perak, kau bahkan tidak pantas berduel denganku!"

"Turnamen pertarungan roh? Kau yakin Kak? Itu ajang besar yang diadakan biro pemburu. Semua grandmaster berkumpul di sana. Lupakan untuk mendaftar kau bahkan belum membangkitkan roh pelindung."

Senyuman khas Yu Chen terbit di wajahnya. Seolah Xiahuan dapat membaca pikirannya, begitu kebetulan sehingga adiknya itu mempertanyakan apa yang baru saja ia pikirkan.

"Kau terlalu serius." Yu Chen menangkap kerutan di dahi Xiahuan. "Aku bahkan belum berkomentar." Yu Chen membuang pandangan ke perahu kayu yang sedikit bergerak terterpa ombak. Mulutnya kembali membuka.

"Aku dengar Kota Guadong memiliki banyak akademi terkenal. Kita akan mempelajari dasarnya di sana." Yu Chen menoleh untuk mendengar protes atas kata 'kita' yang ia ucapkan. Rupanya Xiahuan tidak bereaksi, pandangannya tampak menerawang.

Tidak ada yang memintamu ikut. Mari kita lihat, siapa yang akan menjadi peserta.

Tepat saat Yu Chen mengalihkan pandangannya, ia tidak menyadari seekor hewan berbulu putih melompat ke dalam perahu. Laut di sekitar perahu masih beriak ketika ia mengatakan, "Kau sudah siap? kali ini kita benar-benar akan menjelajah dunia luar."

...••••••...

"Woah! Ini menakjubkan!"

Xiahuan berseru kesekian kali. Bola matanya dipenuhi biru lautan. Netra itu berbinar tiap kali terpaan ombak menyentuh tangannya. Senyum di wajahnya tak memudar. Luapan emosi bahagia mengisi tiap ruang kosong. Ia bahkan menghiraukan keberadaan sang kakak andai Yu Chen tidak berbicara.

"Kau berlebihan."

Yu Chen tidak mengerti bagian mana dari pemandangan ini yang menyenangkan. Ia hanya menutup mata. Terlalu lama melihat membuat kepalanya pening. Yu Chen fokus mendengar bunyi riak yang diciptakan ekor ikan marlin. Salah satu jenis monster roh yang mau bekerja untuk manusia.

Yu Chen tidak tahu mengapa ikan ini mau menggunakan ekornya untuk mendorong kapal. Ia tidak terlalu peduli. Juga tidak mau tahu imbalan apa yang akan didapat monster roh pekerja keras ini. Yu Chen sedang sibuk dengan pikirannya. Ia bertanya-tanya jenis atefak seperti apa yang harus ia buat untuk mengganti peran sang ikan.

Jarak antar Kota Guadong dengan daratan putih masih cukup dekat sehingga masih dapat menggunakan perahu kecil untuk menyebrang. Itu satu-satunya pulau yang dapat terlihat dari tempat asal. Xiahuan semakin bersemangat ketika putih pasir di bibir pantai sudah mampu ia lihat. Ia menunduk, dasar di bawah sana bahkan sudah tidak menghitam. Untuk pertama kalinya ia melihat karang lebih jelas juga jenis ikan tidak hanya satu warna.

Yu Chen tengah membayangkan bagaimana gir berputar ketika suara byur air mebuyarkan segalanya. Ia membuka mata dan melihat Xiahuan sudah mengeluarkan tombak. Tangannya terangkat sesekali ketika ujung tombak menargetkan sesuatu di bawah sana.

Mekanisme tombak Xiahuan telah meningkat ketika menyerap kekuatan roh. Gerakannya cepat dan tidak akan meleset. Jika itu hewan biasa, tidak akan berdaya ketika berada di bawah ujung tajam tombak yang mengilap. Bahkan jika bukan seorang pelaut, pemegang artefak tombak masih bisa menyombongkan diri karena bisa lebih mudah menangkap ikan.

Karenanya Yu Chen tidak akan kaget ketika Xiahuan mengangkat tombak ke atas. Hal biasa saat ia melihat lebih dari lima ekor ikan berjejer rapi di sana tiap kali Xiahuan menyudahi perburuan.

"Kak Yu? Kau pernah berpikir untuk makan ikan segar?" Mata Xiahuan berbinar menatap hasil tangkapannya. "Mungkin tidak terlalu berbeda dengan ikan yang biasa kita konsumsi. Tapi aku yakin ini lebih baik." Sang adik sudah melepas ikan-ikan itu ke lantai dan bersiap untuk mengayunkan kembali ketika komentar Yu Chen baru saja terdengar.

"Tidak buruk. Aku akan menunggu sampai siap disantap." Yu Chen menatap ke bibir pantai. Ia kembali berkata, "Jadi kau masih harus direpotkan."

Xiahuan hanya mendelikkan bahu. Sembari tersenyum, ia berkata, "Mungkin ini tujuannya aku ikut."

Tongbak itu kembali terayun.

Byur!

Tiap kali diangkat, tombak itu membawa beberapa ikan bersamanya. Xiahuan terlihat masih ingin menombak. Ia mengangkat sekali lagi. Kali ini kekuatan yang ia kerahkan lebih dari sebelumnya. Itu tergambar dari luapan semangat yang ada di wajahnya.

Tidak ada yang menyadari, baik Xiahuan maupun Yu Chen ketika ujung tombak atas membentur sesuatu di udara. Tidak ada pekikan atau kepak sayap yang terdengar. Mereka tersadar setelah melihat seekor burung camar jatuh membentur laut. Keduanya tidak dapat menghindar ketika asin air laut memercik di wajah.

Yu Chen dan Xiahuan saling pandang.

Membuang tombaknya di lantai, tanpa dosa Xiahuan berkata, "Aku tidak sengaja."

Yu Chen menyeka air di wajah sebelum mendongak untuk melihat. Netranya membola begitu melihat seorang gadis dengan pakaian didominasi warna hitam kini mengapung di permukaan. Refleks ia melepas jubah lantas ikut menyebur.

Terpopuler

Comments

Ayano

Ayano

Terlihat begitu diremehkan ternyata

2023-04-25

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!