Naga Beku Perak

Hujan salju melanda sekitar, meliuk bak badai dengan moncong besar yang menganga sebagai sumbernya. Teriakan para penduduk ikut memenuhi udara, saling bersahutan. Raungan besar sesekali terdengar masih mendominasi juga telah menjadi momok; asal ketakutan semua orang. Seekor naga putih dengan kaki kokoh berdiri tegak di depan. Sayap lebarnya bergerak menyapu sekitar mengiringi pergerakannya yang mengirim serbuk-serbuk salju tanpa pilih-pilih.

Daratan putih yang tadinya sudah lebih dulu beku kini berubah semakin putih lantaran hawa dingin yang terus-terusan dikirim oleh sang naga. Apakah pertikaian yang baru saja terjadi telah tidak sengaja mengusik ketenangan makhluk buas itu? Sehingga sang naga tak segan meluncurkan serangan bahkan mengamuk seperti induk kehilangan anak!

"Dewa binatang!"

Ucapan tetua Jing Sen telah mengkonfirmasi pendapat beberapa orang tentang siapa makhluk besar yang muncul ini. Sementara para penduduk berlarian menyelamatkan diri, Yu Chen mematung di tempat bersama pemikiran yang mengusik kepala.

"Naga beku perak?" gumamnya.

"Kakak! Apa yang kau lakukan?! Cepat pergi dari sana!"

Melamun di tengah badai yang menghantam bukanlah ide bagus. Makhluk besar yang mengamuk adalah alasan nyata untuk segera angkat kaki. Tak terkecuali Yu Chen, pria itu bukannya tidak ingin pergi. Pemandangan langka bahkan mustahil yang baru ia lihat ini terlalu menyentak. Yu Chen bahkan hampir lupa untuk mengatup rahang, ia terlalu terkejut.

Rumor tentang keberadaan monster roh paling kuat bukan tidak pernah ia dengar. Sepanjang ia menelusuri Hutan Lembah Mati, hutan misterius itu tidak benar-benar menyimpan monster roh berbahaya. Tentu Itu hanya pendapat yang ia simpan sendiri. Yu Chen bukan orang yang mau merepotkan diri bahkan hanya untuk berbagi sebuah informasi.

Tidak disangka, mereka tidak perlu menyulitkan diri untuk memasuki hutan itu agar melihat salah satu dari monster terkuat. Bahaya itu ternyata berada lebih dekat. Naga beku perak, sang dewa binatang, telah tinggal lama di bawah tanah pijakan mereka?!

Belati bulan sabit milik Gu Bai baru saja kembali ke tangan pemiliknya, terpaksa diluncurkan kembali. Bersama dengan Wang Peng, keduanya berada di titik depan menghalau serangan.

Yu Chen tidak turut membantu. Ia memilih mengamankan para penduduk. Melihat isyarat Jing Sen barusan, ia paham mereka tidak akan menang. Selagi ia membantu para penduduk, Yu Chen melirik sesekali pada dua tamu yang kewalahan. Ia berdecak. Dua tamu itu bahkan belum menyentuh kulit sang naga tetapi badai sudah hampir menelan seluruh daratan!

"Kakak! Ayo pergi!" Xiahuan memapah seorang remaja seusianya. Ada bercak merah kering di betis laki-laki itu. Adik Yu Chen itu tampak frustasi memikirkan kakaknya yang pergi memasuki badai. Xiahuan hanya bisa kembali, badai terlalu beresiko untuk mereka tetap di sana.

"Pergilah lebih dulu!  Aku harus membantu orang!"

Teriakan Yu Chen terdengar sayup membuat bibir Xiahuan semakin merapat.

Laki-laki keras kepala itu!

Yu Chen tidak tahu apakah semua penduduk sudah benar-benar pergi atau masih ada yang tersisa. Badai terlalu mengganggu penglihatan, sementara telinga dipenuhi riuh angin.

"Ah sial! Kami akan segera berkerabat dengan ikan beku!"

Yu Chen memukul mundur serpihan besar balok es yang terbang ke arahnya. Tangan pria itu mulai mati rasa. Material logam keras yang menghiasi sebagian ganggang cambuknya telah menjadi masalah. Bukan salahnya menyematkan lapisan besi tipis sebagai hiasan. Salahkan suhu sekitar yang terlalu rendah!

Naga sialan itu! Kurang dingin apa daratan ini hingga dia masih harus mendatangkan badai?!

"Harusnya aku membuat satu artefak jiwa berbentuk payung! Ini benar-benar merepotkan!"

Yu Chen berjuang melawan badai. Setelah mengantar dua anak kecil ke dermaga; tempat semua orang mengungsi saat ini, ia masih harus kembali untuk memeriksa. Oh jangan lupakan dua tamu yang tengah berjuang melawan nasip. Orang-orang penghuni desa begitu tidak tahu diri jika membiarkan tamu mereka menghadapi masalah sendirian.

Sebenarnya Yu Chen datang tidak benar-benar ingin membantu. Ia hanya mau memastikan, jika belum menjadi balok es ia berniat membawa pergi tamu-tamu kurang beruntung itu.

"To-tolong—"

Suara lirih mengambil atensinya. Itu berasal dari depan, ada sebuah rumah di sana. Seseorang telah terjebak.

Yu Chen yang  berniat menghampiri tampak agak kewalahan. Jalanan bagian ini sedikit menanjak. Kakinya terus terseok lantaran pijakan yang licin.

"Paman kau dengar aku?!" Yu Chen sudah mengkonfirmasi itu seorang pria dari suara yang ia dengar. Bermodal pegangan pada cambuk yang mengait sesuatu di atas, Yu Chen akhirnya berhasil mencapai teras rumah. Ia cukup lega tetapi sedikit menyayangkan usahanya yang sia-sia. Di depan ini, paman yang hendak ia tolong sudah diapit oleh Wang Peng dan Gu Bai.

"Setidaknya kalian selamat." Yu Chen merapatkan tangannya ke jubah. Saat itu ia baru menyadari dua tamunya memakai pakaian tipis.

Luar biasa, kenapa mereka belum membeku? Sorot matanya memberi tatapan iba. Sungguh ia hanya bingung, tidak berniat menyumpahi.

"Cepat pergi dari sini! Naga beku perak tidak bisa ditaklukkan."

Oh astaga! Yu Chen datang bukan untuk mendengar sebuah ceramah.

"Aku tahu, kalian pergilah."

Aku tidak ingin melihat orang membeku hari ini.

" ... Hati-hati, jalannya licin."

Baiklah salahnya karena mengkhawatirkan seorang shiivu. Wang Peng dan dua orang itu bahkan mendarat dengan mulus di bawah sana. Kening Yu Chen hampir mengerut andai tidak mengingat apa status mereka.

"Yah, paman itu dibantu dua orang shiivu yang sudah naik tingkat. Jelas tidak akan kesulitan ... hiss dingin sekali!"

Yu Chen membuang keluhan, sesegera mungkin bergerak turun. Pikirnya, dengan posisinya berada di atas, akan mudah untuk meluncur. Jadi tanpa ragu ia mulai mendorong diri ke bawah. Semua tampak baik-baik saja tadinya, sebelum tubuhnya tiba-tiba memutar arah.

Ia semakin jauh memasuki badai.

"Aaaa ... sial!"

Tubuhnya masih meluncur dengan mulus. Yu Chen tidak dapat melihat jelas, badai telah menutup pandangannya. Ia meringis merasakan sesuatu yang keras mengikis kulitnya. Bagus sekali, bokongnya sudah menjadi apa sekarang? Dihantam rasa sakit dan dingin yang menusuk!

"Jadi aku yang akan membeku? Hissss!"

Benar-benar kesialan yang tidak elegan, pikir Yu Chen. Ia belum siap menjadi kerabat ikan beku!

Hentikan!

Seolah teramini. Pergerakan Yu Chen mulai melambat hingga benar-benar berhenti.

Di sekitar, badai yang meliuk telah berkurang. Yu Chen tahu ada benda keras di depannya yang sudah menahan tubuhnya. Pria itu baru akan bersyukur tetapi menjadi urung begitu menyadari 'sesuatu' apa yang berada di bawah tangannya.

Sebuah cakar.

Yu Chen mendongak pelan-pelan hanya untuk melihat moncong besar kini mengarah kepadanya. Susah payah ia menelan saliva, embusan napas sang naga membuat seluruh permukaan kulit Yu Chen meremang.

"Demi tebing es! Kenapa aku berada di sini!"

Teriakan itu disambut oleh raungan yang lebih besar. Napas dingin sang naga tak ubahnya badai, menerbangkan seluruh juntai rambut hitam itu ke belakang. Ia hanya bisa terpejam meratapi badai yang menimpa wajahnya. Yu Chen tidak yakin apakah pipinya masih di tempat. Seluruh wajahnya terasa kaku. Sungguh, apakah ia masih harus bersyukur karna belum membeku?!

Ketegangan ini memaksa Yu Chen menutup mata. Barangkali kelopak mata tidak sanggup menahan arus angin yang tiba-tiba menyerang. Namun, ketika merasakan sekitar berubah tenang. Mata itu kembali membuka.

Sesaat Yu Chen melupakan kehadiran makhluk besar. Pendar hijau yang baru saja menghilang sempat ditangkap oleh indranya. Ketika itu, tatapan Yu Chen kembali bertemu dengan mata bulat besar yang tengah mengintimidasi. Berwarna hijau, terlalu dekat sampai Yu Chen dapat melihat wajah ketakutannya sendiri di sana.

Tubuhnya serasa membeku.

Di saat yang sama Yu Chen merasakan sensasi lain. Sebuah perasaan asing yang entah kenapa terasa menenangkan. Sama halnya dengan sang naga, dewa binatang itu tidak bereaksi. Hanya terus menatap. Sebuah geraman rendah ia keluarkan, terdengar seperti mengendus.

Dengan jarak yang hampir menipis Yu Chen sempat menilik fisik lain sang naga. Ada gradasi warna biru safir yang menghias beberapa bagian permukaan sisiknya. Itu senada dengan lingkar garis yang memenuhi pinggiran matanya. Sosok di depannya ini indah andai Yu Chen bisa mengesampingkan kenyataan kalau makhluk ini terlalu buas untuk mendapat pujian.

Naga beku perak menarik kepala besarnya dari sana ketika warna hijau pada matanya telah berubah abu. Yu Chen juga menangkap perubahan itu. Ia tersadar saat rasa dingin kembali menjalari seluruh tubuh.

"Jangan makan ak—"

Yu Chen tidak berharap sang naga mengerti ucapannya. Ia hanya sedang mencari celah untuk kabur ketika sebuah suara rendah nan dingin mengisi indra pendengarnya.

"Aku tidak ingin melihat satu pun manusia di tanah ini. Enyahlah."

Yu Chen tahu ia harus bersyukur sekarang. Keterkejutan membuat ia menikmati sedikit saat-saat terakhirnya, tidak langsung pergi. Air muka jelas kebingungan. Namun, apa itu perlu? Apa ia harus mempertanyakan mengapa ia tidak langsung dimakan?!

Sang naga lebih bertanya-tanya, ia menyimpan sesuatu kebingungan lain tetapi melihat anak manusia ini yang tidak langsung pergi, itu menyeret semua atensinya. Sang naga menggeram. Perlu sedikit tekanan untuk menyadarkan seseorang yang terlalu lalai menempatkan keberanian!

Seperti yang diinginkan, Yu Chen menumpuk semua tenaganya di kaki lantas segera beranjak. Benar-benar telah ditakuti oleh peringatan barusan. Ia mempercepat langkah bahkan tidak sekali pun menoleh.

Yu Chen tidak sempat melihat keadaan desa. Membutuhkan waktu lebih untuk ke dermaga jika ia memutar arah. Yu Chen tidak menganggap peringatan sang naga hanyalah sebuah ancaman. Ia akan kehilangan kesempatan berjalan jika menguji dengan tetap berada di sana. Pemuda itu merasa belum berjalan jauh ketika mendengar pergerakan di sisi kanan.

Tak ada apa pun sebelum ia benar-benar mengamati.

Seekor hewan putih dengan bulu lebat meringkuk di atas salju. Warnanya menyatu dengan sekitar hingga nyaris tak terlihat. Ukurannya sebesar anak anjing. Begitu mendekat, Yu Chen menyadari telinga pendek itu melengkung dengan ujung lancip.

Moncongnya tidak panjang, ada bulatan hitam di ujungnya. Dua lingkaran bagian atas yang lebih menarik perhatian. Ada iris biru mengelilingi bola hitam di matanya. Sementara bagian luar mata, garis hitam tebal menyisir setiap sisian dengan kedua ujung membentuk sudut tajam. Mata itu tampak mengintimidasi. Terlepas dari jejak kesakitan yang tidak mampu tergambar di sana, pesona cantik yang tidak biasa tidak bisa Yu Chen elakkan.

Rubah salju? Xiao Zhan membatin tidak yakin.

Hewan itu bergerak, mengeluarkan suara rintihan tiap kali tubuhnya menggeliat. Saat tidak melihat sebelah kaki lainnya, Yu Chen menyadari hewan itu sedang terimpit batang pohon.

Yu Chen tidak terlihat waspada. Netranya berbinar sementara tangan itu mulai mengelus bulu lebat yang lembut. Ia berkata, "Rubah manis, kau juga harus pergi dari sini. Biarkan aku menyelematkanmu."

Begitu batang terangkat, usaha bergerak sang rubah membuat ia dengan cepat menabrak tangan Yu Chen. Sang rubah putih menggoyangkan kepalanya seolah bulu cantiknya baru tersiram sesuatu.

"Mari kulihat apa kau terluka." Tangan Yu Chen sudah bergerak menyentuh tubuh sang rubah. Tidak menyambut baik, hewan itu mundur ke belakang. Yu Chen masih berusaha menggapai ketika hewan itu dengan cepat mendaratkan sebuah gigitan.

Yu Chen meringis, menarik tangannya kembali. Itu terasa sedikit perih, tidak heran setitik darah mengepul di ujung jarinya yang memerah.

Kendati kesakitan, tidak ada keluhan yang terdengar. Matanya hanya memincing, menatap sang rubah dengan sedikit penyesalan.

"Aku menyelamatkanmu! Kau tidak lihat?"

Yu Chen menyeka titik merah itu lalu membawa tangannya, bersedekap.

"Sudahlah kau tidak akan mengerti." Ia terdiam sejenak, memandang ke arah sebelumnya ia berasal.

Ketika ia kembali menatap sang rubah, ia berkata penuh peringatan. "Tapi aku akan tetap memberitahumu, sebaiknya kau cepat cari tempat tinggal lain. Di sini tidak aman—"

Ketika sensasi menakutkan kembali menjalari oleh raungan yang tiba-tiba terdengar, Yu Chen mengehentikan ucapannya lalu kembali berjalan. Ia tidak lagi menoleh bahkan sekadar menyadari jika rubah itu masih menatapnya tak berkedip.

...•••••...

Yu Chen tidak akan menduga jika rubah yang ia temui sebenarnya tidak sesederhana yang ia pikirkan. Yu Chen tidak salah, tidak ada energi spiritual yang terpancar di tubuh rubah itu. Tidak ada sensasi yang ia rasakan seperti saat bertemu naga beku perak atau monster roh lainnya. Alasan itu cukup kuat untuk mengatakan jika sang rubah hanya hewan biasa.

Kenapa dia cepat sekali menghilang? Aroma tubuhnya juga mulai memudar.

Kaki kecil rubah melompat di sela jejak kaki Yu Chen. Ia mengendus aroma yang ia kenali sebagai sesuatu yang mirip dengan naga beku perak. Namun, rubah itu sepenuhnya sadar aroma ini berasal dari pria yang baru saja pergi. Bahkan jika itu bukan kemiripan dari sang naga, rubah itu akan tetap mengikuti. Darah yang tidak sengaja ia cicipi telah mengundang ketertarikan lain. Tekad sang rubah kuat. Ini adalah kesempatan baik untuk lepas dari cengkraman sang naga.

Aku harus menemukannya!

 

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

yu chen... 👏

2023-05-03

0

Ayano

Ayano

Kamu gak papa?

2023-04-21

1

Ayano

Ayano

Kamu gak ada trauma ama manusia es kan?

2023-04-21

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!