Dari balik tebing yang curam, daratan seputih kapas membentang cukup luas. Pohon di bawah sana hanya ada ranting berbalut serbuk beku juga spesies konifer yang tumbuh satu-satu membuat pemandangan di bawah terekspos jelas. Siapa pun akan mengira daratan berbalut salju itu tidaklah berpenghuni. Namun, puluhan atap jerami yang selalu memutih adalah jawaban bagi siapa pun yang tidak tahu. Desa Es Abadi, satu-satunya desa di daratan itu telah menjadi saksi bahwa penghuninya telah mendiami tempat itu sejak lama.
Salah satu ujung daratan putih; bagian paling utara tempat itu, langit mendung selalu terlihat di sana. Spesies pohon yang ada memiliki perawakan sama dengan yang tumbuh di desa, tetapi tempat yang seharusnya mudah ditembus mata malah menjadi sulit untuk diterawang karena adanya kabut aneh yang melingkupi.
Kejanggalan tersebut membuat tempat itu tak terjamah. Penduduk desa percaya bahwa di sana banyak monster roh yang tinggal. Bahkan bisa merubah atmosfer sekitar menjadi mengerikan, asumsi tentang monster roh dengan kekuatan tinggi tidak dapat dihindari. Karenanya, hanya para shiivu atau mereka yang cukup berani yang mau memasuki tempat itu. Hutan Lembah Mati, begitu mereka menyebutnya.
Hal yang hampir tidak pernah terjadi, sebuah siluet tipis terlihat bergerak di lantai hutan yang kontras. Itu bukan monster roh jika kalian menebak, tetapi seorang lelaki
berusia dua puluhan terlihat menikmati aktivitasnya. Ia baru saja mengayunkan benda panjang, rambut hitamnya yang hampir sesiku—sebagian diikat ke atas—ikut bergerak mengikuti pergerakan ujung benda lentur yang ia mainkan dengan lihai. Cambuk adalah satu-satunya senjata yang ia pilih dari sekian banyaknya artefak jiwa yang mampu ia buat. Benda berbahan kulit hewan itu telah ia jadikan senjata andalan semenjak keharusan melindungi diri telah terbit di benaknya.
Jubah tebal yang dikenakan tidak menganggu sama sekali. Melihat pergerakannya yang tampak lihai sepertinya ini bukan kali pertama ia berlatih. Sosok itu baru saja akan mengarahkan cambuknya untuk menghantam sebuah batu di depan ketika pendengarannya mendeteksi sebuah pergerakan yang mendekat, ia refleks menutup mata.
Indranya semakin peka saat netranya tertutup. Ia segera mengubah arah serangannya begitu menyadari dari mana asal suara. Serangannya yang selalu tepat sasaran telah sempurna mengarah pada target, tetapi ia segera menarik diri begitu mendengar suara familier. Bola mata hitamnya dengan cepat melirik ke asal suara.
"Kak Yu! Ini aku!" Sosok yang baru tiba menutup wajahnya ketakutan, ia mengira cambuk itu benar-benar akan menancap di kulitnya. Itu seorang lelaki muda, mengenakan jenis pakaian yang sama dengan orang di depannya. Sebuah jubah tebal dengan tambahan bulu lebat yang melingkar di sekitar leher. Kulitnya yang sedikit lebih gelap tampak menyatu dengan warna karamel rambutnya yang hanya sebahu.
Pemuda yang dipanggil Kak Yu mengangkat sebelah alisnya lalu kemudian menyeringai. Setelah sepersekian detik terdiam ia mengurungkan semua pergerakannya lalu beralih membersihkan pakaian dari serbuk salju yang berjatuhan. Ia tiba-tiba terkekeh.
"Kukira aku akan menangkap satu monster roh lagi." Tawa itu seketika berubah pandangan curiga. "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Kau bercanda Kak?!"
Pihak lain merespons pertanyaan itu dengan tatapan menuntut.
"Lihatlah betapa santainya saat kau mengucapkan kalimatmu itu, kau kira kau sedang berada di mana? Kau tidak takut dimakan monster roh?!"
Pria bernama lengkap Yu Chen itu mengabaikan omelan adiknya. Ia menekan tombol kecil yang ada pada cambuknya hingga benda itu berubah seperti potongan kayu kecil yang segera ia masukan ke dalam saku. Yu Chen melangkah menuju batu besar lalu berbaring di atasnya. Tangannya ia tekuk ke belakang sebagai sandaran.
"Kau sendiri kenapa masuk ke sini?"
"Masih bertanya?!" Xiahuan berdecak kesal, ia segera menghampiri dan tidak segan memukul perut sang kakak. "Aku melihatmu masuk ke Hutan Lembah Mati dan tidak kunjung keluar, apa lagi kalau bukan khawatir?" Xiahuan ingin mengumpat rasanya. Ia sudah bersusah payah melawan rasa takutnya hanya untuk melihat sikap kakaknya yang acuh tak acuh.
"Kau tidak mengkhawatirkan dirimu sendiri?" Seringai Yu Chen semakin dalam membuat Xiahuan mengepalkan tangannya.
"Kau—" Jika Xiahua tidak menahan diri sebuah bogem mentah akan mendarat di wajah Yu Chen yang mulus. Sayangnya ia masih memiliki rasa hormat. Xiahuan memutuskan menarik tangan sang kakak, memaksanya untuk pulang.
"Kalau kau tidak mendengarku akan kulaporkan pada ayah!"
Yu Chen bisa saja mempertahankan posisinya bahkan jika Xiahuan mengeluarkan seluruh tenaganya. Namun, mendengar kata 'ayah' yang Xiahuan sebutkan, Yu Chen langsung bereaksi dan memutuskan untuk bangun.
Melihat itu, Xiahuan tersenyum. Ia segera menyusul begitu Yu Chen melangkah pergi.
"Esensi roh di cambukmu mulai berkurang?" Xiahuan bertanya setelah tebakan tentang tujuan kakaknya memasuki Hutan Lembah Mati berkelindan di kepala.
"Tidak."
"Lalu? Untuk apa kau repot-repot memasuki hutan kalau bukan untuk menyerap kekuatan roh lagi?" Xiahuan dibuat mengernyit.
Benda yang mereka bahas itu adalah salah satu artefak jiwa. Hampir seluruh penghuni Desa Es Abadi memilikinya. Artefak jiwa; benda yang dapat menyerap kekuatan roh. Tidak seperti seorang shiivu yang mengklaim kekuatan roh sebagai kekuatan kekal yang menyatu dalam diri, walaupun sama-sama dapat menyerap kekuatan roh, artefak jiwa masih memiliki kekurangan di mana esensi roh masih bisa habis ketika terus digunakan.
Yu Chen melirik sekilas pada sang adik. Ia enggan mengatakan apa tujuan sebenarnya tetapi ia juga tidak ingin berbohong.
"Kau terlalu banyak bertanya."
Yu Chen jujur saat mengatakan kalau ia memasuki hutan bukan untuk berburu monster roh. Karena ia memang melakukan hal lain; melatih seni bela diri. Di Benua Wuci, ilmu bela diri tanpa kekuatan roh adalah mustahil. Mereka menyerang dan bertahan hanya mengandalkan kekuatan roh pelindung. Di sini, seni bela diri seseorang akan muncul mengikuti bagaimana pertahanan dari roh pelindung itu sendiri.
Yu Chen tahu kenyataan itu. Ia juga kebingungan pada awalnya. Ia tidak yakin sejak kapan, tetapi seiring usianya semakin bertambah kemampuan yang ia sebut 'aneh' mulai bermunculan. Ia bisa membuat artefak jiwa bahkan dapat berlatih ilmu bela diri padahal ia belum tahu apa roh pelindungnya.
Ya. Yu Chen belum membangkitkan roh pelindung. Tidak hanya ia, seluruh penghuni Desa Es Abadi belum memiliki roh pelindung. Belum? Atau memang tidak punya?
Yu Chen kembali mengamati adiknya. Xiahuan pasti ketakutan. Ia bisa langsung tahu dari raut wajahnya yang tampak jelas.
Kenapa juga kau ikut masuk?
Yu Chen tersenyum. Ia tidak tahu harus tertawa atau terharu.
"Kak Yu? Kenapa hawa di sini sangat aneh? A-aku merinding."
Yu Chen mengamati sekitar, pemandangan di hutan ini memang selalu temaram walaupun siang hari.
"Kau tidak bertemu monster roh saat kemari?"
Pertanyaan itu sukses membuat Xiahuan melotot.
"Saat itu aku mungkin sudah mati!"
Yu Chen lagi-lagi terkekeh. Seperti biasa pancingannya tepat sasaran. Ia kembali mengendarkan pandangannya. Melihat Xiahuan yang akan kembali bersuara, ia segera memberi isyarat agar tetap diam. Pergerakan keduanya pun tertahan. Itu terlalu tiba-tiba membuat sang adik langsung waspada bahkan tidak berani bernapas.
"Ada apa Kak?" bisik Xiahuan. Melihat Yu Chen yang mengambil cambuk di sakunya, pikiran Xiahuan semakin memburuk.
Yu Chen tidak menjawab, ia hanya memberi isyarat untuk tetap diam.
"Keluarkan tombakmu."
Xiahuan kembali melotot. Kali ini ia meraih jubah Yu Chen, menggenggamnya erat. "Aku tidak membawanya."
Xiahuan menatap awas ke sekitar. Pikirannya diliputi bayang-bayang monster roh yang mengerikan. Melihat wajah Yu Chen yang serius, ia hanya menjadi semakin khawatir. "Kenapa kau diam saja Kak. Kalau kita tetap di sini kita akan dikeroyok. Ayo jalan." Xiahuan menggigit bibir bawahnya.
"Ayo kalau begitu," ucap Yu Chen santai. Ia berjalan meninggalkan sang adik yang dilanda kekalutan. Setelah menciptakan suasana tegang, kini pria itu malah berjalan dengan santai?
"Ka-kakak." Xiahuan segera menahan langkah sang kakak. "Mereka--"
"Mereka siapa?" Kening Yu Chen membentuk kerutan tetapi bibirnya malah mengulum senyum.
"Monster roh!"
Yu Chen terkekeh. "Kapan aku bilang ada monster roh?" Ia bergerak mmeninggalkan Xiahuan yang kebingungan.
"Eh? Jadi itu tadi .... " sang adik berdecak setelah menyadari ia baru saja dibodohi.
"Kakak!"
Pria tanpa bersalah yang lebih dulu berjalan hanya abai, ia mengibaskan tangan tanpa berbalik. "Cepat kemari nanti mereka benar-benar datang!"
...•••••...
Jarak antara Hutan Lembah Mati dan Desa Es Abadi berkisar dua puluh meter. Hanya ada sekitar lima puluh rumah yang berdiri di daratan putih itu. Walaupun jauh dari dunia luar, keadaan ini tidak serta merta berarti bahwa mereka terisolasi ataupun bermusuhan. Mungkin hubungan sosial antar individu tidak terlalu baik, tetapi masih ada beberapa orang dari desa itu yang menyambangi daratan luar guna kepentingan niaga.
Walaupun terbilang desa kecil, tetapi desa ini memiliki sektor pendukung ekonomi yang menjanjikan: pertanian rumput laut es dan hasil laut lain salah satunya ikan beku.
Rumput laut es sangat dibutuhkan oleh kota-kota di daratan luar. Rumput laut es biasa dijadikan salah satu dari bahan makanan utama juga biasa digunakan sebagai bahan obat-obatan. Ikan beku sendiri banyak di kirim ke kota-kota pelosok yang jauh dari laut. Kedua jenis bahan makanan ini sangat dibutuhkan karena dapat awet hingga empat bulan.
Setiap dua bulan sekali, ekspor barang mentah tersebut akan berlangsung. Ada lima kapal kargo yang membantu pengiriman. Selain kapal-kapal itu, ada pula kapal kecil seperti kelotok yang beroperasi di lautan. Ini merupakan kendaraan utama yang menghubungkan kelima daratan.
Selain rumput laut beku, penduduk Desa Es Abadi juga membudidayakan rotan beku. Tidak seperti rumput laut es, rotan beku ini tidak diperjualbelikan secara terbuka. Alasan utamanya karena waktu tumbuh rotan beku terbilang cukup lama dan hanya menghasilkan sedikit di tiap tahunnya. Rotan beku memiliki kekerasan seperti besi. Karena itulah, tanaman ini telah menjadi bahan utama pembuatan artefak. Selain karena kelangkaannya yang hanya ada di daratan es, alasan lain penduduk desa tidak berbagi karena mereka memang lebih membutuhkan.
Bayaran dari ekspor bahan yang mereka berikan tidak hanya diperoleh berupa koin, tetapi ada juga yang membayar secara barter. Kota Guangdong yang merupakan daratan paling dekat dengan daratan putih adalah tempat para penduduk Desa Es Abadi memperoleh kebutuhan hidup—sandang, pangan dan papan—yang tidak dapat mereka temukan di daratan berbalut es. Dengan cara itulah mereka saling membayar. Dari hubungan ini dapat telihat bahwa Desa Es Abadi tidak benar-benar terputus dari dunia luar.
Posisi Desa Es Abadi yang lebih tinggi menyebabkan setiap penduduk dapat melihat laut dari kejauhan. Dua lelaki berjalan sejajar dengan tinggi yang hampir sama dapat melihat dengan jelas saat ini ada sebuah kapal kargo yang melintas. Keduanya berbincang sambil berjalan pelan.
"Kapal itu tidak singgah di pulau kita?" Xiahuan berkata setelah memastikan kalau kapal itu hanya lewat.
Yu Chen yang ikut menoleh lantas menjawab, "Tidak. Barang bulan ini sudah masuk tiga hari lalu."
Xiahuan mengangguk. Pandangannya belum lepas dari lautan ketika ia memikirkan sesuatu yang langsung ia katakan.
"Ah, Kak Yu, kau tidak ingin naik kapal?"
"Tidak."
Xiahuan memutar bola matanya. "Ish! Setidaknya berpikir dulu sebelum menjawab. Pertanyaanku sebenarnya apa Kakak tidak ingin ke kota lain? Kakak tidak ingin menyeberangi laut yang luas itu?"
"Tidak."
Mendengar kata yang sama, Xiahuan melotot dan menghentikan langkahnya sejenak.
Benar-benar pendirian yang teguh!
"Aku pergi!" ucap Xiahuan kesal sembari melangkah lebih cepat.
Berbeda dengan Yu Chen yang tampak sangat tidak peduli dengan dunia luar. Xiahuan sangat ingin mengarungi samudera. Ia bahkan pernah berpikir untuk menjadi pekerja kapal agar bisa berkeliling. Namun, itu jelas hanya angan-angan. Ayahnya tidak akan mengizinkan.
Hanya Yu Chen, Xiahuan pernah mendengar sang ayah dengan terbuka memberi jalan jika kakanya itu ingin bergabung dengan biro pemburu montser yang berada di Kota Fangsu. Jika ia ikut dengan Yu Chen, sang ayah pasti mengizinkan. Namun faktanya, sang kakak lebih tidak dapat diharapkan. Yu Chen bahkan menolak semua undangan akademi yang memintanya bergabung bersama.
Yu Chen tahu jika saat ini adiknya sedang kesal. Namun, ia tidak peduli bahkan hanya santai menikmati pemandangan sambil bersenandung.
"Apa bagusnya dunia luar? Terlalu banyak orang hanya membuat berisik."
Yu Chen menatap ke depan. Ada sebuah belokan di sana, di mana itu menunju ke arah rumah mereka. Xiahuan sudah tidak terlihat semenjak berbelok. Namun, kening Yu Chen
segera mengerut saat melihat sang adik tiba-tiba muncul dengan ekspresi tegang sembari berlari.
"Ka-kakak! Orang dari biro pemburu montser datang lagi!"
...••••••...
Salah satu rumah dengan halaman cukup luas tampak berdiri sendiri berada agak jauh dari rumah lainnya. Itu adalah milik tetua desa bernama Jing Sen yang tidak lain adalah ayah dari Xiahuan dan Yu Chen.
Jing Sen berdiri di depan rumah. Beberapa penduduk lain ikut membersamai di kedua sisi. Masih ada yang berdatangan. Mereka memandang ke depan, menatap ke satu arah pada dua orang yang mereka sebut tamu tak diundang.
"Apa kiranya yang membuat orang biro pemburu montser datang lagi? Jika masih dengan tujuan yang sama. Aku khawatir Tuan-tuan ini akan pulang kosong." Suara berat Jing Sen terdengar jernih tidak menggambarkan usianya. Senyum simpul yang ia perlihatkan tidak meninggalkan jejak keriput. Jika bukan karena rambut panjangnya yang telah didominasi warna putih, orang-orang yang baru kenal akan meragukan usianya.
"Sudah sejak tahun lalu terakhir kami berkunjung. Tidak disangka, ingatan Tetua Jing Sen masih sangat kuat." Salah satu dari tamu yang ada menjawab.
Berbeda dengan rekannya yang masih tersenyum, sosok di sampingnya tampak tidak bersahabat. Tidak peduli usianya jauh lebih muda, ia bahkan tidak segan meninggikan suara.
"Begini cara Desa Es Abadi menyambut tamu?" Itu jelas sindiran tetapi ia mengatakan dengan intonasi yang lebih memperjelas.
Penduduk desa berdatangan semakin banyak, tidak ada dari mereka yang berani berbicara. Hanya terdengar kasak-kusuk bisikan samar di antara kumpulan orang-orang itu.
"Tuan Wang dan rekannya tidak perlu tersinggung. Aku hanya ingin memastikan bagaimana tujuan Tuan. Jika nantinya tidak dapat kami penuhi, apakah jamuan baik kami masih tetap diterima?"
Mendengar penuturan Jing Sen, pria yang bernama lengkap Wang Peng terkekeh. Ia jelas paham maksud Jing Sen ini. Tetapi mereka sudah di sini, maka tidak ada salahnya mengusahakan tujuannya.
"Tetua Jing terlalu jujur. Kalau begitu, bolehkah kami bertemu langsung dengan Yu Chen? Di usia yang telah bertambah bukankah dia seharusnya sudah memiliki pandangannya sendiri?"
"Ah ... aku ragu Tuan Wang akan kecewa." Jing Sen kembali meyakinkan, tetapi ia masih menurut dengan berbicara pada salah satu remaja di sampingnya untuk pergi mencari Yu Chen. Sang tetua desa akan kembali berbicara ketika sebuah suara sudah lebih dulu menyela.
"Sepertinya Tuan hanya membuang-buang waktu." Itu Yu Chen yang baru saja datang. Ia menyeringai saat mengenali salah satu dari orang yang datang. Yu Chen langsung masuk ke tengah sementara Xiahuan yang datang bersamanya pergi menghampiri sang ayah.
"Lama tidak bertemu, Yu Chen." Wang Peng mencoba bersikap ramah walau ia sadar kehadirannya tak disambut.
"Tuan Wang. Seandainya kau datang untuk mengumpulkan ikan beku atau rumput laut es. Mungkin Desa Es Abadi dan biro pemburu montser akan menjadi akrab." Yu Chen terlalu malas untuk berbasa-basi. Ia sudah tahu tujuan mereka hanya dengan melihat lencana biro pemburu yang tersemat di dada keduanya.
Mendengar ucapan Yu Chen itu, pemuda di sebelah Wang Peng mengepalkan tangannya sementara Wang Peng sendiri ekspresinya berubah serius.
"Kau benar-benar tidak ingin mempertimbangkan tawaran kami? Kau akan menjadi terpandang jika kemampuanmu itu dikembangkan di biro pemburu—"
"Kemampuan?" Yu Chen menyela. Ia mengangkat tangannya ke depan memperlihatkan telapak tangannya yang polos. "Kau tidak lihat ini, aku bahkan belum memiliki roh pelindung."
"Kami bisa membantumu." Wang Peng berucap tegas. "Di biro pemburu montser kau akan dibimbing dengan baik. Kau tidak hanya mendapatkan fasilitas untuk mengembangkan penciptaan artefak jiwa. Kau akan dibantu untuk memperoleh roh pelindungmu. Kita akan bekerja sama."
Manusia serakah. Bekerja sama? Tck! Kalian hanya ingin mengambil keuntungan dari artefak jiwa!
Yu Chen tahu niat semua orang yang memintanya untuk bergabung. Tidak terkecuali orang-orang dari biro pemburu montser ini. Mereka hanya ingin memiliki lebih banyak artefak jiwa. Yu Chen sempat berpikir apa yang membuat orang-orang itu begitu menginginkan artefak jiwa. Bukankah mereka memiliki roh pelindung?
Yu Chen tidak jelas apa tujuan mereka sebenarnya memintanya bergabung yang tidak lain demi dapat memiliki artefak tersebut, tetapi ia memiliki pemikiran orang-orang itu membutuhkan kekuatan penopang dari benda tersebut. Walaupun artefak jiwa masih memiliki kekurangan, tetapi keberadaan artefak jiwa bagi seorang shiifu sebenarnya sangat menguntungkan. Penggunaan kekuatan roh memakan energi tubuh lebih banyak, sehingga hal tersebut masih menjadi batasan.
Namun, dengan keberadaan artefak jiwa, bukankah ini adalah kombinasi yang sempurna? Yu Chen bahkan berani bertaruh, seorang shiivu tingkat rendah masih bisa menang melawan dua tingkat di atasnya jika memiliki artefak jiwa. Akan tetapi, ambisi apa yang membuat mereka begitu serakah untuk memiliki kekuatan lebih?
Setelah terdiam sesaat, Yu Chen segera memasang raut sedih tetapi sudut bibirnya sedikit ditarik. "Hm ... sayang sekali aku tidak berminat."
"Pikirkan lagi, kami akan memberimu waktu." Wang Peng masih berusaha meyakinkan.
"Ah aku mulai kesal," Yu Chen bergumam pelan. Ia menoleh pada Xiahuan di belakang. Ia memberi tatapan yang seolah berbicara 'bagaimana cara mengusir mereka?' tetapi adiknya itu hanya terkekeh di tempat. Ia juga melirik ke arah Jing Sen, tetapi sang ayah hanya mengangkat bahu.
Yu Chen kembali berbalik, lantas berbicara dengan putus asa. "Kalian tidak perlu datang lagi. Sungguh. Sia-sia saja. Aku tidak tertarik."
"Bocah sombong! Kami sudah jauh-jauh datang kemari. Tidak semua anak bisa menerima kesempatan emas sepertimu tapi malah kau sia-siakan!" Kali ini pemuda di sebelah Wang Peng yang menjawab. Tampaknya sosok itu memiliki temperamen buruk. Rahangnya sudah mengeras sejak tadi, ia hampir kehilangan kesabaran melihat respons Yu Chen yang abai.
Sebaliknya, Yu Chen tidak gentar sama sekali. Ia mengangkat bahu dan menjawab dengan santai, "Aku tidak meminta kalian datang."
Mendengar itu rekan Wang Peng hanya menjadi semakin murka. Jika saja Wang Peng tidak menahanya, pria itu sudah akan menerjang Yu Chen sejak tadi.
"Sudahlah Gu Bai, kita pergi saja." Wang Peng berbisik pada rekannya. Ia akhirnya menyerah.
"Kupastikan kau akan menyesal!" teriak Gu Bai masih tak terima.
Yu Chen mendengar apa yang dikatakan Gu Bai, tetapi ia hanya tersenyum seolah yang didengarnya bukanlah sebuah ancaman. Melihat dua orang itu sudah berbalik dan hendak pergi, Yu Chen segera melambaikan tangan. "Hati-hati di jalan." Tidak lupa senyuman penuh makna selalu ia sematkan.
Yu Chen sudah berbalik hendak bergabung bersama Xiahuan dan ayahnya tetapi mengingat ucapan Gu Bai lagi, ia tidak tahan untuk tidak berkata, "Dasar manusia-manusia serakah."
Tidak disangka, ucapannya itu masih tersampaikan hingga ke indra pendengaran Gu Bai. Ia langsung naik pitam. Gu Bai berbalik dan tanpa ragu meluncurkan sebuah serangan. Cahaya merah kekuningan keluar dari telapak tangannya diikuti bergeraknya sebuah benda lengkung yang bagian sisi luarnya sangat tajam dan mengilap; sebuah belati bulan sabit bergerak cepat langsung menjadikan Yu Chen sebagai target.
Mendeteksi adanya bahaya, Yu Chen lantas memejamkan mata. Dalam gerakan cepat ia segera meraih cambuk di sakunya. Yu Chen selalu mengandalkan indra pendengaran untuk mengetahui di mana pergerakan yang harus ia tangkap.
Dalam sekali ayunan, tumbukan antara dua benda itu bertemu. Itu terlalu cepat, saat semua orang menyadari, ujung cambuk Yu Chen telah menangkap senjata pihak lawan yang tanpa menunggu lagi langsung ia lempar ke arah lain membuat semua orang merasakan getaran saat benda itu mendarat pada dasar beku di kejauhan.
Yu Chen menyeringai, Roh pelindung tipe artefak?
Sesaat semua orang menahan napas.
"Apa yang kau lakukan?!" Wang Peng membentak.
Gu Bai tidak langsung menjawab, ada pancaran emosi tertahan yang berkilat di matanya.
"Dia sudah keterlaluan!" Gu Bai berkata, sorot matanya menatap tegas pada Yu Chen di depan. Kebencian tergambar jelas tanpa ia utarakan.
"Tahan amarahmu! Kita tidak datang untuk itu!"
Yu Chen berdecak tiga kali, menatap sekilas pada tempat senjata tadi mendarat lalu kembali beralih pada dua orang tamu itu sembari menggoyangkan kepalanya; mendramatisir apa yang baru terjadi.
"Kalian membuatku takut. Jangan seperti itu pada kaum lemah. Kalian lupa kami tidak punya roh pelindung?"
Wang Peng terlihat menyesal. Ia menatap Yu Chen lalu beralih pada Jing Sen di belakang.
"Maaf, kami tidak bermaksud."
Semua orang seketika melupakan pertikaian itu saat getaran kembali terasa namun kali ini dalam skala lebih besar. Dari kejauhan suara retakan terdengar, semua langsung menyadari dari mana sumber suara saat melihat bagian dasar es perlahan terangkat akibat retakan yang lebih besar. Itu tempat sebelumnya senjata Gu Bai mendarat.
Wang Peng dan Gu Bai refleks menoleh. Suara retakan terdengar semakin keras. Bagian dasar es yang terangkat juga semakin melebar. Semua orang terbelalak saat menyadari adanya makhluk besar yang muncul dari sana. Sosok besar-panjang dengan sayap membentang dengan lebar. Saat mulutnya membuka, badai salju seketika melanda sekitar.
"Dewa binatang?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 5 Episodes
Comments
La Vey
nama china engga ada yang gaul kayaknya. kerasa vibes kuno nya
2023-04-29
0
Apidut
yu chen kamu introvert tos dulu kita 🙏
2023-04-28
0
Apidut
dasar yu chen gw udah tegang nih... malah ikut dikibulin 😭
2023-04-28
0