Bab 5

Bab 5

Kehidupan asmaraku takkan pernah membaik kecuali aku bisa menjadi langsing. Bukan berarti aku gendut. Hanya saja aku tidak masuk dalam ekspektasi seorang wanita bertubuh langsing bak model Victoria Secret.

Castello menatapku seolah-olah aku sudah gila ketika aku mengutarakan kesimpulan itu kepada dirinya. Lalu aku menjelaskan bahwa teoriku ini memang logis dan aku bukanlah sekadar pembaca majalah yang berisikan para diet-diet dan terobsesi pada ukuran paha yang ada di dalam sana. Tapi ia segera menyela bahwa aku memang suka membaca majalah dan aku menghabiskan waktu lebih lama untuk memikirkan ukuran lingkar betisku daripada orang kebanyakan menghirup oksigen.

Seandainya aku bisa memiliki bokong seorang juara trampolin berusia tujuh belas tahun dan perut kencang yang membuat Cameron Diaz tampak seperti seorang pecandu kue pai, aku akan memancarkan pesona kepercayaan diri yang luar biasa menawan.

Castello mendengus untuk mengejekku, lalu aku pun diam dan meraih dus paket Diet World lama milikku yang berlapis oleh debu. Mengeluarkan sebuah kalkulatir nilai dari dalamnya.

Parahnya lagi, sekarang Castello menatapku dengan pandangan mengejek saat aku berjalan memutari supermarket sambil menghitung kalori dari bahan makanan yang kami sebelum dimasukkan ke dalam troli belanjaan.

Asyik dengan kegiatan menyeleksi makanan apa yang harus dikonsumsi, Castello lalu melirik ke arlogi tangannya.

“Jane, kita sudah sejam berjalan dan baru ada tujuh macam barang di troli kita. Kalau begini caranya, bisa-bisa kita baru selesai berbelanja bahan tumisan sayur pada hari Selasa dua minggu mendatang.”

“Delapan macam barang,” ralatku. “Ada binus magnet di kulkas untuk margarin ini.”

“Katamu kau benci dengan buku itu.”

“Tidak,” protesku.

“Kau menyebut pemimpinnya Maximus.”

“Itu karena rambutnya menipis. Memang wanita itu agak galak kelihatannya, tapi itu bukan masalah karena aku tak mau ikut kelasnya lagi. Aku punya cukup semangat untuk melakukannya sendiri. Aku hanya mengikuti pola dietnya saja, yang menurut pengalamanku dulu cukup membuahkan hasil.”

“Kalau memang berhasil, kenapa kau perlu melakukannya lagi?”

Aku berdecak untuk menyembunyikan fakta bahwa aku kehabisan kata-kata.

“Bagaimana dengan ini? Apakah ini boleh?” tanyanya lagi sambil meraih bolu es krim cokelat ukuran keluarga yang bisa membuat seekor paus pembunuh bertahan melalui bulan musim dingin.

“OH TUHAN! JANGAN!” Aku memekik ketakutan.

“Ada apa dengan reaksimu itu? Apakah ini berakibat fatal?”

“Mungkin,” tukasku. “Ini jelas di luar batas.”

“Kau tak perlu memakannya,” ujarnya lugu. “Akan kusembunyikan di dalam kulkasku untuk diriku sendiri.”

Castello adalah orang yang tak pernah diet. Ia bisa membeli bolu es krim cokelat sebesar gajah purba tanpa secuil pun rasa bersalah, dan parahnya lagi, ia bisa memakannya sebanyak apapun tanpa bertambah berat badan sedikit pun.

Sementara aku tak bisa melihat bolu itu, atau bahkan aku lebih memikirkan daripada Castello. Aku memiliki kerakusan untuk hal yang satu ini.

“Ini bukan omong kosong belaka, tapi jika kau tak mau bersikap setia kawan, tidak masalah. Ku kira kau lebih peka daripada itu,” aku menjelaskan panjang lebar dengan apa yang dia mau.

“Jane, seperti biasa aku siap menolongmu melakukan apa saja. Tapi aku belum siap bertahan hidup hanya dengan memakan toge sepanjang minggu.”

Aku pun menatapnya dengan memberengut. Untuk sementara ini, aku setuju untuk bersikap lebih longgar dalam menetapkan nilai kalori yang ada di dalam setiap kemasan produk yang ada di dalam troli dan apa yang akan aku ambil. Aku bahkan menyimpulkan bahwa sekaleng kacang merah dan sosis masih diperbolehkan sama halnya dengan sebotol saus pasta dan beberapa minuman probiotik dalam botol plastik mungil. Dengan anggun kuizinkan Castello memasukkan sekantong besar keripik sehat dengan rasa minyak zaitun, karena semua orang tahu bahwa itu baik untuk kesehatan.

Sesampainya di kasir, Castello berhenti sejenak lalu mengambil kembali bolu es krim cokelatnya. “Oke, kau menang. Aku jadi tak enak hati untuk memakan ini sendirian. Aku akan mengembalikan ini tempatnya.”

“Jangan beranjak dari sana!” kataku sambil mengulum tawa. “Kau benar. Ini kan dietku sendiri, bukan dietmu. Jadi biarkan saja.”

“Aku serius akan mengembalikan ini ke tempatnya. Aku tak keberatan dengan itu.”

“Aku juga.”

“Tapi sungguh, aku..,”

“Castello!” Aku berseru tegas. “Taruh.. kembali... bolu.. es krim... cokelat.. itu.. ke dalam,, troli.” “Mungkin saja aku mau sedikit setelah makan malam,” lanjutku.

“Bagaimana dengan dietmu?”

“Aku bisa makan apapun dengan porsinya,” jelasku sambil mengingat kembali apa yang dulu biasa dikatakan di dalam buku petunjuk itu. “Aku bisa mencicipi sesendok makan bolu es krim cokelat itu, nilainya tak mungkin lebih dari setengah kalori.”

Castello pun tersenyum menanggapi hal itu, “Baiklah kalau begitu.”

Rupanya ada kejadian aneh saat di kasir, saat aku sedang mengeluarkan belanjaan kami dari troli dan Castello mengeluarkan dompetnya. Gadis yang menjadi petugas kasir itu tersenyum menatap Castello. Benar-benar tersenyum kepadanya. Gadis itu memang tak terlalu cantik, yah biasa-biasa saja, tapi wajahnya lumayan manis dan belahan dadanya sungguh menggiurkan. Ini adalah kelebihan dari gadis itu.

“Sungguh, bolu es krim ini memang enak,” desahnya seraya memasukkan bolu itu ke dalam kantong belanja dan melirik Castello. “Kemarin aku dan kakak perempuanku memakannya dengan krim tebal dan lembut di atasnya. Sungguh rasanya tak tertandingi!”

Jika seorang pria berdarah merah diajak berbicara oleh seorang gadis menarik, khususnya mengenai kakak perempuannya dan krim lembut, maka pembicaraan mereka akan berlanjut penuh dengan rayuan gombal yang mengasyikkan.

Tapi anehnya Castello sama sekali tidak ada menunjukkan tanda-tanda ketertarikan. Ia malah bergumam lirih, memasukkan kartu debitnya ke dalam dompet, lalu dnegan kepala tertunduk ia mendorong troli itu menjauh. Gadis malang itu pasti menyangka dirinya menderita napas bau.

Aku hampir saja menegur Castello tentang hal tersebut saat ditempat parkir. Tapi aku segera menahan diriku. Aku tahu apa yang sebenarnya terjadi dan aku tidak mau memperparah keadaan dengan mencampuri urusan Castello. Setiap kali berhadapan dengan wanita, Castello langsung menjadi gugup dan malu-malu. Seperti orang terkena penyakit kejang-kejang.

Jadi ketika kami memasuki mobil, aku hanya diam tak bersuara. Aku malah menyibukkan diri dengan menghitung nilai kalori pada keripik tadi, yang sangat di luar dugaanku ternyaata akan menghabiskan jatah kalori mingguanku untuk sekali makan. Sungguh menyedihkan!

...****************...

tbc

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!