Aku dan anakku sudah siap dengan pakaian terbaik kami.
Aku memakai dress bewarna wardah yang panjangnya dibawah lutut, sementara rambutku aku gerai. Kata orang-orang aku ini cantik dengan mata bulat, kulit putih bersih, hidung mancung serta tinggi dan berat badan yang ideal. Tapi entah kenapa Mas Hanung tidak pernah sekalipun memuji kecantikan ku. Pernah sih dulu, saat kami masih pacaran dan baru nikah. Tapi kini tidak pernah lagi.
Pun Husein, dia sangat tampan dengan kulitnya yang bersih, hidung mancung, bentuk badan yang pas serta rambut nya lebat bewarna hitam berkilau, rambutnya dipotong pendek. Kalau aku perkirakan, kira-kira Husein 11 12 mirip sama anak artis Fairuz Arafiq. Iya, dia mirip sama siapa itu nama anaknya Galih Ginanjar itu? Em siapa ya, ah aku harus scroll ig terlebih dahulu sepertinya. Dan setelah beberapa saat aku sudah mengetahui siapa namanya, iya, namanya King Faas.
Aku dan Husein berjalan berdampingan keluar rumah dengan jari tangan saling berkaitan.
''Lho, Ma, kok kita jalan kaki sih?'' tanya Husein dengan mata menyipit saat kami sudah tiba di luar pagar. ''Motor Mama 'kan masih berada didalam garasi,'' sambungnya.
''Kita pergi ke Mall pakai mobil saja Sayang,'' kata ku.
''Mobil? Mobil siapa Ma? Ah iya, aku tahu, pake taksi ya, Ma?''
''Ayo, kamu ikut saja sama Mama,'' aku tersenyum simpul.
''Iya, Ma,'' Husein mengangguk kecil.
Tidak lama setelah itu kami tiba di rumah tetangga sebelah. Aku lalu berjalan menuju garasi yang ada di rumah itu, setibanya di garasi, aku langsung membuka pintu mobil bewarna merah yang mengkilap.
''Ma, kenapa malah masuk mobil Tante Riska? Nanti Tante Riska marah, Ma,'' Husein terlihat panik dengan pandangan celingukan melihat ke kiri ke kanan. Padahal aku tahu Riska saat ini sedang tidak berada di rumah, dia lagi keluar negeri bersama suami dan anak-anaknya. Dia pergi setelah sehari kematian Hasan. Hubungan aku dan Riska terjalin begitu baik.
''Ayo naik Sayang. Ini mobil kita, Mama baru beli pakai uang Mama,''
''What? Beneran, Ma?'' netra Husein melebar, dan aku begitu gemes melihat nya.
''Iya Sayang,''
Tanpa bertanya lagi Husein menaiki kendaraan roda empat yang aku beli dengan menggunakan uang tabungan ku. Mobil yang sengaja aku parkir di garasi tetangga agar tak ketahuan oleh Mas Hanung. Aku tidak mau dia sampai tahu kalau aku sudah memiliki mobil dari hasil keringat ku sendiri. Terkadang kita perlu berpura-pura bodoh dan mengalah saat berhadapan sama orang sombong seperti Mas Hanung dan keluarganya. Supaya kita tahu seperti apa watak mereka sebenarnya. Suatu saat nanti, aku pastikan mereka akan mengetahui siapa aku sebenarnya dari orang-orang. Iya, dari orang-orang, karena aku tidak akan pernah mengaku diriku hebat di depan manusia manusia jahat seperti mereka.
Saat mobil sudah melaju di jalan raya, Husein kembali bersuara.
''Emang gaji Mama menjadi seorang penulis dan pedagang online di aplikasi oren, biru dan ungu dan apalah itu, emang gedek ya Ma gajinya?'' tanya Husein memastikan. Dia menyandarkan kepalanya pada bahuku. Selama ini Hasan dan Husein memang sering melihat aku lagi bekerja.
''Ya, begitulah Sayang. Alhamdulillah cukup untuk kita. Apalagi salah satu naskah Mama 'kan dipinang oleh penerbit untuk dibukukan dan dijadikan film,'' jelas ku.
''Wah, Mama hebat. Aku bangga punya Mama seperti Mama,''
''Jangan bilang siapa-siapa ya, Nak? Termasuk Papa dan keluarga Papa,''
''Siap Ma,'' balas Husein pasti.
Selama ini memang tidak ada seorang pun yang tahu kalau aku adalah seorang penulis dan pedagang online.
Karena aku menggunakan sosial media untuk bekerja dengan nama samaran, pun foto profil memakai foto yang tak jelas, aku belum siap menampilkan seperti apa diriku sebenarnya. Tapi aku tidak bisa menyembunyikan identitas ku secara terus menerus, aku tahu, suatu saat nanti aku pasti akan diundang untuk tampil di televisi dan bergabung dengan orang-orang hebat, karena sekarang aku adalah seorang penulis sekaligus pengusaha.
Namun sayangnya, saat keuangan ku sudah mulai berjaya, Hasan pergi sebelum dapat menikmati jerih payah mama nya ini, padahal selama ini aku berjuang untuk Dia dan Husein. Tapi aku tidak akan pernah lupa, aku akan rutin menyantuni anak yatim supaya Hasan senang di alam sana karena mendapat kiriman doa dari anak-anak yang di mulia kan oleh Allah dan nabinya.
Lagi-lagi netra ku berkaca-kaca saat mengingat Hasan, pandangan ku buram, hingga aku tidak bisa melihat jalanan dengan jelas. Tapi dengan cepat aku menghapus air mataku, jangan sampai aku menabrak sesuatu.
Aku melihat Husein, ternyata Husein sama, air mata sudah membasahi pipinya. Husein adalah orang yang merasa paling kehilangan Hasan, karena setiap saat mereka selalu bersama.
Ya Allah, tabahkanlah kami.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments