Duniaku seakan runtuh saat Dokter wanita mengatakan kalau putra ku sudah pergi. Iya, putra ku sudah meninggal dunia.
Dengan cepat aku masuk ruangan dimana Hasan berada, begitu sudah tiba didalam, aku melihat Hasan ku sudah tak bergerak lagi, tak bernafas lagi. Tubuhnya kaku dengan beberapa bekas jahitan di kening serta kepala.
Tangis ku yang sudah terlanjur pecah kini semakin menjadi, apalagi Husein, putra ku yang satunya sama hancurnya seperti aku. Tidak menyangka Hasan akan pergi secepat ini.
Aku memeluk, mengecup, serta mengelus lembut tubuh kaku Hasan, rasanya berat untuk berpisah, tapi aku tahu, semua makhluk bernyawa pasti akan meninggal, entah kapan giliran kita, tapi lagi-lagi aku merasa cobaan ini sungguh berat.
"Alaaah, sok sokan menangis, Hasan meninggal juga karena kamu!''
Samar suara sumbang itu aku dengar, bisa-bisanya keluarga suamiku nyinyir saat seperti ini. Tak ada untungnya aku membalas perkataan Irma, Kakak dari Mas Hanung.
Mas Hanung hanya diam, aku tidak tahu apa yang dia rasakan saat ini, apakah dia sama hancurnya seperti aku?
Saat Hasan masih hidup, Mas Hanung jarang sekali menghabiskan waktu bersama anak-anak. Karena sepulang dari bekerja, dia suka mampir di rumah Mama nya. Sehari, dua hari dan tiga hari terkadang dia tidak pulang ke rumah. Katanya, saat berkumpul bersama kami dia merasa tidak bahagia, berbeda kalau lagi berkumpul dengan keluarganya, dia merasa bahagia. Itulah yang sering dia ucapkan saat aku bertanya kenapa dia tidak betah berada di rumah lama-lama. Saat pulang dia hanya meninggalkan baju kotornya, bahkan tidak sekali dia membawa pakaian kotor keluarga, meminta agar aku mencuci serta, menjadi babu gratisan keluarga mereka.
Berulangkali aku meminta agar Mas Hanung menceraikan aku, tapi dia selalu menolak, katanya sayang kalau istri penurut seperti aku dilepas, hitung-hitung bisa dijadikan pembantu gratisan. Sakit hatiku mendengar pengakuannya. Sehingga aku nekat mencari cara agar bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk menggugat Mas Hanung. Pernikahan tak sehat seharusnya diakhiri, kalau tidak ingin menderita seumur hidup karena hidup dengan pasangan yang salah.
* * *
Jenazah Hasan sudah dibawa kerumah, para pelayat sudah mulai berdatangan memenuhi ruangan tempat Hasan berada. Ada tetangga, keluarga, rekan kerja Mas Hanung serta pihak sekolah dan teman sekolah serta orangtua mereka. Tidak sedikit dari mereka merasa kehilangan Hasan, bahkan ada juga yang ikut meneteskan air mata.
Melihat anak-anak sepantaran Hasan ikut melayat, membuat aku tak kuasa untuk menahan rasa yang teramat sakit. Aku tak sadarkan diri, tidak hanya sekali bahkan berulangkali, itulah yang dikatakan Husein. Meskipun Husein terus menangis, tetapi dia selalu menyemangati diri yang rapuh ini. Beruntungnya masih ada Husein, kalau Husein ikut pergi meninggalkan aku, entah lah, mungkin aku akan gila dan mungkin mungkin ... Aku tak akan sanggup lagi untuk hidup di dunia.
* * *
"Ma, ayo pulang. Kita sudah duduk disini sekitar dua jam lebih, Mama butuh istirahat, aku tidak ingin Mama sakit,'' kata Husein sembari mengelus bahu ku.
Saat ini kami tengah duduk berjongkok didepan gundukan tanah liat, jenazah Hasan sudah dimakamkan dari dua jam yang lalu, tapi rasanya aku begitu enggan meninggalkan Hasan sendiri. Dia pasti merasa kesepian dibawah sana.
''Mama masih ingin menemani kakak mu, Nak,''
''Kata Pak Guru, Kak Hasan sudah tenang di alam nya yang baru. Mama dan aku tidak perlu khawatir, ayo pulang Ma, besok kita ke sini lagi untuk mendoakan Kak Hasan,''
''Benar Bu Indah, Hasan sudah tenang di sana, dia pasti akan sedih melihat ibu nya sedih melepaskan kepergiannya,''
Aku menoleh kebelakang, ternyata Pak Faisal masih berdiri dibelakang kami. Aku kira dia sudah pulang.
Mulia sekali hati Pak Faisal, dia mau menemani aku dan Husein, saat suamiku dan keluarganya sedari tadi sudah pulang, tapi Pak Faisal selalu ada.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments