3. Eps 2

"Lama banget kalian, gue udah sampe lumutan nunggu kalian tau ngga!" sinis Septian pada Reza dan Rendi yang baru saja menapakkan kakinya di teras rumah Septian. Di sana sudah ada Arya dan Deni, teman mereka.

"Yaelah baru juga telat sepuluh menit kita." timpal Rendi yang dibalas anggukan oleh Reza. Septian hanya berdecak lalu memasuki rumahnya diikuti keempat temannya.

Mereka memasuki ruang khusus di rumah Septian, ruang musik. Rendi duduk di belakang keyboard, Reza dan Deni memainkan gitar, drum dimainkan oleh Arya, sedangkan Septian sebagai vokalisnya. Septian mengambil mix, namun ada sesuatu yang mengganjal.

"Eh bentar. Za, mana lirik yang semalem lo bilang ke gue?" tanya Septian menoleh pada Reza, tanpa melihat Reza mengulurkan buku catatan yang ada di sebelahnya.

"Nih."

Septian menerima buku itu heran. Kemudian tertawa membuat teman-temannya menoleh.

"Gila, ngga nyangka Za, ternyata selera lo feminim juga ya? Pink." cibir Septian lalu mengangkat buku itu, Reza terkejut lalu mengambil buku itu dari tangan Septian.

"Perasaan tadi ngga ujan deh, koq bukunya luntur ya? Perasaan buku gue warna biru deh." ujar Reza heran.

"Makanya jangan pake perasaan Za, ntar baper." timpal Arya.

"Curhat mas?" cibir Rendi pada Arya.

"Lagian mana ada biru luntur jadi pink. Aneh-aneh aja lo Za." ujar Deni terkekeh.

Reza hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Reza mengingat-ingat bukunya dia letakkan dimana. Kemudian Reza teringat Zahra.

"Ah iya, buku gue ketuker sama,-"

"Cewek tadi?" potong Rendi. Reza mengangguk. Sedangkan ketiga temannya saling pandang. Septian mengangkat sebelah alisnya.

"Cewek?" serobot Septian.

"Ya, itu cewek temen Reza katanya." ujar Rendi. Reza menoleh sejenak.

"Oo, jadi karena cewek jadi kalian berdua tadi telat." ujar Septian dingin. Septian tidak terlalu menyukai cewek, bukan berarti dia gay, hanya saja cewek terlalu ribet menurutnya.

"Ya ngga juga si. Namanya juga baru ketemu sama dia lagi, makanya tadi gue nyapa dia." ujar Reza.

"Terus gimana latihan kita? Batal?" sinis Septian. Mereka tidak ada yang berani menjawab saat Septian sudah mulai bersikap dingin. Reza menghela nafas. Hanya Reza yang mampu menanggapi dinginnya sikap Septian.

"Yaudah, gue minta maaf gue ceroboh. Gue bakal cari buku itu." ujar Reza. Reza mengambil gitarnya dan menggendongnya. Septian mencegahnya.

"Udah ngga usah. Besok aja. Bisa sampe pagi kalo nunggu lo lagi." ujar Septian, ia menoleh pada teman-temannya.

"Nonton aja yuk." usul Septian. Mereka kemudian mengangguk menyetujui usulan Septian. Sekarang pukul 18.30. Mereka memasuki mobil Septian, Reza mengemudikan mobil Septian dengan Septian di sampingnya. Deni, Arya dan Rendi duduk di belakang.

***

Zahra mengeluarkan belanjaan yang baru saja ia beli sebelum pulang ke kostnya. Dia bersiap untuk bertempur di dapur. Ia mendapat pesanan dari Bu Tina untuk membuat brownies.

Tidak hanya membuat pesanan, Zahra juga akan membuat cupcake yang pernah ia buat di 'MaraBakery'. Ia ingin mengenalkan beberapa kue yang pernah ia buat, di sini.

Zahra menuju kamarnya untuk mencharge ponselnya yang mati sejak tadi. Ia membuka tas selempangnya. Matanya terkejut melihat buku diary berwarna biru navy di dalam sana.

"Ya ampun, buku siapa ini? Buku aku mana?" ujar Zahra bermonolog. Ia mengeluarkan semua isi tasnya. Namun nihil tidak ada buku diarynya di sana.

Zahra membuka buku biru itu perlahan. Ia membaca setiap kata yang tertulis dalam buku itu. Tulisan itu sangat rapi, meski hanya ditulis tangan.

Kata-kata itu tersusun rapi berbait, puisi yang sangat indah menurutnya. Zahra membuka setiap lembar buku itu hingga akhir halaman. Ia melihat sebuah grafiti di belakang buku itu. Reza Ardikyanzah. Zahra menutup mulutnya sendiri.

"Jadi ini buku Reza?" gumam Zahra, ia tersenyum sendiri mengingat Reza. Ia memeluk buku itu. Hanya memeluk bukunya saja membuatnya merasa bahagia. Cinta memang sesimple itu.

Zahra membuka ponselnya yang sedang dicharge itu. Ia berniat untuk menghubungi Reza bahwa buku mereka tertukar. Sedetik kemudian ia teringat sesuatu.

"Aku kan ngga punya nomor Reza. Duh gimana ya? Mana buku aku penting banget lagi buat aku." gumam Zahra bermonolog. Ia menghela nafasnya. Meletakkan buku dan ponselnya kembali.

Zahra kembali menuju dapur untuk melanjutkan aktifitasnya. Ia mulai mengocok telur dan gula itu dengan mixer. Tadi sore Zahra membeli mixer, beberapa loyang, cetakan cokelat, dan juga oven.

Zahra beruntung memiliki keahlian membuat kue. Ia menggunakan keahliannya itu untuk berjualan kue selama di sini untuk sambilan kuliah.

***

Pulang dari bioskop, Reza langsung pulang ke rumah. Namun dia tidak menuju rumahnya, melainkan ke rumah mamanya. Orangtua Reza berpisah sejak usia Reza baru dua tahun.

Reza menatap pelataran rumah itu, bersih karena selalu terawat oleh pembantu dan tukang kebun di sini. Meski jarang dihuni karena mamanya yang jarang singgah di rumah ini, pembantu dan tukang kebun itu selalu di sini, dia tetap di gaji oleh ayah Reza. Reza selalu mendatangi rumah ini, meski hanya pembantu yang selalu menyambutnya.

"Mas Reza." tegur Mang Odi, tukang kebun di rumah ini. Mang Odi mendekati Reza yang berada di luar gerbang, ia membuka gerbang itu agar Reza bisa masuk ke dalam rumah. Reza tersenyum, ia melangkah masuk. Ia menatap rumah itu, rumah masa kecilnya.

"Mas Reza, ada ibu di dalam." ujar Mang Odi. Reza langsung menoleh pada Mang Odi.

"Mama di sini mang?" tanya Reza, berharap mamanya memang di sini.

"Iya mas, sudah empat hari beliau di sini, tapi katanya besok mau pulang." ujar Mang Odi menjelaskan. Reza tersenyum senang, meninggalkan Mang Odi tanpa mengatakan apapun. Reza memasuki rumah ini.

Ruang tamu itu masih sama, seperti kemarin-kemarin, tidak ada yang berbeda di sini, tetap sepi. Reza menyusuri ruangan itu, ia menginjakkan kakinya di anak tangga paling bawah.

"Udah, biar saya aja bi, ini kan udah malem, mending bibi tidur aja. Pasti bibi capek kan dari pagi kerja terus." suara wanita paruh baya itu dari arah dapur.

"Tapi bu." ucap bibi hendak membantah. Wanita paruh baya itu menggeleng pada bibi, akhirnya bibipun pergi dari sana.

Reza yang mendengar suara itu, membatalkan niatnya menaiki tangga, ia berbalik ke arah dapur.

"Mas Re,-"

"Sssttt.." Reza menempelkan jari telunjuknya pada bibirnya membuat bibi itu terdiam. Bibi mengangguk saat Reza meminta izin untuk ke dapur. Bibipun pergi dari depan Reza. Reza melangkahkan kakinya kembali menuju dapur.

Reza melihat sosok wanita yang sangat ia rindukan, mamanya. Selama delapan tahun Reza tidak pernah bertemu dengan mamanya karena ayahnya selalu melarangnya.

Reza berjalan mendekati mamanya, ia memeluk mamanya dengan hati-hati. Namun semua tidak berjalan seperti yang ia bayangkan. Mamanya menoleh terkejut menumpahkan kopi buatannya mengenai tangan dan jaket Reza.

"Aawh.." rintih Reza kepanasan.

"Reza?" ujar mamanya terlihat panik lalu mengambil air dingin dari wastafel, tak lupa mengambil kain di dalam laci dapur.

Beliau mulai mengompres tangan Reza yang terkena air kopi tadi, sambil meniupnya.

"Maafin mama ya sayang. Kamu jadi gini, mama kira tadi,-"

"Siapa? Papa? Cie keinget papa ya ma?" potong Reza membuat mamanya melotot padanya.

"Siapa yang keinget sama papa kamu. Mama cuma ngira tadi tuh maling, kamu sih tiba-tiba peluk mama. Kan mama kaget!" sinis mamanya.

"Iya iya maaf, mama koq ngga ngabarin Reza kalo mama pulang?" tanya Reza. Ia melupakan rasa panas di tangannya tadi.

"Ada yang mau mama urus Za, makanya mama ke sini. Tapi besok mama pulang." ujarnya. Reza menghela nafasnya.

"Koq cepet banget sih, mama ngga kangen apa sama Reza?" ujar Reza lesu. Ia merasakan sentuhan lembut di lengannya.

"Mama kangen Za, kangen banget sama kamu. Tapi mau gimana lagi coba? Ohya gimana kalo besok kamu yang anterin mama ke bandara?" usul mamanya, Reza mengangguk mengiyakan.

"Reza nginep di sini ya ma." pinta Reza.

"Sayang, ini kan juga rumah kamu." ujar mamanya, mereka berpelukan melepas rindu.

Reza menatap dinding di depannya, ia melepaskan pelukan mamanya lalu berdiri menghampiri dinding itu. Reza mengambil salah satu bingkai yang ada di dinding itu. Menatap foto itu sedu.

"Apa kabar dek? Kamu bahagia kan di sana?" gumam Reza lirih.

Terpopuler

Comments

Tundjungsari Ratna

Tundjungsari Ratna

semangat

2020-09-30

1

Tundjungsari Ratna

Tundjungsari Ratna

lanjutttt

2020-09-30

1

Kenzi Kenzi

Kenzi Kenzi

who is she/he,....sopo adik e reza,

2020-07-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!