Ternyata pesan itu dari seorang yang mengaku penggemar rahasianya, Andrea. Orang ini memang sering sekali curhat pada Qia. Ada saja masalah yang dihadapi gadis itu. Entah kali ini apa lagi keluhannya. Karena penasaran, buru-buru Taqiya membaca isi pesan itu. Seketika matanya terbelalak.
.............................................................
[Assalamualaikum, Kemilau Senja! Maaf ya, Andrea nongol lagi. Semoga Kemilau tidak bosan. Habisnya, sepupu Andrea maksa-maksa terus. Masak, Andrea disuruh tanya, apa Kemilau sudah punya calon? Andrea kan jadi gak enak. Maafin, ya! Soalnya dia ngefans banget sama Kemilau. Tolong bantuin, dong, Andrea harus jawab apa? Ditunggu ya, jawabannya! Muah .... muah ... muah.....]
Taqiya menghela napas. Sebenarnya, ini bukan pertama kali ia mendapat pertanyaan seperti itu dari orang yang mengaku sebagai penggemar. Jujur, ia agak malas memberikan jawaban. Namun, ia tidak bisa mengabaikan begitu saja. Bagaimanapun, ia harus bersikap sopan, meski sekadar lewat tulisan.
Kadang, Taqiya harus berpikir keras untuk memilih kata-kata bijak nan lembut, tetapi di dalamnya mengandung pukulan telak. Maksudnya, jawaban itu tidak menimbulkan pertanyaan baru tanpa mengungkap ranah pribadinya.
Akan tetapi, kali ini yang bertanya adalah Andrea. Terus terang, Qia agak kebingungan. Ia bahkan sering kewalahan menghadapi penggemar fanatiknya itu. Bagaimana tidak, ada saja persoalan pelik yang dikonsultasikan, terlebih gadis itu tidak pernah puas dengan jawaban yang ia berikan. Kadang, Qia merasa kalau Andrea ini terlalu berlebihan dan mengada-ada.
Karena itu, wajar kalau Qia selalu berdebar-debar ketika ada pesan dari Andrea karena seketika perasaan tidak nyaman melingkupi dirinya. Seperti saat ini, Andrea bertanya untuk sepupunya, apakah Qia sudah punya calon atau belum? Ada-ada saja. Udah gitu, maksa lagi. Bisa ditebak, apa pun jawaban yang ia berikan, Andrea pasti tidak akan puas.
"Kenapa, Qi?" Ningrum yang baru saja keluar dan membawa surat undangan merasa heran melihat Qia yang tampak gelisah.
"Tidak apa-apa, Rum. Hanya pesan biasa dari penggemar setia," jawab Qia. Ia mencoba untuk tersenyum agar Ningrum tidak curiga.
Mereka memang bersahabat, tetapi dalam hal tertentu, Taqiya sengaja merahasiakan.
"Oh ... ya sudah kalau gitu. Ini undangannya, jangan sampai tidak datang, ya!" jawab Ningrum sambil menyerahkan sampul berwarna putih itu.
Taqiya menerima undangan itu dan membaca tulisan di sampulnya, Rapat Perencanaan Tahun Ajaran Baru.
"Hemmm, ini juga ... bikin pusing kepala aja," kata Qia seperti menggerutu.
"Kenapa, Qi?" tanya Ningrum.
"Mbok ya kamu bilang ke Pak Andre, aku gak usah diundang kalau rapat! Aku ini kan cuma guru ekstra, gak ada hubungannya sama sekali dengan kurikulum," jawab Qia.
"Ya ada toh, Qi. Pelajaran ekstra kan salah satunya untuk membentuk karakter juga. Itu ada loh, di kurikulum," kata Ningrum sambil tersenyum.
Sebenarnya, ia mengerti apa yang dimaksud Qia. Ia juga tahu kalau ini hanya akal-akalan Andre untuk sekadar ingin bertemu dengan sahabatnya itu.
"Lihat besok Senin aja, lah. Kalau sempat, insyaallah aku akan datang," kata Qia.
"Eh, jangan begitu, dong, Qi! Kan masih lima hari lagi," protes Ningrum.
"Insyaallah," jawab Taqiya singkat. Ia tidak ingin berdebat dengan Ningrum tentang masalah rapat sekolah.
"Ya sudah, aku balik dulu, ya," kata Qia lagi.
Setelah mengucap salam dan cipika-cipiki, Taqiya mulai mengayuh sepedanya. Kali ini ia agak terburu-buru. Sebentar lagi maghrib, ia tidak suka berada di luar rumah saat sudah surup.
Taqiya memang bukan anak kecil lagi. Akan tetapi, ia memang merasa lebih nyaman kalau tidak kemaghriban di tengah jalan. Lagipula, ibunya pasti sudah menunggu untuk salat berjamaah di rumah karena sang ayah pasti sudah berada di masjid.
Satu lagi, Taqiya lebih suka menikmati senja sambil berbincang ringan dengan ibunya di serambi rumah. Mereka berbicara tentang banyak hal sebelum surup datang. Ditemani teh manis dan beberapa cemilan, mereka menatap takjub kemilau mentari di saat senja, yang berjalan gemulai menuju peraduan, diiringi gumpalan kapas raksasa yang mulai sedikit kusam dan berubah menjadi sedikit kelabu, tetapi tak mengurangi sedikit pun kecantikannya.
Sungguh, sebuah mahakarya nan agung dari Sang Mahakuasa, yang terlukis secara sempurna di atas kanvas raksasa cakrawala. Mahakarya yang selalu menjadi inpirasi bagi Taqiya di setiap tulisan-tulisannya.
................................... ...
Hari yang panjang dan cukup melelahkan. Malam itu Taqiya tidak bisa tidur. Pesan dari Andrea betul-betul membuat gadis itu pusing. Sebenarnya ia sudah memutuskan untuk tidak memberi jawaban apa pun. Karena itu, berkali-kali Andrea bertanya melalui pesan WA. Sampai-sampai Qia merasa terganggu. Akhirnya, dengan terpaksa ia menjawab pesan-pesan itu.
Biasanya, Qia lebih suka tidur lebih awal. Tengah malam, sekitar pukul dua dini hari, ia mulai bercengkrama dengan laptopnya untuk menetapi jadwal menulis rutin yang ia buat. Di jam-jam itu, pikirannya masih fres, banyak ide bermunculan.
Satu jam bagi Qia sudah cukup untuk mengumpulkan karya demi karya sebagai andil dalam menggebrak dunia literasi. Sekitar pukul tiga, barulah ia beranjak, mengambil air wudu, kemudian bermunajat, tunduk pasrah pada Sang Penggenggam alam semesta.
Tapi kalau tidak bisa tidur seperti ini, ia khawatir tidak bisa bangun di sepertiga malam nanti. Karena itu, Qia memutuskan untuk membuka laptop. Kali ini, berita tentang sengketa di Laut Cina Selatan sangat menarik perhatiannya.
Qia mulai mengumpulkan bahan dan menuangkan fakta-fakta yang ia dapatkan dalam bentuk tulisan. Belum selesai menganalisa, setengah dari kesadarannya sudah mulai datang dan pergi. Kadang tulisannya lari dan melompat entah ke mana hingga tanpa disadari, gadis itu tertidur di samping laptop yang masih menyala.
Qia terbangun ketika mendengar ponselnya berbunyi, kira-kira pukul tiga dini hari. Dengan sedikit gelapapan, ia membuka pesan itu.
"Dari Andrea? Mau apa lagi?" gumam Qia pelan.
Taqiya mulai terlihat kesal. Ada apa sebenarnya dengan Andrea? Sereseh-resehnya ia, belum pernah keterlaluan seperti ini. Seharian ini, sudah banyak pesan yang ia kirim. Taqiya juga sudah menjawab dengan sopan, tetapi terus saja Andrea mengirim pesan, bahkan dini hari seperti ini.
Qia jadi khawatir, jangan-jangan terjadi sesuatu pada Andrea. Akan tetapi, gadis itu tak mau berterus terang. Sebenarnya Qia tak mau ikut campur, tetapi kalau jadi terganggu seperti ini, tentu ia merasa sebel juga.
Karena itu, ia segera membaca kalimat-kalimat yang tertulis di layar ponselnya. Qia semakin marasa dongkol begitu mengetahui isi pesan itu.
"Hemmm, bikin ilfil aja," batin Qia sedikit jengkel.
Bagaimana tidak jengkel, dini hari membangunkan orang hanya untuk mengucapkan selamat bangun dan menunaikan ibadah salat malam. Kurang kerjaan banget dan ... terlalu lebay.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Eka Suryati
Pak Andre usaha banget ya🤭😅
2023-05-10
0
Eka Suryati
Ah pak andre
2023-05-10
0
Eka Suryati
keren😎😎😎😎
2023-05-10
0