From A Nerd To An Idol

From A Nerd To An Idol

Panggilan Audisi ?!

Namaku Eires Dwell, umurku 17 tahun kelas 2 SMA. Ibuku mantan model yang cukup terkenal, sedangkan ayahku seorang direktur perusahaan game yang cukup terkenal bahkan di luar negeri.

Jika kamu berpikir karena aku anak dari seorang direktur perusahaan maka hidupku menyenangkan sama sekali tidak. Pekerjaan Ayah yang sangat sibuk membuat ayah jarang berada di rumah. Jika sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri maka ayah pasti akan membawa ibu. Kedua orang tuaku hampir tidak pernah hadir setiap kali diundang ke acara sekolah. Bahkan saat aku menjuarai lomba piano saat aku kelas 2 SMP mereka tidak datang.

Kehidupan sekolahku juga tidak begitu lancar, aku bukan anak yang populer. Penampilanku sangat biasa, wajahku bisa dikategorikan jelek. Selain pelajaran dan mengerti sedikit bermain piano klasik aku tidak punya kelebihan lainnya. Aku bahkan terkadang mendapat perundungan di sekolah.

"Oi Dwell ! Jangan membuat ekspresi yang menjijikkan begitu ! Cepat pakai maskermu jangan sampai wajahmu membuat nafsu makanku hilang !" bentak seorang teman sekelasku dengan ekspresi jijik lalu menendang kaki mejaku, membuat makan siangku terjatuh ke lantai.

"Hei ! Bagaimana kalau kau ganti namamu ? Nama 'Eires' itu hanya cocok untuk orang yang keren. Tidak cocok untuk manusia berwajah buruk rupa sepertimu." kata salah seorang dari mereka. Aku tak menggubrisnya, aku melanjutkan membereskan makan siangku yang terjatuh mengotori lantai.

"Oi cepat pergi belikan kami makan siang di kantin. Listnya sudah kukirim ke WhatsApp mu ! Ambil ini uangnya !" kata teman sekelasku yang tadi menendang kaki mejaku hingga makan siangku tumpah sambil melemparkan uang seharga 50.000 yang dia gumpal ke arahku. Uang itu terjatuh tidak jauh dari kursiku, aku mengambilnya lalu melihat liat yang dia kirim ke WhatsApp ku. Uang yang mereka beri tentu saja tidak cukup tapi aku memilih segera pergi meninggalkan mereka. Malas berlama-lama dengan para orang idiot itu

Mereka teman sekelasku, genk mereka terkenal suka melakukan perundungan di sekolah kami. Ini tidak seperti yang kau bayangkan, pembullyan di sekolah ini bukan karena strata sosial. SMA SIGRID adalah sekolah elit khusus pria, jika kau bukan anak dari keluarga yang kaya kau tidak akan bisa masuk sekolah ini meskipun kau sangat pintar. Di sekolah ini pembullyan terjadi biasa karena 'tampilan'. Jika kau jelek tidak perduli sekaya apapun keluargamu kau tidak akan di anggap di sekolah ini. Tidak akan ada yang perduli bagaimanapun kau dihina.

Dan aku, aku bully karena wajahku yang penuh dengan jerawat. Padahal ini sudah jauh berkurang dibanding saat aku SMP.

"Ini makanan yang kau pesan" kataku dengan nada datar sambil melihat ke arah tanganku yang sedang meletakkan bungkusan berisi makanan di meja, aku tak pernah membuat kontak mata dengan mereka. Lalu aku segera kembali ke kursiku.

Aku tau mereka terkejut kenapa aku bisa begitu cepat membeli pesanan mereka. Mereka dari awal hanya ingin mengerjaiku agar aku mengantri lama di kantin yang selalu ramai.Tapi sayangnya hal itu tidak terjadi.

Semua itu karena peristiwa beberapa bulan lalu saat ibuku masuk rumah sakit karena kelelahan, aku bertemu ibu kantin sekolah kami, anaknya masuk rumah sakit dan uang dia kurang singkat cerita aku memberinya jatah uang jajan ku sebulan untuk membantu membayar biaya pengobatan anaknya. Setelah kejadian itu aku tidak pernah mengantri di kantin, bahkan dia sering memberiku makan siang cuma-cuma.

"Hei Dwell ! Aku dengar ibumu mantan model dan sangat cantik. Ayahmu juga tampan. Kenapa wajahmu buruk sekali ??? Ahh... Kasihan sekali mereka... Orang tuamu pasti malu sekali punya anak sepertimu !" kata salah seorang dari genk itu diikuti gelak tawa teman-temannya yang lain. Mereka mencoba membuatku marah. Tapi aku tidak akan terpancing emosi karena hal itu hanya akan membuat mereka senang.

Sesampainya di rumah aku mandi untuk mengembalikan moodku. Setelah selesai mandi aku memutuskan untuk duduk di teras depan rumah.

Satu lagi hari yang melelahkan, pikir ku sembari menghela nafas panjang.

Kata-kata mereka kembali terngiang membuatku berpikir, apakah keluargaku merasa malu dan jijik kepadaku ?

"Apa yang sedang kau pikiran ? Wajahmu terlihat sangat bodoh..." ujar Mircea adikku yang baru pulang entah darimana

Mircea adik laki-lakiku umurnya 16 tahun, kelas 1 SMA. sangat bertolak belakang denganku dia anak yang supel, wajahnya juga sangat tampan. Tidak hanya hebat dalam hal pelajaran, dia juga hebat dibidang olahraga dan musik.

Aku dan Mircea memilih sekolah yang berbeda. Mircea memilih masuk ke SMA KHATOLIK VICTOIRE yang hanya bisa dimasuki oleh siswa-siswi genius.

"...Kamu darimana ?" tanyaku menyelidik karena tidak biasanya dia pulang selarut ini

"Hari ini jadwal latihan klub basket" jawab Mircea, wajahnya tampak lelah.

"Kamu ikut basket ? Sejak kapan ?" aku heran, sebelumnya dia tidak ikut kegiatan klub apapun karena jadwal les private kami sudah cukup padat

"Begitulah... Aku berhenti les musik" ujar Mircea sambil membuka sepatunya

"Ibu mengizinkannya ?" tanyaku lagi

"Yah dengan syarat aku bisa mempertahankan peringkatku di sekolah" ujar Mircea dengan nada santai seolah-olah mempertahankan peringkat adalah sepotong kue di piring

"Masuklah, anginnya cukup kencang." kata Mircea lalu berjalan masuk ke rumah.

Ibu sangat keras dalam mendidik kami, dia ingin anak-anaknya menjadi anak yang berprestasi. Untuk itu sejak kami SD ibuku mendaftarkan kami untuk mengikuti berbagai macam kursus. Dari kursus mata pelajaran sekolah, kursus bela diri, bahkan kursus kepribadian. Ibuku juga mengharuskan kami menguasai salah satu alat musik, menurut ibuku musik adalah komponen penting dalam kehidupan yang tidak boleh tidak ada.

Berbeda denganku, Mircea tidak begitu tertarik dengan musik. Meski begitu dia bisa menguasai dua alat musik, gitar dan drum. Sewaktu kami SMP Mircea lebih memilih menambah jam les matematika atau fisika yang menyebalkan daripada pergi kursus musik. Mircea jenius sejak lahir, dia selalu melakukan apa yang dia inginkan. Sedangkan aku berusaha keras menjadi anak yang pandai hanya untuk menyenangkan ayah dan ibuku, sebenarnya aku tidak suka belajar.

Aku kembali ke kamarku, memutuskan untuk mengerjakan tugas sekolah untuk besok daripada memikirkan hal yang membuatku merasa terpuruk.

Waktu menunjukkan pukul 19.30, rasanya bumi berputar dengan sangat lambat.

Aku meraih ponsel dan earpods ku, memutar lagu favorite ku. Saat aku sendiri, saat aku merasa kesepian, saat sedih aku selalu mendengarkan nyanyiannya. Lalu aku akan bersemangat lagi.

Claes Alexander, penyanyi solo yang sangat terkenal. Lagu-lagunya tidak hanya bercerita tentang cinta tapi juga tentang kehidupan. Dan yang lebih menganggumkan dia menciptakan semua lagunya sendiri. Aku selalu berusaha datang ke setiap konsernya.

Aku berharap bisa bertemu langsung dengannya, tidak hanya melihat dari kursi penonton. Aku ingin menjadi temannya, aku yakin kami pasti bisa menjadi teman akrab. Yah... Walaupun semuanya itu hanya mimpi.

"Hmm ?"

Aku melihat notifikasi email yang tidak biasa. Aku segera membukanya begitu melihat nama pengirim email. Mataku terbelalak begitu membaca isi email yang kuterima.

Kpd. Eires Dwell

Terima kasih telah mendaftar pada audisi yang kami adakan. Silakan menghadiri audisi pada tanggal 2 April 2015, pukul 15.00, bertempat di gedung Svea Entertainment lt. 15.

Jika nomor peserta audisi tidak muncul di Email yang anda terima, silakan klik tautan dibawah ini.

Email itu asli dari Svea Entertainment, aku sudah memastikannya. Svea Entertainment merupakan salah satu dari 3 entertainment terbesar di negara Dareios juga entertainment tempat Claes Alexander idolaku bernaung.

Aku memang tau kalau Svea Entertainment mengadakan audisi singer, itu dimuat dimajalah musik yang rutin kubeli bahkan ada iklannya di TV. Meski begitu tetap saja... Panggilan audisi ?! Aku bahkan tidak pernah mendaftar bagaimana mungkin ?! Perusahaan sekelas Svea Entertainment tidak mungkin salah mengirim email kan ?

Tok! Tok! Tok!

"Cea... Apa kau masih bangun ? Boleh aku masuk ?"

Tidak ada jawaban. Apa dia sudah tidur ya ?

"Cea ! Aku masuk ya ?"

"Masuk saja..." sahut Mircea dari dalam kamarnya

Aku membuka pintu, Mircea sedang sibuk dengan ponselnya bermain game.

"Ada apa ?" tanya Mircea tanpa menoleh tapi melepaskan sebelah earpodsnya.

"Setelah selesai kau bermain aku akan cerita"

"Sekarang aja, aku mendengarkanmu dengan telinga kiriku" jawabnya sambil menunjuk telinga kirinya yang tidak terpasang earpods

Aku lalu menceritakan perihal panggilan audisi itu pada Mircea.

"Hmm... Kalau kau tidak mendaftar untuk ikut audisi berarti ada yang sudah mendaftarkanmu" ucap Mircea menanggapi ceritaku sambil tetap sibuk bermain game

"Tapi siapa ? Dan kenapa mendaftarkanku ?"

"Siapa yang mendaftarkan mu aku tidak tau, tapi alasan orang itu mendaftarkanmu mungkin saja ingin mengerjaimu" kata Mircea

"Ah !" aku langsung teringat pada seseorang di kelasku

"Sepertinya kau sudah tau siapa pelakunya" kata Mircea setelah melihat sekilas ekspresi wajahku

"Begitulah..." jawabku lesu

"Jadi kau akan pergi ke audisi itu ?"

"Tentu saja tidak ! Dia mendaftarkanku hanya untuk mempermalukanku"

"Kalau begitu kau justru harus pergi" ucap Mircea

"Kalau aku pergi aku pasti gagal, lalu dia akan membuatku jadi bahan tertawaan" jawabku sambil membenarkan posisi kacamata ku

"...Kenapa kau yakin kau akan gagal ?" tanya Mircea dengan wajah serius, kali ini dia meletakkan ponselnya

"Aku tidak punya kemampuan" jawabku berusaha tidak membuat kontak mata dengannya

"Kita tumbuh besar bersama, aku paling tau kemampuan bernyanyi mu" tegas Mircea

"Kau lihat sendirikan bagaimana penampilanku. Aku tidak tampan seperti dirimu, aku jelek. Apa kau pernah melihat penyanyi berwajah buruk rupa ?" kataku sambil tersenyum pahit pada diri sendiri

"...Menyerah sebelum bertarung ?" kata Mircea sinis sambil tersenyum mengejek

"..." aku hanya terdiam

"Apa gunanya semua ilmu yang kita terima selama ini ? Jika hal begini saja tak berani kau hadapi." ucap Mircea sambil menghela nafas

"...Kau tidak akan mengerti" jawabku sambil mengarahkan pandanganku ke lantai

"Kau benar. Tidak perlu ikut audisi itu, karena kau sudah kalah dengan telak" kata Mircea dengan dingin

Menyakitkan mendengar ucapannya tapi aku tidak bisa menjawab karena dia benar, jika aku pergi ke audisi itu pasti akan kalah telak.

"Kau benar..." jawabku sambil membayangkan bagaimana tampilan diriku dicermin. Jelek.

"Kau tau barusan tadi kau sedang meremehkan dirimu sendiri. Kalau kau saja memandang rendah dirimu bagaimana lagi dengan orang lain ?" Kata-kata Mircea membuatku tersadar akan kesalahanku

"A..apa menurutmu aku punya kesempatan untuk lulus audisi ?" tanyaku pada Mircea berharap dia memberikan kalimat penyemangat

"Kau tidak akan tau kalau tidak mencobanya. Lagipula keberanian adalah kunci untuk membuka setiap pintu. Sekarang ada pintu dihadapan mu, tidakkah kau penasaran apa yang ada di balik pintu ?" ujar Mircea sambil tersenyum seperti sedang merencanakan sesuatu

"Aku... Aku akan mengikuti audisi !" kataku penuh keyakinan

"Memang begitu seharusnya" kata Mircea dengan ekspresi senang

"Thanks Cea"

"Hmm...Jangan lupa sekalian matikan lampu kamarku kalau kau mau keluar" ujar Mircea sambil menarik selimutnya bersiap tidur

"Ya"

"Kau itu tidak jelek" ujar Mircea tepat ketika aku hendak menutup pintu kamarnya

Aku tersenyum mendengar perkataannya. Dalam hati aku bersyukur dan bangga memiliki saudara seperti dia.

Terpopuler

Comments

machia

machia

halo hair hai

2024-03-10

6

Eston

Eston

jejak

2024-02-19

6

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!