Tiga hari berlalu sejak aku memutuskan berhenti menjadi seorang pecundang, Bayner Frej dan genk nya tidak pernah lagi menggangguku. Kehidupanku di sekolah benar-benar tenang sekarang.
"Berapa lama waktu yang tersisa sebelum hari audisi mu?" tanya Mircea saat kami sedang bermain catur di ruang baca.
"Hmm... Kira-kira sebulan lebih. Kenapa?" kataku bertanya balik pada Mircea.
"Apa kau sudah melakukan persiapan untuk audisi?" tanya Mircea lagi.
"Sudah. Aku mulai ikut kursus vokal, juga berhenti minum kopi untuk menjaga tenggorokanku." jawabku sambil memperhatikan bidak-bidak catur dihadapanku.
"Sabtu besok kau ada waktu?" tanya Mircea sambil mengambil moon cake dan memakannya.
"Sore kursus vokal tapi bisa di ganti jamnya." kataku yang kemudian ikut memakan moon cake.
"Kalau begitu besok kita pergi ke Aphrodite." kata Mircea tanpa mengalihkan perhatiannya dari papan catur.
"Oke." jawabku singkat.
"..."
"..."
"Tunggu Mircea... Aphrodite yang kau maksud barusan bukan Aphrodite rumah sakit kecantikan itu kan?" tanyaku memastikan segera setelah menyadari nama tempat yang menjadi tujuan kami besok.
Aphrodite adalah rumah sakit bedah plastik yang paling terkenal di negara Dareios. Banyak yang mengatakan dokter-dokter disana memiliki tangan dewa.
"Memangnya ada lagi Aphrodite yang lain?" kata Mircea sambil melirikku sebentar.
"Hng... Cea, apa yang ingin kau lakukan disana?" tanyaku bingung karena Mircea mengajakku mengunjungi tempat yang seharusnya dikunjungi para perempuan.
"Bukan aku, tapi kau." jawaban Mircea membuatku lebih terkejut lagi.
"Aku?! Kau bercandakan?!"
"Apa aku terlihat sedang bercanda?" tanya Mircea, ekspresinya menegaskan bahwa dia benar-benar serius.
"Tapi aku ini laki-laki Cea, bagaimana mungkin aku melakukan hal yang dilakukan perempuan." kataku tidak kalah serius.
Meski aku rutin ke dokter kulit untuk mengobati jerawatku, tapi aku tak pernah mau pergi ke klinik kecantikan. Rasanya sangat malu seorang laki-laki pergi ke tempat seperti itu.
"Checkmate!" Mircea tiba-tiba mengacuhkan perkataan ku, dia melihatku dengan senyum penuh kemenangan.
"Ah sial! Aku tidak memperhatikan benteng mu." kataku menyadari penyebab kekalahanku.
"3 alasan kenapa kita harus pergi ke Aphrodite besok. Alasan nomor 3. Kau kalah bermain catur hari ini."
"Apa kau ini masih anak kecil Cea? Aturan 'siapa yang kalah bermain catur akan memberi apapun yang diminta oleh yang menang' itu kita lakukan waktu kita masih SD." kataku sambil tersenyum geli.
"Aku tidak perduli." kata Mircea membuang muka.
"Baiklah... Jadi apa alasan nomor 2?" tanyaku menyetujui alasan Mircea.
"Alasan nomor 2, karena ini permintaan adikmu yang sangat tampan." ujar Mircea sambil bertopang dagu dan tersenyum seolah sedang menggoda seorang perempuan.
"Jeez... Seandainya kau ini adik perempuan, perkataan tadi baru cocok. Alasan yang kedua aku tolak." aku memijat batang hidungku mendengar perkataan Mircea, dia hanya tertawa cekikikan.
"Hahahaha... Aku bisa berdandan jadi anak gadis kalau kau mau dibujuk oleh 'adik perempuan'." kata Mircea sambil berusaha menahan tawa.
"Tidak terima kasih. Apa alasan nomor 1?" aku segera menghentikan Mircea dari ide gilanya, kalau tidak dia pasti benar-benar akan melakukannya.
"Alasan nomor 1, untuk membuatmu sadar bahwa kau itu tidak jelek." kata Mircea sambil memasukkan bidak-bidak catur kedalam kotaknya.
"Tapi Cea aku tidak mau melakukan bedah plastik." kataku menolak dengan tegas.
"Hah? Kenapa kau berpikir aku akan menyuruhmu melakukan bedah plastik?" kata Mircea seperti tidak habis pikir dengan ucapanku barusan.
"Jadi bagaimana kau akan membuat wajahku menjadi tidak buruk rupa lagi? Bukankah sudah pasti melalui bedah plastik?"
"Bodoh! Bukankah sudah kukatakan berhenti memandang rendah dirimu sendiri?! Disana ada banyak prosedur kecantikan selain bedah plastik. Kita kesana untuk menyembuhkan jerawatmu dan menghilangkan bekas-bekas jerawat mu." omel Mircea padaku.
"Benarkah tidak perlu operasi plastik?" tanyaku tak percaya.
Karena sudah tak tau berapa banyak dokter kulit yang ku temui dan berapa banyak salep juga obat yang ku minum, makanan atau minuman yang dilarang tidak pernah kusentuh, semua saran dokter kulit sudah ku lakukan tapi jerawatku tak kunjung sembuh. Hanya sedikit berkurang.
"Tentu saja!" sahut Mircea.
"Temanku, perempuan di club basket punya masalah jerawat yang hampir sama seperti mu. Dia melakukan beberapa treatment di Aphrodite. Dalam waktu sebulan wajahnya langsung mulus." sambung Mircea sambil menyimpan catur ke lemari.
"Oh ya? Tapi aku tidak yakin uang tabunganku akan cukup." ucapku pelan, pikiranku melayang pada album terbaru Claes yang kubeli 2hari yang lalu.
"Masalah uang tidak perlu khawatir, aku sudah bilang pada ibu. Dia sudah mengirimkan uang ke rekening mu pagi ini." kata Mircea yang sudah duduk dan meminum lemonade favoritnya.
"Ibu tau aku akan ikut audisi?" tanyaku gugup.
"Tidak. Aku hanya bilang kau ingin menyembuhkan jerawatmu." kata Mircea.
"Fiuh..." aku merasa lega karena Mircea tidak memberi tahu ibu tentang audisi yang akan ku ikuti. Aku takut ibu tidak setuju, karena ibu selalu tidak menyukai hal-hal yang akan menggangu konsentrasi belajar kami.
"Kenapa? Kau pikir ibu tidak akan setuju?" tanya Mircea seolah mengerti apa yang kupikirkan.
"Apa menurutmu ibu tidak akan marah?" aku malah balik bertanya.
"Kenapa menurutmu ibu harus marah?" ujar Mircea sambil tersenyum.
"Emm... Karena akan menggangu konsentrasi belajar ku, membuat ranking ku di sekolah turun." kataku mengira-ngira.
"Ibu tidak akan marah." kata Mircea sambil meletakkan gelasnya yang sudah kosong.
"Bagaimana kau tau?" tanyaku memastikan.
"Hanya insting. Tapi percayalah ibu tidak akan marah." kata Mircea dengan yakin.
"..."
_______
Keesokan harinya aku dan Mircea pergi ke rumah sakit Aphrodite. Setelah berkonsultasi dan memeriksa kondisi kulitku, akhirnya dokter memilihkan beberapa treatment rutin yang harus kujalani.
Dan untuk treatment pertama adalah eksisi noda untuk setiap jerawatku yang terlalu besar. Perawat mengoleskan anestesi di wajahku. Setelah kulitku terasa tebal dokter membuat sayatan kecil pada jerawatku lalu mengeluarkan nanah dan kotoran.
Setelah selesai, dokter meresepkan obat dan beberapa vitamin yang harus rutin kuminum untuk memperbaiki kondisi kulitku.
"Cea!" seruku sembari menghampiri Mircea yang duduk di ruang tunggu.
"Sudah selesai?" tanya Mircea sambil menyimpan handphonenya.
"Sudah."
"Bagaimana?" tanya Mircea sambil memperhatikan wajahku yang merah dan membengkak.
"Aku tidak tau ternyata treatment untuk memiliki kulit wajah yang bagus itu sangat menyakitkan." keluhku sambil merasakan perih di wajahku karena efek anestesi sudah hilang.
"Beauty is pain, pain is beauty." kata Mircea sambil tertawa kecil.
"Aku sangka slogan itu berlebihan, ternyata tidak." kataku meringis.
"Bersabarlah, sakitnya akan sepadan dengan hasilnya." kata Mircea sambil menepuk pundakku
"Emm...Thanks."
"Ayo kita ketempat selanjutnya." kata Mircea lalu beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju lift.
"Kemana? Bukankah sudah selesai?" tanyaku sambil mengikutinya.
"Kita akan membeli skincare." jawab Mircea.
"Skincare? Kita laki-laki apa perlu memakai benda semacam itu?" tanyaku tak habis pikir dengan ide Mircea.
Mircea tidak segera menjawabku dia hanya melihatku dengan ternganga lalu menghela nafas.
"Tidak ada bedanya laki-laki atau perempuan dalam hal merawat diri." ujar Mircea.
"...Hmm"
"Lagipula skincare di Aphrodite sangat unik, aku sudah lama ingin mencobanya." kata Mircea tampak bersemangat.
Begitu pintu lift terbuka, indra penciuman kami disambut oleh aroma yang wangi dan menenangkan.
Aku berjalan mengikuti Mircea sambil menunduk, sejujurnya aku sangat malu sebagai seorang laki-laki masuk ke tempat yang lebih cocok di kunjungi perempuan.
"Apa keunikannya?" tanyaku teringat perkataan Mircea sebelum lift terbuka.
"Disini setiap orang akan dibuatkan skincare yang sesuai dengan kulit wajah mereka masing-masing." jelas Mircea.
"Hmm... Kedengarannya hebat." ujarku sambil memperhatikan tempat itu.
Ternyata untuk membeli skincare kami melakukan registrasi lagi, lalu mengecek kondisi kulit di bawah sebuah alat yang begitu besar. Mereka juga mengambil sample darah kami.
Setelah proses yang cukup panjang, perawat menjelaskan bahwa skincare baru akan selesai di buat bulan depan dan mereka akan mengirimkannya langsung ke alamat kami.
Selesai membeli skincare, Mircea masih mengajakku -memaksaku- untuk ikut melakukan treatment infus, yang kata perawatnya bisa membantu menyembuhkan jerawat dari dalam dan membuat kulit halus seperti kulit bayi.
Terakhir kami melakukan treatment therapy oxygen. Kami berbaring di dalam sebuah bilik yang bentuknya seperti kapsul transparan. Mircea bilang treatment ini bagus untuk kesehatan dan akan mempercepat penyembuhan luka di wajahku.
_______
"Aku tidak tau kalau treatment akan sangat melelahkan." ujarku sambil meregangkan otot leherku.
"Kau akan menyukainya." ujar Mircea sambil tersenyum.
"A? haha..."
"Eir, Apa kau sudah mencatat jadwal treatmentmu selanjutnya?"
"Em." anggukku, sambil mengecek memo di handphone ku.
"Jangan sampai tidak pergi. Saat audisi nanti wajahmu sudah harus sembuh." kata Mircea mengingatkanku sambil tetap fokus menyetir.
Aku hanya mengangguk pelan, perutku terasa lapar sampai rasanya tidak ada tenaga berbicara.
_______
Dua Minggu Kemudian...
Setelah dua minggu aku rutin menjalani rangkaian perawatan di Aphrodite jerawatku sudah sembuh, hanya tinggal menghilangkan bekas-bekas jerawat saja. Selama hampir 5 tahun wajahku tampak seperti monster yang membuat jijik, akhirnya datang hari aku bisa memiliki kulit wajah yang bebas jerawat. Rasanya bahagia sekali.
Hari ini setelah kursus vokal aku langsung pergi ke barber shop yang di rekomendasikan Mircea. Dia memintaku agar mengubah gaya rambutku, dia juga berpesan agar aku meminta mereka menstyling rambutku. Awalnya aku menolak, tapi Mircea memenangkan perdebatan.
Ini pertama kalinya aku memiliki mode rambut, biasanya aku hanya meminta butler keluarga kami untuk merapikan rambutku jika sudah agak panjang. Entah kenapa setelah mengubah model rambut, perasaanku menjadi ringan.
_______
Di Sekolah...
"Eires gaya rambutmu bagus, apa kau menstyling sendiri?" tanya seorang teman sekelasku, dia selalu memiliki potongan rambut yang trendy.
"Iya... Adikku yang mengajariku." jawabku.
"Eires jerawatmu sembuh, bahkan bekasnya hampir tidak terlihat. Hebat sekali... Apa yang kau pakai?" tanya seorang teman sekelasku yang lain.
"Iya kulitmu juga terlihat mulus... Apa kau melakukan treatment?" tanya yang lain lagi. Entah sejak kapan mereka berkumpul mengelilingi mejaku.
"Aku melakukan beberapa treatment di Aphrodite, juga meminum obat dan vitamin. Menyakitkan tapi hasilnya sepadan." kataku.
"Aphrodite?! Wah... Pasti sangat mahal perawatan disana." celetuk temanku yang lain.
"Heh! Diakan anak boss besar, tentu saja ingin wajah tampan pun bisa mudah dibeli." celetuk Bayner Frej dengan senyum mengejek.
Aku memilih mengabaikan Bayner dan kembali sibuk dengan bukuku. Dalam hati aku berpikir ternyata benar penampilan fisik itu sangat penting, dulu teman-teman sekelasku hampir tidak pernah bicara denganku di luar urusan kelas -karena aku ketua kelas- sekarang mereka sering mengajakku ngobrol bahkan mengajakku hangout bersama geng mereka.
"Sungguh konyol." gumamku lalu menyeringai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments