Sehari yang lalu
Abi keluar dari rumahnya dengan sebotol air di tangan kirinya. Tangan yang lain menggenggam ponsel yang sejak tadi mengeluarkan nada-nada singkat. Mata Abi tak lepas dari layar ponselnya. Sambil bersiap-siap ia menantikan pesanan masuk.
Saat itu masih pukul 7 pagi, tapi bagi Abi yang biasanya mulai mengojek sejak subuh, ia sudah sangat telat. Ia tak sempat lagi mendapatkan penumpang anak sekolahan, apalagi ibu-ibu yang hendak belanja ke pasar. Ia hanya berharap ada beberapa orang yang berangkat kerja menggunakan jasa ojolnya.
Ah, dompetku.
Setelah teringat dengan salah satu barang terpentingnya, Abi kembali masuk ke rumah. Ia berjalan melewati ruang tamu yang sudah berisik karena suara televisi yang sedang menyiarkan berita gosip. Kabar tentang seorang artis bernama Mischa Radjasa yang mendapatkan kepopuleran luar biasa tahun ini dan sedang bersiap untuk meniti karir internasionalnya tidak menarik minat Abi. Ia hanya penasaran dengan penampilan pria yang beberapa waktu lalu digosipkan sedang dekat dengan penyanyi idolanya, lalu memalingkan wajahnya setelah melihat tidak ada yang spesial dari artis tersebut.
Bagaimana bisa Tracy menyukainya?
Abi kembali berjalan keluar rumah sambil mengancingkan resleting jaket ojolnya. Ia mengenakan helm dan sarung tangannya lalu menghidupkan mesin motor. Dengan perlahan, ia meletakkan ponselnya ke standing ponsel yang tersangkut di spion motor. Dan petualangannya mengais rejeki di jalan raya hari itu dimulai.
Abimanyu Alexander. Ia hanya seorang pemuda biasa yang gagal menamatkan masa studinya di SMA dan harus puas dengan ijazah SMP. Karena suatu hal yang akan kita bahas di masa yang akan datang, ia tidak bisa mengambil paket C, apalagi kuliah. Karena hal tersebut, dan juga latar belakang hidupnya yang sama sekali tidak bisa dibanggakan, ia tidak berani bermimpi untuk memiliki pekerjaan di perusahaan besar dengan penghasilan besar.
Sejak dikeluarkan dari sekolahnya, ia hanya bekerja serabutan. Salah satu pekerjaan terbaiknya hanyalah sebagai petugas kebersihan di salah satu perusahaan konstruksi. Ia pernah bekerja sebagai penjaga warnet, pedagang online, office boy, satpam klub malam dan berakhir sebagai pengemudi ojek online, pekerjaan yang sudah dia tekuni selama kurang lebih 5 tahun.
Semua orang yang mengenalnya, terutama yang mengetahui kejadian saat ia dikeluarkan dari sekolah, pasti merasa kasihan padanya. Dilihat dari sudut manapun, Abi adalah korban ketidakadilan. Bahkan masih sering menjadi topik pembicaraan tetangganya bagaimana 15 tahun yang lalu Abi datang dengan tubuh penuh luka dan diantar oleh mobil polisi. Salah satu polisi mengatakan jika ia pelaku penganiayaan dan baru saja ditahan di kantor polisi. Tidak perlu otak pintar untuk merasa aneh melihat pelaku penganiayaan babak belur layaknya orang yang habis dianiaya.
Abi adalah anak yang baik. Semua tetangganya tahu akan hal itu. Ia selalu bersikap sopan dan terkenal suka membantu tetangganya. Meski besar di lingkungan lokalisasi, Abi tidak pernah melakukan kenakalan seperti teman sebayanya di sana. Maka wajar jika mereka tidak percaya Abi menganiaya orang lain. Dan akhirnya mereka mencapai kesimpulan jika Abi mendapatkan perlakuan tidak adil dari para polisi itu.
Bagi Abi sendiri, kejadian itu adalah bagian terkelam dari hidupnya. Cita-citanya untuk menjadi arsitek harus pupus dalam sekejap. Padahal, ia baru saja menerima pemberitahuan bahwa dirinya telah lolos PMDK (Penelusuran Minat Dan Kemampuan atau jalur penerimaan mahasiswa bagi siswa yang memiliki minat dan bakat) di salah satu universitas terkenal.
Namun, Abi sudah mulai berdamai dengan keadaan. Sudah lama ia merelakan mimpinya untuk menjadi seorang arsitek. Saat ini ia hanya fokus dengan kehidupan yang dipercayakan padanya. Ia masih menyimpan memori buruk itu, terutama kejadian selama di kantor polisi. Tapi untuk saat ini, Abi memilih untuk fokus dulu pada karirnya sebagai driver ojol.
“Rame?” tanya salah satu driver yang juga menunggu pesanan di belakang mal Sukajadi pada Abi.
“Sepi, Bang. Tadi terlambat keluar,” jawab Abi seraya mencari posisi yang nyaman untuk memarkirkan motornya. “Tapi memang akhir-akhir ini sering sepi.”
Pria itu tertawa sambil menyalakan rokoknya. “Tentu saja. Sekarang driver makin banyak. Pokoknya setiap setelah hari raya, driver bakal bertambah. Lihat saja sekarang, jaket dan helm Ekstrim ada di setiap jalan.”
Abi hanya ikut tertawa. Ia tidak bisa menyangkal pernyataan pria itu. Selama menjadi pengemudi ojol, ia sudah bermitra dengan setidaknya 5 layanan transportasi online. Ekstrim adalah salah satu layanan baru yang awalnya kurang populer karena tarifnya yang terlalu murah sehingga sedikit yang berminat untuk menjadi driver. Abi menjadi driver sejak awal aplikasi tersebut muncul. Karena sedikitnya driver, pelanggan selalu kecewa karena pesanannya terlalu lama dieksekusi dan berdampak juga dengan sedikitnya jumlah pelanggan.
Sejak layanan tersebut menaikkan harga, namun tetap lebih murah daripada layanan lainnya, banyak orang yang mendaftar untuk menjadi driver dan hal itu berdampak dengan makin banyaknya pelanggan. Akan tetapi, peningkatan jumlah driver akhir-akhir ini terlihat tidak wajar. Abi yang biasa mendapatkan setidaknya 20 pelanggan setiap hari, kini hanya bisa mencapai setengahnya.
Maka, sangat wajar ketika ia bisa mendapatkan pesanan dengan tarif besar, seperti saat ini.
“Wah, masuk. Paus?” tanya pria tadi saat mendengar bunyi nada tanda masuk pesanan dari ponsel Abi. Kata Paus merujuk pada istilah untuk pesanan dengan tarif besar.
“Lumayan, Bang. Tapi delivery.”
“Kalau sekarang kita tidak bisa hanya mengharapkan pelanggan penumpang. Yang penting dapat saja.”
Abi tersenyum lalu pamit. Ia segera menuju lokasi penjemputan sesuai dengan titik yang diberikan oleh pelanggan. Cukup jauh dari tempatnya tadi. Sekitar 5 kilometer. Ia pun bingung kenapa tidak ada driver lain yang mendapatkan pesanan tersebut.
Setelah hampir sampai di titik penjemputan, akhirnya Abi mengerti kenapa tidak ada driver di dekat sana. Ternyata daerah itu cukup sepi dan jarang terlihat rumah. Bahkan rumah terakhir yang ia lihat berjarak sekitar satu setengah kilometer dari lokasi pelanggannya.
Meski demikian, ia terperangah dengan rumah tempat ia menjemput pesanan. Sangat besar. Bahkan ia harus mendongak untuk melihat ujung atas pagarnya. Matanya mencari dan akhirnya menemukan tombol bel. Setelah menekannya, ia berdiri menunggu sambil memeriksa ponselnya.
Beberapa saat kemudian, pintu pagar terbuka dan terlihat seorang pria keluar. Badannya kurus dengan tinggi sekitar 180 cm. Rambutnya yang lebat pirang sangat serasi dengan kulitnya yang putih. Ia mengenakan hoodie putih dan celana skinny jeans biru. Sekilas ia terlihat seperti artis asal Korea Selatan yang saat ini sedang digandrungi anak muda. Namun, yang terlihat mencolok adalah tato bunga di leher, anting berbentuk pistol di telinga kiri dan sarung tangan kulit dengan motif unik yang ia kenakan.
Kemudian, ia menyerahkan sebuah kotak kardus berwarna coklat yang dipenuhi oleh lakban berwarna senada. Abi menatap dengan curiga, namun ia harus menerima barang itu.
“Berapa?” tanya pria itu.
“Tiga puluh satu ribu delapan ratus.”
Pria itu mengeluarkan dompetnya lalu mengambil selembar uang seratus ribu lalu menyerahkannya pada Abi. “Ambil saja kembaliannya.”
Saat pria itu ingin menutup pintu pagar, Abi memegang tangannya. Sejenak mereka saling bertatapan tajam. Lalu Abi menyodorkan genggaman tangan dan membuka telapaknya. “Ini kembaliannya, Pak.”
Tepat enam puluh delapan ribu dua ratus uang yang ada di telapak tangannya itu. Si pelanggan terkejut lalu mengambilnya dengan ragu. Kali ini ia benar-benar menutup pagar dan masuk ke rumahnya.
Abi melihat lagi ke arah pintu pagar. Ia sangat yakin kalau pria itu adalah pria yang sama dengan yang ia lihat tadi pagi. Perawakan dan penampilannya benar-benar sama. Ya, tak salah lagi. Dia adalah Mischa Radjasa, artis muda yang sedang naik daun.
Lokasi pengantarannya cukup jauh, sekitar lima belas kilometer. Sambil mengendarai motornya, pikiran Abi melayang liar. Ia mencoba menganalisis pelanggannya itu. Berbagai pertanyaan menyergap logikanya, menimbulkan pertanyaan baru setiap kali ia menemukan jawaban.
Tiba-tiba ia melihat tiga orang polisi berdiri di ujung jalan. Dadanya sesak dan tubuhnya mendadak gemetar. Keringat mulai mengalir dari keningnya. Sejak lima belas tahun yang lalu, ia seperti ketakutan setiap kali melihat seragam polisi. Meski setelah kejadian itu ia masih sering berurusan dengan polisi berseragam, traumanya tidak pernah bisa sembuh seratus persen.
“Selamat siang,” kata salah satu polisi sambil memberi hormat setelah menghentikan motor Abi. “Boleh kami lihat surat-suratnya?”
Firasat Abi tidak enak. Ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Benar saja, ketika hendak menyerahkan SIM dan STNK miliknya, polisi yang lain mengambil kotak paket yang hendak diantarnya. Ia bertanya tentang isinya sambil membentak. Abi menjawab tidak tahu, karena memang itu kenyataannya.
Tanpa permisi, polisi itu membuka kotak tersebut secara paksa. Saat melihat isinya, ia terperangah dan segera menggenggam tangan Abi. Sangat erat sehingga Abi hampir menjerit kesakitan.
“Anda ditahan karena diduga membawa narkoba jenis sabu.”
Seketika langit seakan runtuh di atas kepala Abi. Meski sudah memiliki firasat buruk, ia sangat belum siap untuk menghadapi situasi ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Kustri
Abi oh Abi....nasibmu
2023-05-06
0