Tugas Bu Alma

Setelah selesai membersihkan diri, Vio masih menangis tersedu-sedu. Ia tidak mau keluar dari rumah kayu yang terasa sangat dingin itu, karena ketakutannya akan terjerembab lagi seperti kejadian tadi.

Seketika itu, Juan dan kedua orangtuanya masuk kedalam rumah, karena panggilan siang yang mewajibkan mereka untuk melakukan ritualnya sebagai umat beragama muslim, sekaligus makan siang.

Vio masih saja merengek, meminta pada sang bunda untuk segera meninggalkan tambak ikan milik orang tuanya. "Bu, pulang!" sungutnya ketika melihat Inggit membuka mukenah nya.

Kening Inggit mengerenyit masam, sambil berkata, "Kamu mau kemana? Pulang, pulang, makan dulu. Ayah juga belum selesai mengerjakan dua tambak lagi, sayang! Sabar atuh, kalau kamu merengek begini, pulang saja deluan pakai angkot!"

Wajah Vio seketika berubah menjadi murung, ia benar-benar tidak mau keluar dari rumah itu, karena trauma. Akan tetapi, Juan langsung menghampiri gadis belia tersebut, karena rengekan Vio sangat mengganggu pendengarannya.

"Tadi itu, karena kamu melewati papan basah itu," tunjuknya mengarah pada papan yang menjadi jalan untuk memberikan pelet. "Kan bisa lewat jalan awal pas kamu masuk  ke sini. Bagaimana sih? Emang sudah berapa kali kamu berkunjung ke sini?" Juan tertawa kecil.

"Om ledekin saja, aku! Nanti aku minta makanan mahal di restoran, Om! Sampai Om bangkrut!" Vio memilih berpangku tangan, sambil menekukkan wajahnya.

Dengan cepat Juan menggoda puncak hidung gadis belia itu, "Jangan cemberut atuh. Kalau kamu mau buat restoran saya bangkrut, nanti kamu makan apa? Terus biaya sekolah kamu bagaimana? Kamu kan mau jadi ahli dalam perikanan ikan. Makanya kamu harus belajar yang rajin, jangan suka cabut kalau ada pelajaran tambahan!"

Kedua bola mata Vio membulat besar, ia tidak menyangka bahwa pria gagah itu akan membuat mata kedua orangtuanya mendelik tajam penuh curiga, "Enggak kok, Bu. Om gurami ini saja yang suka ngajarin buat bolos!"

Akan tetapi, wanita cantik yang memberikan dress berwarna cream itu, justru membela Vio sambil merangkul pundak gadis belia itu, "Ya, namanya juga anak abege. Pasti suka cabut sekolah ya, geulis. Tapi pesan Mama, jangan pernah pacaran sama teman sekolah. Mereka itu suka menjebak. Ingat itu!"

Juan hanya menundukkan wajahnya, karena tidak ingin mengingat semua kejadian pahit yang pernah ia alami ketika lulus dari sekolah bertaraf internasional tersebut, sambil berkata untuk mengalihkan pembicaraan mereka, "Sudah deh, Ma. Jangan di inget-inget lagi. Itu sudah takdir, dan akhirnya seperti ini!"

Kedua pria paruh baya yang tengah duduk bersila itu hanya menggeleng sesekali mencolek para istri-istri mereka agar tidak mengungkit masa lalu sang anak yang pernah kecewa hanya karena berurusan dengan wanita.

Vio yang tadinya menangis, kini sudah tampak tenang karena duduk bersebelahan dengan pria dingin seperti Juan. Pria yang ternyata baru berusia 27 tahun itu, tampak tenang ketika kedua mama-mama muda itu menceritakan masa lalunya.

Dengan sangat hati-hati, Vio langsung bertanya pada Juan, "Om gurami, kita makan keluar saja, yuk? Di daerah sini ada pondok susu yang menjual berbagai macam jenis susu, karena langsung di kirim dari pengalengan."

Kedua bola mata orang tua mereka saling bertatapan, kemudian Inggit langsung memberi izin tanpa harus bertanya pada Danu. Begitu juga dengan Mutia yang memberikan ruang pada putra-putri mereka untuk saling mengenal.

***

Keduanya tiba di rumah susu, yang berada di daerah Curug. Membuat mereka semakin tampak lebih akrab. Akan tetapi, Juan yang sejak awal memang kurang suka berurusan dengan wanita, ia hanya menganggap Vio sebagai adik kecilnya, karena ia juga tidak memiliki adik sama seperti gadis belia itu.

Mereka berjalan beriringan menuju lesehan yang telah tersedia, memesan beberapa makanan yang ada di restoran tersebut.

Vio memberikan buku menu pada Juan, sambil berkata pelan, "Hari ini aku yang traktir, karena Om gurami sudah menyelamatkan nyawaku!" Ia tertawa kecil.

Juan hanya menjawab sedikit penuturan Vio, "Emang kamu punya uang berapa, hmm? Kalau saya pilih makanan ini, kamu bisa bayar enggak?" tunjuknya pada menu yang bertuliskan harga dua ratus tiga puluh ribu.

Sontak Vio hanya bisa menelan ludahnya, kemudian menggaruk kepalanya seraya berkata, "Aku hanya ada yang dua ratus ribu, nombok dong!" sungutnya dengan wajah mengkerut masam.

Lagi-lagi Juan tertawa kecil melihat reaksi gadis belia yang terlihat sangat ceria juga menggemaskan itu, "Kamu simpan saja uangnya. Jangan boros-boros, apa lagi untuk mentraktir teman. Ingat, tidak semua teman itu baik."

Seketika Vio teringat akan cerita Mbok Minah yang mengatakan bahwa status pria muda yang duduk dihadapannya itu merupakan seorang duda, sambil bertanya, "Om sudah nikah? Kok, kelihatannya belum pernah menikah?"

"Nikah doang, status saja yang berubah, sejujurnya saya juga tidak pernah ingin mendapatkan status itu. Karena saya masih memiliki pemikiran untuk melanjutkan study saya di London," jelasnya.

Kening Vio langsung mengerenyit, ia menghela nafasnya dalam, sambil bertanya lagi, "Sayang ya. Jauh-jauh study ke luar negeri, ujung-ujungnya jadi tukang ikan! Bau tahu, Om!"

Mendengar celotehan Vio yang sangat lucu, membuat Juan hanya tertawa kecil, "Tapi dari sana kita tahu bagaimana orang menyukai seekor gurami. Termasuk kamu, makan ikan gurami pasti tidak bersisa, ya kan?"

Merek tertawa terbahak-bahak, saling bercanda, dan semakin dekat selayaknya anak abege mendapatkan teman baru yang lebih dewasa darinya. Banyak hal yang di utarakan Juan pada Vio, membuat gadis belia itu semakin terpesona dengan ketampanan sang pria yang sangat ramah tersebut.

Mereka berpisah, setelah menghabiskan waktu lebih dari empat jam saling bertukar cerita. Dari sana juga, Vio dapat belajar tentang dunia persahabatan masa sekolah.

***

Hari ini Vio lebih memilih berdiam diri di dalam kelas, hanya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh wali kelas killernya. Lagi-lagi ia mendengus kesal, ketika melihat lembaran kerja siswa itu harus ia selesaikan dalam waktu dua jam.

"Sial ni janda muda. Memberi tugas tidak kira-kira ..." umpatnya mengalihkan pandangannya ke restoran yang terletak didepan sekolah, sambil melihat mobil SUV milik pria itu, "Kemana si Om gurami? Apakah dia belum datang ...?"

Seketika lamunannya tersentak, karena deringan gawainya yang sangat menggema diruang kelas, membuat lamunannya buyar seketika.

[Hmm]

[Eh kutil, lo turun dari lantai dua itu. Si Alvin nyariin lo, nih. Kami di kantin, ya]

[Malas, gue lagi ngerjain tugas yang dikasih Bu Alma. Nanti gue di omelin, lo beliin aja gue cilok. Nanti gue ganti duitnya]

Terdengar suara tawa kedua sahabatnya, yang menertawakannya ...

[Makanya, kalau ada tugas itu dikerjakan, jangan di biarin. Jadi aja, lo di suruh ngerjain tugas, kan. Emang enak ...]

Vio langsung mengakhiri sambungan telepon dengan sahabatnya, karena tidak ingin kosentrasinya kembali buyar akibat ajakan kantin para sahabat. "Percuma juga gue temenan sama kalian berdua, membantu saja kagak mau, mending gue minta tolong sama om gurami ..."

Gegas Vio mengabadikan semua tugasnya di gawai canggih miliknya, kemudian mengirimkan pada Juan yang berada di seberang sana.

[Om bantuin ...]

Tanpa sungkan Vio mengirimkan pesan singkat itu, dengan emogi menangis. 

Terpopuler

Comments

Tari Gan

Tari Gan

semangat up nya kak 🌹🌹

2023-04-14

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!