Pria itu menoleh ke arahku, sementara anak kecil itu masih fokus pada coklatnya, memakannya terus-menerus hingga pipinya mengembung.
“Heh! Siapa dirimu??” pria itu terlihat sangat marah, karena merasa kegiatannya di ganggu.
“Aku???? Aku hanya seorang perempuan pemberani, yang tidak suka dengan caramu!! Cih, tidak punya malu, kau mengganggu anak kecil” tegasku, dengan tatapan sinis milikku.
Lambat, pria itu memindai tubuhku dengan sangat teliti, dari atas hingga ke bawah, secara berulang-ulang, hingga membuat aku risih sendiri.
“Apa??” aku mengedikkan bahuku.
“Cih! Aku yakin, kau juga pasti sedang mengincar anak ini bukan?? Kau juga ingin menggali informasi pada anak ini bukan?? Kau juga mau menculiknya karena tahu jika dia anak orang kaya?” tanyanya menghakimiku. Aku tidak mengerti, ku kerutkan keningku dalam.
“Apa maksudmu???” tanyaku.
“Ah, kau tidak usah berpura-pura Nona, aku tahu motifmu pasti sama dengan motifku” ucapnya lagi, yang semakin tidak aku mengerti.
“Bibi ... apa kau akan memberiku coklat??” tiba-tiba anak kecil itu mendekatiku, lalu memegang pahaku, karena memang tingginya tidak sampai melebehi pahaku.
Aku berjongkok pelan, lalu meraup pipi gembulnya perlahan “Kau mau coklat??” tanyaku sambil tersenyum lembut padanya.
“Emh, aku mau coklat” dia menganggukkan kepalanya, sungguh sangat menggemaskan.
“Baiklah, aku akan membelikanmu coklat”Aku mengangguk, lalu menuntunnya untuk berjalan memasuki minimarket.
“Cih! Dasar perempuan ular! Dasar penjilat!” pria tadi berdecih, sambil memiringkan sebelah bibirnya.
“Apa katamu???” aku melotot menatapnya horor, tidak terima dengan perkataannya.
“Nona, nyatanya misi kita sama, bagaimana jika kita bekerjasama saja? Berhubung kau sudah tahu tujuanku terhadap anak ini, nanti hasilnya kita bagi dua?” lagi-lagi dia mengatakan hal yang tidak aku mengerti.
“Apa maksudmu?? Sebentar, jangan-jangan kau berniat untuk sungguh-sungguh menculik anak ini?? Astaga!!!” aku berdecak, sambil mencoba melindungi anak kecil yang sudah bersembunyi di balik tubuhku, memegang erat celana jeans robek-robek yang tengah kugunakan.
“Lalu, apa bedanya kau dan aku??” pria itu semakin menantangku.
“Kita berbeda! Sebaiknya kau pergi dari sini!!!” usirku kemudian.
“Tidak semudah itu Nona, aku sudah susah payah membawa anak cerewet ini hingga ke sini, lalu kenapa kau mengacaukannya??” pria itu semakin bringas, sementara tangan kanannya sibuk memegang sebuah camera. Sebenarnya siapa pria ini?? Apa maksud dan tujuannya menculik anak selucu ini??.
“Aku tidak akan segan untuk melaporkanmu kepada polisi! Lihat saja!” peringatku, sambil maju mundur, tak bisa di pungkiri, akupun takut menghadapi pria ini, karena akupun tidak tahu asal usul anak ini dan apa tujuan pria ini menculik anak kecil ini. Bagaimana jika aku hanya salah faham saja. Ya ampun El! Kebiasaan banget, suka main serobot aja. Kalau sudah seperti ini mau bagaimana???.
“Hahaha ... kau cukup cerdik Nona, baiklah hari ini aku akan mengalah, karena aku memang sudah lelah membujuk anak kecil ini dari tadi agar dia mengatakan dimana Ayahnya menyimpan hartanya, tapi lain kali akan kupastikan aku bisa menggali informasi keluarga Adiswara dengan detail!” ucapnya sambil berlalu.
“Huh! Dasar pria aneh!” umpatku, sambil menghentakkan kaki.
Tuk ... tuk ... tuk ...
“Bibi ... kau akan membelikan aku coklat bukan??” anak kecil itu menarik-narik celanaku dengan wajah menengadah padaku.
Aku berjongkok, kemudian menatapnya lembut. Kasihan sekali anak ini, kemana orangtuanya??? Kenapa mereka tidak bisa menjaganya??.
“Siapa namamu??” tanyaku sambil membelai rambutnya yang tumbuh cukup lebat, dan hitam.
“Aksa ...” jawabnya singkat, sambil menunduk.
“Ah ... Aksa?? Aksa di mana rumahmu??” tanyaku sambil tersenyum, terlihat beberapa kali Aksa menguap, mungkin dia sudah sangat ngantuk, pantas saja waktu sudah cukup malam, sudah saatnya bagi anak-anak untuk tidur. Tapi Aksa malah berkeliaran di jalanan dan hampir saja di culik orang.
“Rumah?? Aku tidak tahu” jawabnya sambil menggeleng, aku mengerutkan kening. Sepertinya masalah baru akan segera datang, ini semua gara-gara aku yang terlalu kepo. Dan inilah akibatnya, aku harus bertanggung jawab pada Aksa. Harus kupulangkan kemana anak ini?.
“Aksa, coba kau ingat-ingat lagi, Paman yang tadi membawamu dari arah mana?” tanyaku lagi dengan sabar.
“Emmhhh ... dari sanah!” Aksa menunjuk jalanan sunyi, dan sudah sangat gelap, dari jauh hanya terlihat cahaya remang-remang dari lampu jalan.
“Huuuhhh ...” aku menarik napas panjang, sungguhkah ucapan Aksa bisa di percaya?? Ku tatap Aksa dia masih asyik memakan coklat yang tadi sempat aku belikan.
“Bibi ... ayo kita duduk di sana!” Aksa menunjuk sebuah kursi yang terletak di pinggir jalan.
“Ah, iya” Aku mengangguk, kemudian mengikuti langkah Aksa yang tengah menuntunku sambil berlari kecil.
“Aksa, apa kau sangat menyukai coklat???” tanyaku menatapnya.
“Hmhh ... aku sangat menyukai coklat, bahkan teman sekelasku memanggilku si Choco” Aksa mengangguk, masih sambil mengunyah. Aneh juga, anak ini dari tadi tidak berhenti mengunyah. Apa dia tidak merasa kenyang??.
“Aksa, lain kali jangan mudah mengikuti orang yang tidak kau kenal, bahaya, bagaimana jika Aksa di culik sungguhan??” aku menangkup kedua pipi Aksa, dia tersenyum menunjukkan deretan giginya yang sudah hilang dua. Aku terkekeh melihatnya.
“Tidak, Paman-Paman itu tidak jahat, mereka akan memberiku coklat, lalu mereka akan bertanya, ‘Dimana Ayahmu menyimpan uangnya? Dimana Ayahmu menyimpan hartanya’ lalu mereka akan mulai merekam ucapanku, dan akan memberikannya pada Ayah” Aksa kembali memasukkan potongan coklat kedalam mulutnya.
“Apa??? Jadi, kamu sudah sering di culik seperti itu??” aku semakin bingung, apa peran orangtua anak ini, kenapa mereka membiarkan anak sekecil ini terus terusan di culik? Lagi pula, Ayah anak ini orang sepenting apa sih?? Hingga anaknya harus berulang kali di culik, hanya untuk mendapatkan sebuah informasi yang seperti itu? Lagi pula kenapa ada orang yang mau menculik anak secara terang-terangan? Dunia sungguh sangat aneh.
“Hmht, sebentar lagi, Ayah akan menjemputku ke sini” ucapnya lagi. Aku semakin tidak mengerti.
“Hah?? Apa ini sudah menjadi rutinitas keluarga anak ini?? Bagaimana mungkin Ayahnya bisa menjemput anak ini?? Aaahhh ... aku tidak mengerti!” aku menggelengkan kepala berulang kali. Bodo amat lah, yang penting sekarang tugasku adalah menjaga anak kecil ini dari bahaya.
“Aksa!!!!!” tiba-tiba terdengar suara menggema dari belakang kami, aku mengerjap kaget.
“Ya ampun tuan Aksa, kenapa tuan ada di sini???” terlihat seorang perempuan tua dengan rambut keriting mendekati Aksa, lalu merangkulnya.
“Bibi ... bawa Aksa pulang!” seorang pria dengan postur tubuh sempurna membulatkan matanya sempurna padaku. Pria yang sudah memiliki usia yang cukup matang itu menatapku dengan penuh selidik.
“Baik Tuan ...” perempuan itu segera menggendong Aksa, lalu berlalu begitu saja, di ikuti oleh beberapa pria berkostum hitam di belakangnya.
“Kau!” pria itu menunjuk wajahku, sambil mengeratkan giginya.
“Berani kau menggunakan anak kecil untuk kepentinganmu sendiri!!!” teriaknya berjalan mendekatiku.
“A apa maksudmu??” aku terbata, bingung, perlahan aku memundurkan langkahku.
“Dasar perempuan tidak tahu diri! Kalau kau ingin tahu banyak hal tentang seberapa banyak kekayaanku, lalu kau ingin merampog rumahku! Tanyakan langsung padaku! Tidak perlu menculik anak kecil hanya untuk keuntunganmu sendiri! Anak muda zaman sekarang sungguh memalukan! Hanya mengandalkan mencuri untuk bisa hidup senang!” ucapnya lagi semakin menyakiti hatiku.
“Apa maksudmu??? Aku tidak pernah bermaksud menculik anakmu! Apalagi mencuri hartamu!” aku mengedikkan wajahku, menantangnya.
“Oooohhh ... begitu rupanya, dasar perempuan kurang ajar! Sekali lagi kau berani mendekati anakku, maka aku tidak akan mengampunimu!” dia semakin menyeringai.
Ya ampuuunnn ... lututku sudah bergetar hebat, pria ini cukup berkarismatik, tatapannya sungguh membuat nyaliku menciut, meski aku tidak melakukan kesalahan apapun padanya.
Duk ... !
Tiba-tiba saja, tanpa terasa aku terus memundurkan langkah, hingga tubuhku sudah tiba pada sebuah pohon yang cukup besar, yang terletak tidak jauh dari sana, aku celingukan, bingung, apa aku langsung lari saja??.
Aku memasang kuda-kuda, bersiap untuk mengambil ancang-ancang, jika pria ini berani mendekat lagi, maka aku akan segera lari!.
“Mau kemana kau??” pria itu tiba-tiba mencengkram tanganku kuat.
“Aaahhh ... hhheee ... aku tidak akan kemana-mana” aku menggeleng kuat.
Cekrek ... cekrek ... cekrek ...
Tiba-tiba kilatan cahaya menerpa wajahku, aku mengedipkan mataku berkali-kali karena silau.
Greeeeppp ...
Tiba-tiba pria itu memelukku erat, lalu menutup wajahku dengan jas yang di gunakannya.
“Diam!” bentaknya sambil mengeratkan pelukannya, aku mematung sambil menahan napasku.
Sebenarnya apa yang sudah terjadi????.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments