Bab 4

Azan Subuh berkumandang, membangunkan Citra dari tidurnya. Citra menguap lebar, mengucek matanya dengan malas. Dia langsung beranjak dari tempat tidur, bergegas membersihkan diri. Setelah selesai, Citra memakai baju, kemudian berwudhu.

Citra memakai mukenah kesukaannya yang berwarna hijau botol, dan melaksanakan Shalat Subuh seorang diri. Citra menghela napas, matanya menerawang ke langit-langit kamar. Entah kapan bisa Shalat berdua bersama pria idamannya. Citra tersenyum tipis, membayangkan momen itu.

Setelah selesai shalat, Citra membaca doa untuk kedua orang tuanya yang berada di luar kota. Walaupun seminggu lagi mereka akan kembali.

"Ya Allah, semoga bapak sama emak selamat sampai di sini satu minggu lagi. Aamiin." Citra meneteskan air mata karena rindu sekali dengan kedua orang tuanya. Suaranya bergetar menahan tangis.

"Hiks, hiks, hiks." Citra menangis sambil mengingat masa-masa bersama dengan kedua orang tuanya. Mereka terbilang keluarga bahagia, walaupun keuangannya kurang bagus. Citra mengusap air matanya dengan punggung tangan, bibirnya mengerucut.

Bruk!

Sebuah bantal mendarat tepat di wajah Citra, membuat Citra terjatuh karena kehilangan keseimbangan.

"Dasar manusia batu! Memiliki jantung. Namun, tidak memiliki hati!" seru Citra, matanya melotot tajam ke arah Fiia, kakaknya.

"Pohon pisang kali, bukan batu!" Fiia menjawab dengan ketus, lalu berlalu pergi dari kamar.

"Eh, benar juga ... mana ada batu memiliki jantung?" pikir Citra sambil melepaskan mukenah dan menyimpannya. Citra menggelengkan kepala, tersenyum kecil.

Setelah selesai, Citra bergegas bersiap-siap, karena pukul 07: 00 Wib, Wiwit akan menjemputnya.

"Citra! Ambilkan handuk!" teriak Kak Fiia dari dalam kamar mandi. Citra menghela nafas panjang karena sangat malas mengantar handuk untuknya.

Citra mengambil handuk Kak Fiia, kemudian membawanya ke kamar mandi. Dia melemparkan handuk itu lewat atas pintu.

"Duralek!" teriak Fiia dari dalam.

Citra berlari sambil tertawa karena lucu saja mendengar teriakan Fiia tadi. Setelah sampai di dalam kamar, dia mengambil baju tunik dan celana jeans, dan langsung memakai walaupun jam masih pukul 06:00 Wib.

Citra akan melakukan sesi pemotretan sendiri di dalam kamar, untuk menjadikan profil Facebook dan Whatsapp. Citra berpose di depan cermin, sesekali mengecek hasil fotonya di ponsel. Citra mengerucutkan bibirnya, tersenyum puas melihat hasil fotonya.

Citra banyak sekali mengambil foto sampai galeri ponselnya penuh, dan terpaksa menghapus sebagian fotonya yang lama.

"Ya ampun, cantik begini aja di selingkuhi terus gimana kalau burik," ucap Citra sambil memakai sepatu. Citra mencebik, matanya berkaca-kaca.

Setelah selesai, Citra merapikan hijab pashmina yang dikenakannya. Hari ini dia akan bertemu dengan Oppa Korea atau korengan.

Semoga saja anak Pak polisi Edson tampan tidak mengecewakannya. Kalau dia tidak seperti Jung-kook atau Lee Min-ho, Citra akan memutuskan perjodohan mereka. Citra menggigit bibir bawahnya, matanya berbinar penuh harap.

Citra tidak munafik, karena wanita memang menyukai pria tampan seperti artis Korea. Tiba-tiba saja pintu kamar terbuka dengan sangat kuat.

"Lihat ini!" bentak Fiia, membuat Citra langsung membuka mata dan melihat handuknya basah.

Citra tidak tahan melihat Fiia seperti itu. Tawanya lepas, membuat Fiia kesal dan langsung menghampiri adiknya yang sangat manis ini.

"Duralek! Makhluk astral!" teriak Fiia di telinga Citra, membuat Citra seakan tuli.

"Peyot!" teriak Citra tak mau kalah darinya. Memangnya dia saja apa yang bisa seperti itu, Citra juga kali.

"Sana keluar! Aku mau pakai baju!" pinta Fiia dengan ketus. Citra langsung ke luar sambil membawa tas sampingnya. Citra tidak mau ribut lagi.

Citra berjalan ke luar sambil menatap tajam ke arah Fiia.

Besok akan aku balas, karena hari ini sangat membahagiakan. Sebentar lagi aku bertemu dengan oppa Amon, batin Citra dengan sangat gembira.

Ponsel Citra berdering. Ternyata Bang Amon menelpon untuk yang pertama kalinya. Citra tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu, langsung menjawab.

📞Oppa Amon.

Citra:

[Assalamualaikum, Bang.]

Oppa Amon:

[Wa'alaikumsalam bidadari.]

Citra langsung tersenyum bahagia. Wajahnya mulai memerah seperti kepiting rebus. Suaranya terdengar sangat indah, juga lembut. Sudah bisa dipastikan dia pria tampan.

Oppa Amon:

[Jadi kita hari ini, bertemu?]

Citra:

[Jadi, sebentar lagi Citra berangkat. Kita jumpa di jalan aja. Ya? Karena Citra mau ke kota pagi ini.]

Oppa Amon:

[Oke, sampai jumpa nanti. Assalamualaikum.]

Citra:

[Wa'alaikumsalam.]

Sambungan telepon sudah terputus. Citra langsung berjalan menuju ruang tamu dan menyantap sarapan yang sudah disiapkan oleh Kak Fiia.

Walaupun Citra dan Fiia seperti kucing dan tikus, tetap saja Fiia sangat menyayanginya. Fiia selalu menyiapkan sarapan untuk Citra.

Setelah selesai menyantap sarapan, Citra mendengar suara motor berhenti di depan rumah. Sudah dipastikan itu adalah Wiwit. Citra mengambil tas dan berjalan ke luar.

"Maaf. Ya, Wit aku lama." Citra terdiam di depan pintu saat melihat siapa yang ada di hadapanku saat ini. Citra mengerutkan kening, matanya menyipit.

"Citra, maaf apa kamu marah sama aku?" tanya Yesi dengan sangat lembut.

Cik, marahlah masa sudah dikhianati masih saja baik dan tidak marah. Eh, Bambang kamu punya kaca untuk berkaca, batin Citra dengan kesal.

"Kamu masuk saja, kakakku ada di dalam." Citra menjawab dengan dingin, lalu berlalu pergi.

"Citra!" teriak Yesi. Citra tidak menggubris teriakannya, terus berjalan.

Hati wanita mana yang tidak sakit dikhianati oleh sahabat sendiri. Bukan karena pria Citra marah padanya, melainkan dengan cara Yesi menyakiti perasaannya.

Andai saja Yesi mengatakan padanya dia menyukai Gie, maka Citra akan memberikan pria bajingan itu pada Yesi.

"Citra!" teriak Wiwit dari kejauhan, mengendarai sepeda motor miliknya. Citra tersenyum dan melambaikan tangan agar Wiwit menghampirinya.

Setelah Wiwit mengentikan motor tepat di hadapan Citra, sahabat baiknya itu turun dan langsung memeluk Citra dengan erat.

"Wit, kamu ke mana aja? Kenapa tidak pernah menemui aku lagi di cafe?" tanya Citra dengan sangat haru, karena bisa memeluk Wiwit lagi setelah satu minggu tidak bertemu.

Wiwit tersenyum sambil melepaskan pelukan mereka. Kemudian, dia membawanya duduk di trotoar.

"Citra, kamu tahu bukan? Aku ini sakit-sakitan. Sudah satu minggu aku dirawat di RS." Wiwit menjawab ucapan Citra dengan sangat lirih.

Citra langsung memeluk Wiwit dengan erat dan menangis, karena Wiwit sakit keras. Mungkin saja hidupnya sudah tidak lama lagi. Namun, semua itu mereka serahkan pada Allah, karena atas izinnya semua akan mudah dan lancar.

"Wiwit, kamu tidak apa-apa pergi? Aku takut kesehatan mu akan terganggu?" tanya Citra dengan cemas.

"Aku baik, karena dengan berjalan-jalan akan membuatmu jauh lebih segar," jawab Wiwit dengan senyuman manis.

Citra tersenyum kemudian mereka berjalan menuju rumah Citra, karena ingin menunggu Kak Fiia terlebih dahulu.

Sebenarnya Citra sangat malas pulang karena ada Yesi. Namun, keadaan yang membuat Citra harus melupakan masalah di antara mereka.

"Citra, ini motor Yesi bukan?" tanya Wiwit sambil menatap ke arah motor yang terparkir di depan rumah.

"Iya, masuk yuk. Dia ada di dalam." Citra berjalan masuk sambil menggandeng tangan Wiwit.

Mereka terlihat seperti dua orang yang akan menyebrangi jalanan. Setelah sampai, Citra dan Wiwit duduk di sofa. Yesi juga ada di sana.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!