Sepulang sekolah, Bela mengajak Roy makan di sebuah kafe. Roy terkejut karena selama ini dia belum pernah menginjakkan kaki di kafe yang besar tersebut. Biasanya dia menginjakkan kaki hanya untuk mengamen bukan untuk makan.
"Silahkan pesan saja yang kamu mau Roy"
"Benarkah? " Bela mengangguk dengan kepolosan Roy.
Dia tau bahwa hati sahabatnya saat ini sangat senang karena pertama kalinya dia datang dan makan di tempat yang cukup mewah ini. Bela juga merasakan kesenangan karena melihat Roy yang menampakkan wajah sangat riang dan gembira, tidak seperti biasanya.
Karena menurutnya bukan harta yang membuat dirinya bahagia melainkan tawa dari orang yang dia sayang. Kebahagiaan itulah yang tidak pernah ternilai harganya sampai kapanpun.
"Bel, makannya aneh-aneh. Aku tidak tau semua. Lebih baik kamu saja yang pesan" Bela menampakkan senyum seringai melihat kelakuan sahabatnya itu.
"Oke aku saja yang memesan" Tangan Bela sibuk melihat menu yang ada, dia terus membaca dan memesan makanan yang sekiranya bisa di cerna oleh sahabatnya itu.
"Kamu mau daging kan? "
"Iya, iya mau beli"
"Oke"
Bela menuliskan makanan yang dipesan lalu diberikan pada pelayan yang berdiri di sampingnya. Beberapa makanan seperti steak ayam dan steak sapi, lalu nasi goreng dan beberapa makanan ringan saja. Tidak lupa minuman yang menyegarkan dahaga sekaligus menyegarkan hati.
Beberapa menit kemudian makanan datang dengan sajian yang sangat indah. Mata Roy tidak bisa berpaling dari makann tersebut karena dia terpesona melihat makanan yang banyak dan belum pernah dia coba.
"Ini nasi goreng mewah ya? "
"Tidak, itu nasi goreng sama tapi hanya ditambahkan seafood saja kok" Roy mengangguk mengerti.
Dia segera mencicupi makanan tersebut. Saat dia menyuapkan satu sendok nasi goreng ke mulutnya, wajahnya berubah sangat menyenangkan sekaligus terkejut. Karena rasanya sangat beda dengan nasi goreng biasanya yang ada di jalanan.
"Enak banget Bel, apalagi udangnnya sangat terasa"
"Benarkah? Ayo kita makan bersama"
Bela pura-pura bahwa dia menikmati makanan tersebut untuk yang kedua kalinya agar jati dirinya tidak terbongkar.
Menikmati makanan itu dengan lahap hingga mereka berdua kekenyangan. Semua makanan yang tersedia sudah habis dan tidak tersisa sedikitpun, begitu juga dengan minuman mereka.
"Oh iya sebentar lagi ikut aku kepasar yuk"
"Ngapain nel? "
"Ayolah"
Selesai makan, mereka berdua pergi ke pasar dan membeli bahan-bahan pokok yang begitu banyak. Ada beras, telur, mie instan, gula dan minyak. Bela sudah terbiasa membeli bahan-bahan tersebut karena dia sering ikut bi Siti berbelanja disaat hari libur.
"Banyak sekali bel, memangnya kamu mau menandon ini semua? "
"Tidak, aku akan bawa ini ke tempatmu"
"Panti asuhan? "
"Iyalah, memangnya kemana lagi"
Roy tercengang melihat kebaikan Bela. Dia selalu saja berbuat baik pada Roy, bahkan dia sering mentraktir Roy makan saat dia tidak memiliki uang di kantin dengan alasan Bela mendapatkan uang dari bekerja.
Banyak kebohongan yang selalu Bela berikan pada sahabatnya, dengan tujuan dia tidak tau latar belakang Bela agar roy tidak merasa canggung saat berteman dengan Bela.
"Makasih banyak ya Bel, aku malu melihat ini semua karena kamu sudah sangat banyak membantuku"
"Sudahlah, kita kan sahabat"
Perbincangan dalam mobil pickup saat menuju ke tempat panti asuhan. Bela tidak pernah risih untuk bergabung dengan orang-orang kelas bawah. Bahkan dirinya merasa senang menyembunyikan identitasnya sebagai anak orang kaya karena Bela hanya butuh kebebasan.
Tidak hanya memberikan sembako di panti asuhan. Dia juga mengakak anak-anak panti bermain riang. Pribadinya yang tomboi dan dingin, tidak bisa dibohongi oleh kebaikannya yang selalu membantu rakyat kecil.
"Roy, sepertinya aku harus pulang karena hari sudah semakin perang" Terlihat hari sudah semakin sore, dan waktu untuk bela bermain telah habis.
"Aku antar kamu ya bel? "
"Tidak, tidak usah. Aku bisa sendiri kok"
"Baiklah, Hati-hati di jalan ya" Bela membalas dengan senyuman.
Malam ini Bela pulang menggunakan ojek online untuk sampai ke rumahnya. Hatinya sangat senang karena bisa membantu sesama. Walaupun uang yang diberikan oleh ayahnya tersisa 50 ribu saja, setidaknya dia menggunakan uang itu bermanfaat untuk orang lain bukan untuk foya-foya.
Hati gadis yang sangat mulia tersembunyi dalam diri bela. tak terlihat oleh kepribadiannya yang dingin dan tomboy. Banyak yang mengira gadis itu luar, padahal sebaliknya. Dari hati yang paling dalam tersimpan rapat kebaikan yang tidak bisa dijelaskan.
*klek*
"Wah anak ayah sudah datang, sini makan dulu"
Makanan di meja sudah siap dan ayah bersama kedua saudaranya telah siap untuk menikmati hidangan tersebut. Sedangkan Bela baru saja sampai dengan baju sekolah dan tubuh yang kotor.
"Bela mau ganti baju dulu yah"
"Baiklah ayah tunggu"
Bela bergegas menuju kamarnya untuk membersihkan diri agar bau badannya sepanjang hari ini hilang bersama bau wangi dari sabun yang digunakan.
Sementara itu di meja makan Ana merasakan kekesalan karena daddynya menunda makan malam hanya karena menunggu Bela yang sedang mandi dan berganti baju.
"Daddy, mengapa kita tidak makan saja"
"Bisakah kamu menunggu? " ketusnya dalam sedikit bentakan.
Bukan jawaban lembut yang didapat, tetapi bentakan keras yang membuat Ana dan El terkejut. Ana menelan salivanya dengan gemetar karena bentakan itu yang kedua kalinya dilemparkan pada Ana oleh daddy kesayangan mereka.
Mereka berdua akhirnya bersabar dan menunggu Bela walau rasanya sangat lapar tapi masih bisa di tahan. Wajah Ana juga tidak ramah karena begitu kesal menunggu Bela yang sangat lama untuk berganti baju.
"Wah akhirnya yang ditunggu datang juga, ayo Bela kita makan malam" Tanpa menyahutnya Bela segera duduk dan mengambil piring.
Ayahnya begitu perhatian dengan mengambilkan nasi serta lauk untuk Bela. Dia hanya terdiam dan menatapnya antara bahagia dan heran tidak bisa dia ucapkan.
Memang itu hal aneh, tapi Bela mencoba untuk menghibur diri bahwa ayahnya telah berubah dan mencoba untuk menyayangi Bela seperti pitrinya yang lain.
"Enak sekali Bela, seakan-akan dia menjadi ratu" Batin Ana sangat kesal melihat Bela yang diperlakukan bagai ratu di meja makan oleh daddynya.
"Tumben ayah bersikap seperti ini, biasanya dia hanya memperhatikan aku dan kak Ana bukan kak Bela"
El juga merasakan hal yang membuatnya heran tapi bibirnya masih terbungkam rapat karena dia takut dengan bentatakan yang keras seperti kemarin.
Jelas saja mereka terkejut, karena mulai dari kecil mereka tidak pernah dibentak seperti itu. Berbeda dengan Bela yang sudah kebal dengan bentakan, pukulan, ancaman dan kekerasan lainnya yang dilakukan oleh sang ayah. Bahkan Bela menganggap semuanya sebagai makanan sehari-hari.
Tanpa banyak basa-baai lagi, mereka segera menyantap hidangan yang tersedia dengan sunyi. Hanya ada dentingan sendok dan piring yang berbunyi saling bersautan.
"Mumpung kalian ada disini, daddy ingin mengumumkan sesuatu" Suaranya memecah keheningan meja makan.
"Sesuatu? Apa yang ingin daddy katakan" Tanya Ana yang merasa heran dengan sesuatu dari daddynya.
"Coba tebak apa hayo? "
"Uang? " Daddy menggeleng dengan jawaban yang El berikan.
"Berbelanja? " Sambung Ana, dan masih mendapatkan gelengan kepala sebagai tanda bahwa mereka masih salah.
Bela hanya menyimak saja jawaban-jawaban yang diberikan. Karena dalam otaknya tidak pernah ada jawaban apapun dari pertanyaan ayahnya.
"Bela, kenapa kamu tidak menebak? "
"Aku tidak tau" sahutnya.
"Hmm baiklah. Kita akan jalan-jalan besok"
Pengumuman yang membuat Ana dan El bahagia karena mereka sudah lama tidak jalan-jalan lagi semenjak pekerjaan daddy yang sangat menumpuk.
Sedangkan bela masih terdiam dan aibuk melanjutkan makan malamnya yang belum selesai. Pikirannya seakan tidak pernah peduli apapun tentang itu, karena apa yang dikatakan ayahnya seakan hanya membuat kedua saudaranya senang.
"Wahhhh, asikk dong. Lagian besok hari libur jadi aku bisa menyegarkan otakku yang penuh dengan pelajaran"
"Benar katamu El, aku juga ingin jalan-jalan menghilangkan sumpek di rumah"
Mereka tertawa dengan riang, berbeda dengan bela yang hanya menunjukkan wajah datar tanpa ekspresi. Tidak ada keterkejutan yang ditampakkan, karena semua seakan sangat hambar.
"Bela, apakah kamu tidak senang" Bela mengangkat wajah dan menatap ayahnya.
"Apakah aku di ajak? " Pertanyaan konyol bagi beberapa orang, tapi untuk Bela itu adalah pertanyaan yang selalu di tanyakan.
Karena setiap ada acara penting baik itu pesta, jalan-jalan ke puncak atau berpergian kemanapun bahkan keluar negeri ayahnya tidak pernah mengajak Bela.
Hidup gadis yang malang, hanya berteman dengan bayangannya sendiri bila ada di dalam kamar. Kesenangan hanyalah catatan semu, maka dari itu kesenangannya hanya ada di jalanan.
"Pastinya, karena kamu adalah anak ayah"
"Hmmm, oke" Jawabnya singkat tanpa ada ekspresi tambahan yang dikeluarkan Bela.
"Tumben sekali ayah mengajakku, apakah dia sudah bisa menerimaku sebagai anaknya dan merubah sikap cueknya padaku. Tapi tidak apalah, yang penting aku merasakan kehangatan keluarga"
Pikir Bela berkata positif dan tidak ingin berfikir hal yang tidak-tidak. Dia mencoba menerima segala perlakuan ayahnya yang kini menjadi baik pada Bela. Dia berharap kebaikan ayahnya akan tumbuh untuk selamanya.
"Mengapa daddy mengajak Bela, apakah otak daddy ada yang geser sehingga dia bersikap aneh seperti demikian"
Ana mengernyitkan dahi dengan penuh keterangan. Tatapannya sesekali menatap daddy dan Bela secara bergantian. Lalu menatap ke El untuk memberikan isyarat tentang pikirannya saat ini.
"Sekarang kalian makan dengan kenyang, setelah itu kemas barang-barang kalian untuk besok" Semuanya mengangguk dengan perintah lelaki itu.
Setelah makan malam selesai, mereka kembali ke kamar masing-masing untuk membereskan barang-barang yang akan dipersiapkan untuk jalan-jalan besok.
"Ihhhh, kesal sekali aku. Mengapa daddy mengajak Bela. Bukankah setiap perjalanan Bela tidak pernah dibawa, karena dia akan selalu berbuat ulah"
"Benar kak, aku tidak setuju dengan daddy. Kak Bela pasti akan berbuat masalah dan mengacau perjalanan kita besok"
Perdebatan kedua saudara itu sangat bengis bila mengingat Bela akan diajak untuk perjalanan besok. Baru kali ini Bela diajak untuk melakukan perjalanan yang direncanakan untuk refresing oleh daddnya.
Padahal di hari-hari yang lalu tidak pernah ada ajakan apapun. Karena hanya Ana dan El anak kesayangan di rumah itu.
"Apa yang harus kita lakukan kak? "
"Tidak tau El, aku sedang berfikir"
Mereka berdua sama-sama diam karena memikirkan sesuatu agar bisa menyingkirkan Bela dalam perjalanan besok.
"Ahhh, sudahlah sekarang kita harus membereskan barang bawaan untuk jalan-jalan besok. Masalah Bela kita pikirkan nanti setelah sampai di tempat tujuan"
"Baiklah, baiklah, aku akan membereskan barangku dulu"
El segera pergi ke kamarnya untuk membereskan barang-barang yang akan dipersiapkan untuk perjalanan besok.
Sementara itu Bela masuk ke dalam kamar. Dia memandangi wajah mamanya yang indah dan selalu berbincang-bincang sebelum tidur. Tidak pernah ada kata bosan dalam pikiran Bela, karena foto itu satu-satunya kenangan yang dimilikinya.
"Ma, baru kali ini ayah mengajakku jalan-jalan ke puncak. Rasanya sangat senang sekali, karena ini adalah perjalanan pertama kalinya aku bersama ayah"
Bela menampakkan wajah girang yang sangat besar. Tapi di hadapan ayahnya dia masih menampakkan wajahnya yang dingin tanpa ekspresi apapun. Padahal hatinya senang sekali dengan ajakan ayahnya dalam perjalanan besok.
"Bela mau mempersiapkan baju dulu ya ma untuk besok"
Dia beranjak dari ranjangnya dan mengambil tas tras ransel. Dimasukkan sebuah baju 1 stel dan pisau. Barang bawaan yang sangat praktis dan tidak memberatkan. Yang penting barang itu berguna.
Bela sangat suka membawa pisau apabila dia keluar dari rumahnya untuk melakukan perjalanan kemanapun yang dia mau. Karena dia selalu waspada apabila ada hal-hal yang buruk sedang mendekati dirinya.
"Ihhh, tas ku ringan sekali. Perjalanan ke puncak pakai apa sih. Baju sudah, pisau sudah, sepertinya aku membawa hoodie besok" Gumamnya sendiri sambil memegangi tas yang akan dia bawa.
Bela kebingungan karena dia tidak pernah jalan-jalan seperti Ana dan El. Dia hanya bisa membawa barang yang menurutnya penting. Apalagi Bela berbeda jauh dengan El dan Ana yang selalu membawa make up kemanapun yang dia mau.
Bela selalu tampil apa adanya. Wajah putih yang mulus menampakkan pesona wajah yang sangat alami. Tanpa ada polesan bedak atau make up apain. Katanya yang penting mandi dan menggunakan sabun hingga bersih.
Malam telah larut, bela terlelap untuk menemui bunga mimpi yang sedang menunggunya.
07.00 pagi
"Ayo cepatlah, kalian kenapa lama sekali" Teriakan dari lantai bawah sangat tidak sabar karena menunggu Ana dan El yang sangat lambat.
"Tunggu dad, sebentar lagi aku segera turun"
"Tunggu dad, El sudah selesai kok"
Mereka sibuk dengan make up nya yang tebal. Karena menurut mereka jika keluar rumah harus wajib menggunakan polesan mak up untuk mempercantik wajahnya.
"Lama sekali, memangnya tidak bisa berdansan simpel apa" Gumam bela yang kesal menunggu mereka.
Bela sudah dari tadi menunggu mereka karena dia hanya berpakaian hoodie dan celana jeans. Dengan barang bawaan yang ringan yaitu 1 stel baju kemeja untuk pakaian ganti dan sebilah pisau yang tidak diketahui oleh ayahnya.
~~~~ BERSAMBUNG ~~~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments