Mereka sudah melakukan sarapan dan segera berangkat ke sekolah serta ke kantor. Seperti biasa mereka berdua menaiki mobil mewah bersama pak supir. Sedangkan ayahnya menaiki mobil sendiri terkadang juga bersama pak supir jika dirinya sedang lelah.
Perjalanan dari sekolah juga cukup jauh dan mereka berdua Ana dan El bersekolah di tempat yang sama dengan Bela. Ana saat ini duduk di bangku kelas 3 dan El masih duduk di bangku kelas 1.
Di sekolah
"Bel, kamu kenapa sih tidak pernah tertawa pada mereka sedangkan saat bersamaku kamu merasakan tanpa beban" Roy memberanikan diri untuk menanyakan itu. Padahal hatinya canggung karena Bela pasti tidak akan menjawabnya.
"Sudahlah, lupakan itu. Aku ingin kebebasan" Berulang kali hal ditanyakan berulang kali pula jawaban yang diberikan tetaplah sama.
Bela hanya menginginkan kehidupan yang praktis dan tidah ribet. Jadi dia ingin melakukan apa yang dia mau, dan tidak ingin mengikuti perintah yang menurutnya tidak sesuai dengan jalan pikiran Bela sendiri.
Hidupnya sudah terlalu banyak beban, jadi dia tidak ingin menambah beban yang akan dibuatnya sendiri. Lebih baik dia merasakan ketenangan yang berusaha dia ciptakan setiap hari.
"Bolos yuk Roy" Senyumnya memiliki arti terselubung saat menatap Roy.
"Kau datang pagi hanya untuk bolos Bel? "
"Biasalah, aku ingin bebas. Lagipula bosan terus-terusan belajar" Sahutnya percaya diri dan beranjak dari kelas.
"Ayolah"
Mereka berdua keluar dari kelas dan menuju belakang sekolah. Dimana tempat itu sudah menjadi langganan Bela dan beberapa temannya jika ingin bolos.
Sebenarnya Bela adalah anak yang pintar pada saat itu. Dia juga pernah mendapatkan nilai yang bagus berkat didikan mamanya. Tapi semenjak mamanya pergi semuanya berubah. Tidak ada yang menyambut Bela walau hanya untuk sekedar menanyakan nilai yang di dapat setelah pulang sekolah.
Bahkan ayahnya sendiri tidak peduli dengan nilai Bela. Tapi berbeda saat Ana dan El datang menunjukkan nilainya maka pujian-pujian akan keluar dengan bahagia bersama datangnya pelukan.
Dan pada saat itu juga Bela berhenti belajar untuk mendapatkan nilai bagus. Walaupun demikian, Bela bisa mengerjakan semua soal yang ada tapi dia memilih untuk mengerjakan soal dengan asal untuk mendapatkan nilai jelek.
Tujuan Bela yaitu untuk terus menjadi anak biasa saja karena percuma nilai bagus tapi tidak pernah dipandang ataupun menjadi anak emas dari ayahnya.
"Bel belakang saja"
"Oke"
Roy memberi kode untuk beralih ke tempat yang akan dituju untuk mendapatkan keamanan agar tidak diketahui oleh para guru yang sedang melakukan piket pengawasan.
*brak*
"Aduhh, kalau jalan pakai mata dong" Suara yang tidak asing masuk dalam telinga Bela. Tubuhnya segera berbalik dan menatap kembali orang yang ditabraknya.
"Makanya jalan jangan lemot"
"Bela, kamu mau kemana? " Ana terkejut saat melihat Bela berlari ke arah belakang. Sudah pasti dia akan bolos sekolah lagi.
"Urusi saja hidupmu" Bela dan Roy bergegas untuk kabur dan meninggalkan Ana yang masih tercengan.
Dia terus saja menatap Bela dengan tatapan benci lalu tersenyum licik karena akan ada hal menarik saat pulang ke rumah nanti.
Bela juga sudah tau pasti, bahwa Ana akan mengadukan hal ini pada ayahnya. Tapi pikirnya tidak peduli karena hidupnya butuh kebebasan. Tidak ada yang bisa mencegahnya untuk mencari ketenangan karena yang menjalani hidup saya ini adalah bela, bukan orang lain.
*bruk*
*bruk*
Bela dan Roy berhasil kabur dari sekolah dengan meloncati pagar belakang. Dan yang pasti bukan hanya mereka berdua yang bolos tapi masih banyak beberapa siswa lainnya yang malas untuk bersekolah.
"Kemana kita sekarang? "
"Tempat biasa"
Sebelum mereka sampai ke tempat biasa, tidak lupa mengganti pakaian seragam dengan baju biasa. Bila tidak membawanya maka akan membeli kaos di toko-toko terdekat karena takut ada pemeriksaan dan mereka berdua akan terjaring.
Di pinggir jalan menikmati suasan kota dengan lalu lalang motor dan mobil. Kepulan asap motor bersautan dengan asap rokok yang sedang di hisap oleh Roy dan juga Bela. Tangannya lihai dalam memegang rokok karena dia sudah terbiasa.
"Apakah itu ayah, tapi mengapa dia ada disini bersama pengacara keluarga" Gumamnya dalam hati.
Matanya terpaku melihat sebuah mobil berhenti di depan kafe dan terlihat 2 orang keluar dari mobil lalu masuk ke dalam kafe tersebut. Mereka berdua adalah ayah Bela dan juga pengacara keluarganya.
Pikirnya masih bingung, mengapa ayahnya bertemu dengan pengacara keluarga di luar rumah. Biasanya pengacara akan datang dan membicarakan hal penting di dalam rumah. Lalu apakah ada sesuatu yang mereka simpan sehingga harus berbicara keluar dari rumah.
"Bel"
"Astaga, kamu membuatku terkejut saja Roy"
"Ngapain bengong"
"Yuk ikut aku"
Putung rokok yang belum habis terlempar di atas tanah dan diinjak keras dengan sepatu yang beriringan pergi meninggalkan tempat duduk tadi. Roy mengekori Bela dari belakang, dia tidak tau apa yang akan dilakukan sahabatnya itu.
"Sial, tidak dapat aku dengar percakapan mereka"
Percakapan yang terlalu kecil dan terhalang tebalnya kaca kafe. Apalagi mereka duduk di tempat yang terlalu dalam sehingga Bela tidak dapat mendengar apapun tentang percakapan mereka berdua.
"Siapa mereka? Mengapa kau ingin sekali mendengarkan pembicaraan mereka berdua Bel?"
"Hmmm, dia saudaraku"
Bela berusaha berbohong, dia tidak ingin Roy tau bahwa lelaki itu adalah ayah dan pengacaranya. Sebab jika Roy tau pasti dia akan merasa canggung berteman dengan Bela. Karena selama ini Bela pintar menyembunyikan identitasnya sebagai anak orang kaya.
Bahkan seluruh sekolah tidak ada yang tau jika Bela memiliki ikatan saudara dengan Ana dan El. Yang mereka tau adalah Bela hanya anak orang biasa dari penampilannya. Dan Bela adalah anak bandel yang selalu berbuat onar.
"Roy, aku ingin mendengarkan pembicaraan mereka. tapi aku tidak ingin mereka tau"
"Berarti kamu harus menyamar Bel"
"Bagaimana? "
Mereka berdua bingung untuk melakukan penyamaran di dalam kafe. Karena rasa ingin tau Bela yang sangat tinggi membuat hatinya tidak tenang apabila tidak mendengarkan secara langsung tentang topik yang sedang mereka bicarakan.
Dari wajahnya saja terlihat bahwa pembicaraan itu sangat serius dan rahasia. Bahkan beberapa kali terlihat dari mata ayah Bela dia melakukan permohonan pada pengacara.
"Bel" Roy mengeluarkan sebuah topi yang ada di dalam tasnya. Lalu ia meminjam sebuah jaket dari anak jalanan yang sedang mengamen di sekitar lampu merah.
Tidak peduli baju itu lusuh yang penting bisa menutupi identitas Bela sehingga dirinya dengan leluasa memasuki kafe tersebut untuk mendengarkan mereka.
"Bagus Roy, aku akan masuk dan kamu tunggu di sini dulu ya"
"Oke siap"
Dengan santai Bela masuk ke dalam kafe dan berpura-pura menjadi seorang tamu. Wajahnya tertutup oleh sebuah topi yang dia kenakan. Memesan minuman dan makanan untuk memperlancar aksi penyamarannya.
Sedangkan Roy setia menjaganya dari luar tanpa ada rasa curiga sedikitpun. Karena prinsip mereka adalaha, kemana Bela pergi makan Roy akan mengikuti begitu juga sebaliknya dengan Roy. Kemanapun dia pergi makan Bela juga akan mengikuti.
Mereka berdua sudah terlihat sebagai sepasang sepatu yang tidak bisa dipisahkan. Sampai-sampai jika dihukum oleh ibu guru juga sama-sama.
"Ayolah pak, aku ingin nama dia diubah menjadi namaku"
"Tidak bisa pak, ini sudah menjadi ketentuan dari almarhum ibu untuk meletakkan nama Bela di sertifikat rumah dan perusahaan yang ada sekarang"
Mata Bela terbelalak saat mengetahui bahwa perusahaan dan rumah mewah itu atas namanya. Sekarang dia tau bahwa seluruh harta yang ada saat ini adalah milik mamanya yang sudah meninggal. Dan ayahnya tidak ada hak atas seluruh hartanya. Kecuali beberapa perusahaan kecil yng bercabang dan uang yang dia dapatkan sendiri.
"Bela akan menerima perusahaan dan rumah itu apabila dia sudah memiliki suami"
"Apakah saya masih bisa mengubah namanya menjadi nama saya? "
"Itu bisa, kecuali Bela sudah meninggal"
"Uhukkkk, uhukkk"
Bela tersedak mendengarkan pernyataan tersebut. Dia membuat mata kedua orang lelaki itu melihat ke arahnya. Bahkan ayahnya merasa bahwa dia mengenali suara itu. Dia beranjak dari tempat duduk dan berjalan perlahan menuju arah Bela.
"Jangan, jangan sampai ayah tau" Gumamnya dalam hari. Jantungnya berdegup kencang karena takut ayahnya tau bahwa itu adalah Bela.
Bela segera memalingkan wajahnya menghadap ke arah yang berlawanan. Dia tidak ingin ayahnya tau bahwa Bela berada disini dan mendengarkan semua hal yang mereka ucapkan tadi.
"Sayang, kamu sudah lama menungguku. Maaf ya, ayo kita pergi sekarang"
Roy menyelamatkan Bela dari kecurigaan ayahnya. Langkah ayah Bela terhenti dan kembali ke tempat duduknya. Bahkan Roy dengan mesranya memeluk Bela seakan mereka adalah sepasang kekasih.
Bela dan Roy berhasil keluar dari ruangan tersebut. Dan untung saja ayah Bela tidak mengetahuinya. Jika sampai dia mengetahui, mungkin Bela akan dihabisi di kafe tersebut.
"Makasih Roy "
"Iya tenang saja, aku akan selalu bersamamu bel" Tangan Roy masih menggenggam tangan Bela.
Wajah Bela melihatnya dan merasa heran. Bahkan Roy menggenggamnya dengan kuat seakan tidak ingin melepaskan Bela saat ini juga.
"Woy, lepasin"
"Eh iya maaf, maaf" Bela tersenyum melihat kelakuan sahabatnya itu.
" Sudahlah ayo kita pergi"
"Bentar, bentar, sepertinya aku mendengar sesuatu yang berbunyi"
"Bunyi apa bel? "
"Bunyi jantungmu yang bertebar kencang Roy, hahaha"
Bela berlari setelah mengerjai Roy yang membuat wajahnya tersipu malu. sebenarnya Bela mengetahui bahwa Roy sudah menyukainya sejak lama. Tapi dia memilih diam dan pura-pura tidak tau. Bela tidak ingin persahabatan ini menjadi asing saat kedua sahabat menjadi sepasang kekasih.
Benar kata orang, tidak ada namanya sahabat wanita dan lelaki menjadi satu dan menjalin persahabatan selayaknya sahabat seperti biasa. Sebenarnya di diri mereka masih ada ikatan rasa yang ingin menjadi lebih daripada seorang sahabat.
"Bel, senja perlahan mulai tenggelam dan hari akan semakin petang. Kenapa kamu tidak ingin pulang"
"Sudahlah, aku malas roy"
Bibirnya sibuk menyesap rokok yang ada di tangannya. Sudah beberapa barang yang dia hisap. Sedangkan pikirnya masih saja terngiang tentang percakapan tadi.
Hatinya masih tidak menyangka bahwa seorang ayah tega ingin merebut segalanya hanya demi harta. Sekarang Bela mengerti mengapa ayahnya tidak segera mengusir dia dari rumah tersebut. Mungkin karena Bela masih memiliki hak yang lebih besar dibandingkan ayah dan kedua saudaranya.
Ternyata mamanya sangat menyayangi Bela, tapi harta itu juga terbagi rata. Sepertinya begitu, karena masih ada beberapa tanah dan rumah yang dimiliki di tempat lain. Mungkin perusahaan dan rumah itu masih kecil dibandingkan harta yang lebih banyak lagi.
Tapi selebihnya Bela masih bingung tentang harta yang dia miliki. Karena Bela tidak pernah memikirkan harta apapun kecuali kasih sayang yang ingin sekali dia dapatkan.
"Aduh, rokok sudah habis Roy. Aku ingin membelinya lagi"
"Tidak, tidak, tidak. Kamu harus pulang Bel, aku takut orang tuamu khawatir"
Bela terdiam sejenak, kepalanya menyimpan banyak pertanyaan yang tidak dia ketahui. Entah apa yang terjadi pada dirinya, yang paling penting sekarang adalah dia harus mewaspadai kehidupannya sendiri. Karena kata-kata kematian seakan melintas jika berbicara tentang harta.
"Baiklah, ayo kita pulang"
Bela bergegas pulang ke rumah, sedangkan Roy akan kembali pulang ke panti asuhan. Roy sebenarnya memiliki seorang ayah namun semenjak ibunya pergi ke luar negeri dan tidak pernah kembali lagi, ayahnya menikah lagi dan menitipkan Roy ke panti asuhan.
Hidupnya lebih malang dibandingkan dengan Bela, karena dia merasa dibuang oleh ayah kandungnya sendiri. Bahkan setiap malam dia selalu berharap yang sama yaitu ibunya kembali dengan selamat dan memeluk Roy seperti masa kecilnya.
Sementara itu Bela sudah sampai di depan rumahnya. Dia merasa aman karena mobil ayahnya belum datang juga jadi rasanya sangat tenang dan bersantai untuk masuk ke dalam rumah.
"Seprtinya sepi"
Langkahnya perlahan masuk dan tidak ada seorangpun di sana. Hanya ada bi Siti yang sibuk memasak di dapur dengan beberapa pembantu lainnya untuk persiapan makan malam.
Bela bergegas membersihkan diri untuk bersantai di dalam kamarnya. Tapi rasanya sangat bosan jadi dia memilih untuk bersantai di ruang tamu.
"Kita harus menyingkirkan Bela, agar semua harta bisa jatuh ke tangan kita berdua"
"Iya benar kak, aku setuju. Tapi bagaimana caranya kita menyingkirkan kak Bela? "
"Entahlah, masih aku pikirkan"
Langkah Bela terhenti saat melewati kamar Ana. Telinganya perlahan dia tempelkan pada pintu kamar untuk mendengar jelas percakapan Ana dan El di dalam kamar. Mereka sibuk berbicara tentang Bela. Suaranya berbisik tapi masih di dengar oleh orang-orang yang lewat di luar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments