Memang tidak ada yang berani untuk melewati kamar mereka berdua karena takut dan harus sesuai persetujuan Ana dan El. Tapi mereka lupa bahwa Bela bebas lewat kemana saja karena kamar mereka bertiga memang sejajar.
"Mereka tidak tau jika aku datang, jadi dengan leluasanya mereka membicarakanku" Gumam Bela dalam hati.
Sekarang dia mengerti tentang semuanya. Ayahnya ingin menyingkirkan Bela hanya untuk harta dan saudaranya juga ingin menyingkirkan Bela hanya untuk harta juga. Dia tidak paham dengan isi kepala dari seluruh keluarganya yang selalu tentang harta.
Bela memilih untuk masuk kembali ke dalam kamar dan merenungi semuanya sendirian dalam kesunyian dengan penerangan yang sengaja dibuat remang-remang untuk menambah ketenangan hatinya.
"Ma, kenapa sih harus Bela. Tidak mendapatkan kasih sayang, dimusuhi, bahkan ingin dihabisi. Keluarga ini aneh tau ma"
Lagi-lagi pikirnya mengadu pada sebuah foto yang tertata rapi di atas nakas. Dia selalu nengadukan hal yang membuat hatinya terasa janggal. Setelah mengadu semuanya maka jiwanya akan tenang walau tidak ada jawaban seoarah katapun dari foto yang indah itu.
Dalam kamar sunyi selalu berbicara sendiri dengan foto yang menampilkan senyuman semu bukan senyuman nyata ari raut wajah mamanya yang telah tiada.
*tok, tok, tok*
Suara ketukan pintu membangunkan Bela yang terlelap sejenak setelah berbicara sendiri pada foto dan sedang memikirkan hal tadi. Dia terbangun lalu membuka pintu secara perlahan.
*ceklek*
"Ayah? "
"Hmmm, ayo nak kita makan malam bareng" Sikapnya yang aneh membuat Bela merasa heran.
Biasanya ayah tidak pernah menyuruh Bela memakan malam bersama. Dia hanya bisa memberikan sikap bodoamat amat. Masa bodo Bela makan atau tidak yang penting dirinya dan kedua putrinya yaitu Ana dan El makan bersama-sama.
"Hmmm, baik yah. Sebentar lagi Bela akan menyusul"
"Baiklah, ayah tunggu di meja makan ya" Bela mengangguk dan segera menutup pintu secara perlahan.
Pikirnya aneh tapi dia harus berfikir positif. Mungkin ayahnya ingin berubah sikap saat berbicara pada Bela. Sejenak Bela membuang kecurigaannya dan rasa takutnya tentang kematian yang ada dalam pikirnya tadi.
Lagipula tidak mungkin ada seorang ayah yang tega membunuh anaknya sendiri karena harta. Mungkin itu hanya pikiran buruk Bela saja dan dia yakin bahwa ayahnya tidak seburuk yang Bela pikirkan saat ini.
Langkahnya turun dan segera bergabung untuk mengikuti makan malam bersama. Di meja makan sudah tersedia hidangan yang banyak. Sudah lama Bela tidak makan malam bersama seperti ini, karena dia akan makan jika semuanya sudah selesai makan.
"Sini nak duduk disini dan makanlah yang kamu suka"
Ana dan El menatap lelaki paruh baya di hadapannya dengan heran. Karena tidak biasanya dia bersikap seperti itu pada Bela. Bahkan mereka berdua merasa dikesampingkan dan tidak diperhatikan seperti biasa.
Bela duduk menjauh dari ayah dan saudaranya. Dia sudah terbiasa menjauh dari mereka bertiga. Bahkan telinganya tidak peduli dengan perhatian yang diberikan oleh ayahnya. Tangan Bela sibuk mengambil lauk yang ada. Ayahnya juga sibuk ingin memperhatikan Bela dengan mengambilkan lauk untuknya, tapi dia tidak mau dan berkata bahwa bisa sendiri.
"Baiklah, makanlah yang kenyang jangan sampai kelaparan nak" Tutur lembut sambil menatap penuh kekaguman pada Bela.
"Kurang ajar sekali, sejak kapan Bela berhasil menaklukkan hati daddy yang selalu marah padanya. Dan sekarang daddy berubah dari sifat kasar menjadi lebih baik" Batin Ana mencekam kekesalan melihat apa yang telah ayahnya lakukan.
Dia merasa bahwa bela sudah berhasil membuat daddynya menjadi lebih baik lagi pada Bela. Bahkan sifat itu terlihat sangat berlebihan. Matanya masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat sedangkan itu sudah benar adanya.
"Aku harus membuat daddy marah kembali pada Bela" Rasa irinya menguasai pikiran yang lebih buruk lagi.
Rencana jahat dari pikiran licik sedang dia susun sambil tersenyum kecil melihat ke arah Bela Sepertinya setiap saat selalu ada pikiran buruk yang harus dilakukan pada Bela.
Dia ingin membuat ketenangan makan malam menjadi kacau agar daddynya kembali marah pada bela yang selalu berbuat onar. Pikiran jahatnya kembali mengingat hal tadi pagi yang bela lakukan.
"Wahhh, akhirnya daddy memperhatikan Bela dengan baik" Bibirnya pandai mengungkapkan akting yang baik.
Bela meliriknya dengan tatapan sinis. Dia sudah tau apa yang akan terjadi selanjutnya, karena itu sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan ini.
Awalnya Ana akan berkata baik untuk Bela lalu kemudian dia akan menghempaskan Bela dengan perkataan buruk yang berkaitan dengan Bela. Sungguh pemain drama yang baik sehingga perannya sangat mudah di tebak.
"Oh iya Bel, kamu tadi jadi bolos. Upsss" Ana mencoba menutup mulutnya seakan pura-pura bahwa dia keceplosan berbicara hal tersebut.
"Apa? "
*brak*
Hentakan meja makan sangat keras membuat semuanya ketakutan. Jika ayahnya marah maka semuanya selalu mengejutkan, tapi pada akhirnya akan tenang juga jika Ana dan El yang akan menentukan.
"Matilah aku" Bela menelan salivanya dengan kasar.
Dia tau pasti bahwa ayahnya sangat membenci bila mendengarkan rentang kebolosan pada saat sekolah. Pikirnya akan selalu mengingat, jika hentakan itu sangat keras maka selanjutnya sebuah tangan besar akan mengambil ancang-ancang untuk siap menampar.
Kali ini Bela meraskaan bahwa tidak akan selamat dari jeratan ayahnya karena kesengajaan yang dibuat oleh Ana.
"Matilah riwayatmu sekarang Bel" Senyum liciknya terlukis diantara dua bibir yang bertaut.
Pikirnya berkata bahwa dia berhasil membuat kekacauan kembali malam ini. Itu semua karena perbuatan Bela yang benar-benar di luar batas kewajaran.
"Apa yang akan dilakukan oleh kak Ana, mengapa dia tersenyum seperti itu. Padahal saat ini daddy sedang marah" Gumamnya dalam hati.
El heran dengan tatapan kakaknya yang tersenyum licik. Dia tidak tau rencana apalagi yang akan dilakukan kali ini. Tapi yang dia pikirkan sekarang yaitu hal ini akan bersangkutan paut dengan rencana untuk mengusir kak Bela dari rumah ini.
*brak* hentakan keras untuk kedua kalinya.
"Apa maksud kamu, apa maksudmu berkata seperti itu Ana" Semuanya terkejut mendengar hal itu.
Ini baru pertama kalinya ayah Bela membentak Ana dengan bentakan yang sangat keras. Mata Ana terbelalak heran dengan daddynya yang menatap penuh dengan kemarahan. Dia tidak bisa berkata apapun, karena hatinya sangat terkejut dengan hentakan yang tidak pernah dia dapatkan hingga saat ini.
Pikirnya meracau penuh tanda tanya, mengapa dia yang dimarah bukan bela. Hal itu terus membuat dahinya berkerut keheranan.
"Memang benar dad, dia tadi bolos"
"Cukup Ana, tutup mulutmu. Sudah beberapa akhir ini Bela tidak pernah bolos dari sekolah. Lalu mengapa kamu berkata seperti itu ha. Jawab!"
Ana gemetar dengan hentakan itu. Sikap daddynya yang lembut kini berubah menjadi amarah. Ana menyalahkan dirinya karena saat Bela bolos sekolah, dia hanya diam. Sehingga saat ini deddy nya tidak percaya jika bela telah bolos sekolah.
Berulang kali dia mengatakan Bela bolos, mungkin tidak akan ada yang mempercayainya lagi. Karena kebolosan Bela kemarin dia sembunyikan sehingga Ana menghardik kelakuannya sendiri.
"Tapi dad, aku tidak berbohong"
*brak*
Bela menatap tenang dengan sikap ayahnya saat ini. Biasanya dia akan mendengarkan semua yang Ana katakan dan segera memarahi bela. Tapi kali ini sebaliknya, dia memarahi Ana dan berkata bahwa dia berbohong.
"Sudah diam, makanlah cepat"
"Daddy jahat"
Dengan tangisan di wajahnya, Ana pergi meninggalkan meja makan dan berlari ke dalam kamarnya. Terlihat jelas raut wajahnya merasakan kekecewaan yang teramat dalam.
El yang melihat hal itu juga ingin mengejar Ana, karena dia juga merasakan kejutan terbesar setelah mendengar bentakan orang yang paling mereka sayangi untuk pertama kalinya.
"Mau kemana kamu El? " Bentak lelaki itu dengan kasar saat melihat El beranjak dari tempat duduk dan ingin mengejar Ana.
"El... Mau... "
"Duduk, makanlah dengan cepat" Hentakan yang sangat kuat membuat El menuruti perkataannya.
El duduk dan kembali melanjutkan makan seperti biasa. Sedangkan Bela merasakan sedikit rasa lega karena ayahnya tidak memukuli dia hari ini. Mungkin pikirnya ayahnya sedang absen.
Bela juga melanjutkan makan seperti tidak terjadi apa-apa. Lalu tanpa pamit dia pergi ke dalam kamarnya setelah makan malam selesai. Tidak ada perbincangan seperti biasa antara anak dan seorang ayah.
Sementara itu Ana masih menangis di dalam kamarnya sambil meluapkan kata-kata kekesalan karena teguran dari lelaki yang menyayanginya.
"Kurang ajar kamu Bel, baru sekali saja mendapatkan hati deddy dan kamu sudah ngelunjak" Geramnya sambil mencengkeram sprei di atas kasurnya.
"Liat saja, aku akan segera menyingkirkanmu dari sini"
Tangannya sibuk menyeka air mata yang menetes sedangkan bibirnya sibuk untuk meluapkan kata-kata kutukan agar bisa menghilangkan Bela dari rumah itu.
Hanya karena bentakan itu dia semakin membenci Bela dan ingin segera menyingkirkan salah satu adiknya dari rumah ini.
"Kak, kakak gapapa" El masuk dan menatap kakaknya dengan tatapan iba.
Dia juga tidak bisa berbuat apapun jika deddynya sudah marah. Dan El juga terkejut karena baru kali ini deddynya marah pada El dan Ana. Hanya kata diam untuk menghadapi kemarahan itu.
"Aku akan menghilangkan Bela dari rumah ini secepatnya El, lihat saja"
Dia bangkit dari ranjangnya dan menatap ke arah jendela dengan tatapan licik. Senyumnya penuh arti untuk melakukan hal apapun agar Bela bisa celaka atau dimarahi oleh ayahnya lagi.
Dendam dalam hatinya semakin membara, dia menyalahkan malam ini kepada Bela. Dan dendam itu semakin bertambah serta membuat hatinya bergerak untuk menyusun rencana.
"Tapi kak bagaimana caranya, sedangkan sifat daddy saat ini berubah sekali"
"Tenang saja, semuanya akan aku atur"
Pelukan kakak adik ditemani gelap malam bersama sebuah rencana yang sudah disimpan untuk membalaskan dendam. Sebegitu bencinya mereka berdua dengan Bela.
Mereka berdua sibuk mengurusi hidup Bela yang aman dan damai. Mereka selalu merasa iri dan ingin sekali mengusik kehidupan yang menurutnya tidak pantas saya melihat Bela tersenyum walaupun hanya sepintas. .
Sedangkan Bela selalu dalam keadaan tenang sehingga dia bisa menikmati malam yang pekat dengan lelapnya bersama bintang-bintang. Bahkan hari-harinya selalu di penuhi dengan bunga mimpi yang indah setelah berbicara dengan foto mamanya sebelum ia tertidur.
Pagi itu saat Bela ingin berangkat ke sekolah, ayahnya menyuruh Bela untuk berangkat bersama pak supir menggunakan mobil bukan menggunakan angkot. Tapi Bela lebih memilih menggunakan angkot karena setiap hari dia sudah terbiasa dengan debu jalanan.
Lain halnya dengan Ana dan El yang selalu dimanja untuk berangkat kemanapun menggunakan mobil mewah dengan uang saku yang jumlahnya cukup besar.
"Emmm, tunggu dulu Bela" Bela menghentikan langkahnya saat ia hendak keluar dari rumah.
"Ada apa yah? " sahutnya dingin.
"Ini uang jajan kamu nak" Beberapa lembar uang ratusan diberikan pada Bela. Katanya untuk menambah uang sakunya pada hari ini.
Ana dan El melihatnya dari belakang dan mereka berdua terlihat begitu kesal. Mereka merasa bahwa ayahnya pilih kasih dengan menambah uang saku pada Bela.
"Tidak yah, uang Bela masih cukup"
"Tidak-tidak, kamu harus mengambil uang ini. Jika perlu kamu bisa mentraktir teman sekolahmu"
Ayahnya memaksa Bela untuk mengambil uang tersebut. Bela juga tidak bisa menolaknya dengan paksaan yang diberikan. Akhirnya Bela pergi menaiki angkot dengan membawa beberapa uang yang jumlahnya cukup banyak.
"Boleh juga uang ini untuk mentraktir teman-teman" Gumamnya sendiri dalam angkutan umum.
Pikirnya tidak pernah meletakkan rasa curiga dalam perilaku ayahnya yang berubah drastis menjadi lebih baik. Bela hanya memikirkan bahwa ayahnya bisa berubah dan menyayangi Bela dengan tulus.
Walaupun sebenarnya hati bela belum terbiasa dengan perubahan dan perhatian yang diberikan saat ini oleh ayahnya. Karena Bela sudah terbiasa dengan keadannya yang sunyi, menyepi dan selalu sendiri.
Setibanya di sekolah, dia langsung menghampiri Roy untuk mentraktirnya nanti setelah pulang sekolah. Dia berkata bahwa kali ini memiliki rejeki yang sangat banyak, tapi dia tidak berkata bahwa uang itu dari ayahnya.
"Kamu kerja apa sih bel, sampai banyak sekali uangmu"
"Sudah diam saja, yang penting kita bisa makan enak hari ini"
"Tapi itu uang halal kan? "
Roy meragikan tentang keberadaan uang itu. Dia takut jika Bela mencurinya dari seseorang yang dapat menyebabkan dia dalam pengejaran polisi.
"Tenang saja, ini halal kok"
"Tapi kamu tidak menjual sertifikat rumah kan"
"Hahahahah"
Bela tertawa dengan keras mendengarkan ucapan dari sahabatnya tersebut. Roy sangat lucu karena pikirnya takut dia menjual sertifikat rumahnya dan mengambil uang hasil penjualan lalu membiarkan keluarganya tidur di jalanan.
"Tidak lah, aku bekerja" Ucapnya bohong.
"Bekerja apa? "
"Kamu banyak tanya sekali, Lama-lama bibirmu aku capit nih"
"Hahahah"
Mereka berdua tertawa dengan keras dan dengan kesenangan. Memang kedua sahabat ini selalu dikenal sangat akrab walau wajah Bela tidak pernah hangat jika bertemu dengan siswa lainnya. Kecuali siswa yang telah mengenal Bela dengannya.
~~~~ BERSAMBUNG ~~~~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments