"Kak, tidakkah Kakak terpikir kalau tindakan kita ini akan tercium polisi dan kita akan dihukum mati?"
Pemuda berseragam SMA bertanya. Pemuda itu adalah Rayan, salah satu orang yang berhubungan dengan masa lalu Pak Surya, tidak ada sangkut pautnya dengan Dave. Mereka adalah dua pria yang terlahir didua generasi yang berbeda. Namun jika mereka disatukan, maka mereka bisa menghancurkan karir, ketenaran, dan juga reputasi Pak Surya dalam satu waktu.
"Aku baru saja memulai, kenapa kau malah berpikir ke arah sana? Kalaupun itu terjadi. Aku harus memastikan kalau orang ini sudah tiada. Kalaupun Tuhan berkehendak lain, aku akan menyerahkan ini padamu. Itulah sebabnya aku ingin kau fokus dengan pendidikan, jadi orang sukses, jadi orang yang terpandang, agar kau bisa melakukan apa yang kau mau."
"Itu juga alasan Kakak nggak izinin aku buat masuk ke rencana Kakak?"
"Aku memang jahat, Ray. Tapi aku nggak mau mengorbankan masa depan seseorang hanya karena ambisiku. Aku tahu kau punya ambisi yang sama. Tapi waktunya bukan sekarang. Kalaupun kau nggak punya kesempatan untuk melakukan apa yang kau inginkan, kau bisa menjadi orang yang ibumu inginkan."
Rayan manggut-manggut tanda mengerti. Ia masih ingat betul masa itu, masa di mana ia masih duduk di bangku SD tingkat akhir. Ibunya meninggalkan dirinya seorang diri. Tanpa saudara, tanpa keluarga, dan tanpa Ayah.
Sebelum ibunya pergi, Rayan sempat diberi sebuah foto. Di foto tersebut terdapat gambar yang seorang pria berdiri dengan setelan jas dan senyum yang nampak lebar. Ia tak tahu siapa orang yang berada di foto itu. Menyadari kebingungannya, ibunya pun mengatakan bahwa foto tersebut adalah foto ayahnya yang tak pernah ia temui, jangankan bertemu, mengetahui namanya saja tidak. Ibunya berpesan untuk mencari ayahnya ketika dewasa dan meminta pertanggungjawaban atas masa lalu yang diterima oleh ibunya.
"Jika kamu dewasa, kamu harus bisa menemukan di mana ayahmu dan masuk dalam keluarganya. Kamu berhak mendapatkan apa yang harusnya kamu dapat dari dulu." Itu adalah kalimat terakhir yang Rayan dengar.
Hingga akhirnya, satu bulan setelah kematian ibunya. Rayan bertemu dengan Dave. Satu-satunya orang baik yang mau menerima dan mengasuh Rayan sebagai adik. Diajaknya ia untuk tinggal di rumah besar miliknya. Dan lambat laun, akhirnya Rayan mengerti kenapa ia diambil dan dirawat dengan baik oleh Dave.
"Tapi aku juga mau ikut andil dalam rencana ini, Kak. Ayolah, aku bukan lagi anak-anak."
"Aku tahu kau bukan anak-anak. Tunggulah sebentar lagi jika memang kau sangat-sangat ingin masuk dan menemui ayahmu. Kita baru saja memulai pemanasan, jangan terlalu cepat mengguncangnya."
Baru membicarakannya saja, Dave sudah mulai bekhayal dengan apa yang akan ia lakukan nanti. Melihat ayah mertuanya menderita dengan segala kenangan yang kembali muncul pasti akan menyenangkan dirinya, begitu kira-kira yang ada di pikirannya.
Merasa sudah cukup dengan pertemuannya, Dave izin pulang dengan segala kesenangan yang cukup membuat hatinya berbunga.
Masih pukul dua siang, Dave bersantai saat mengendarai mobilnya. Sejujurnya, ia tak suka bersandiwara seperti ini. Tak bisa dipungkiri bahwa ia tidak punya rasa apa pun tehadap Rinjani, wanita yang ia dekati dari SMA dan berakhir dengan menjadi istrinya meski ia mendapatkannya dengan tangan dan cara yang kotor.
Dave mendekati wanita itu dari dulu bukan tanpa alasan, namun bukan cinta alasannya. Ada hal lain yang lebih berharga dari hal remeh seperti cinta. Entah, hingga kini Dave sama sekali tidak menaruh rasa cinta pada wanita mana pun. Kehidupannya ia habiskan untuk kekayaan dan memikirkan seribu satu cara untuk menghancurkan satu orang.
Saat sedang berhenti di lampu merah, mata Dave berkeliling ke sekitar, barangkali ada sesuatu yang bisa ia beli untuk istrinya. Hanya untuk basa-basi saja. Ia hanya ingin menunjukkan bahwa ia peduli dengan perhatian-perhatian dan hal kecil seperti yang para wanita inginkan. Meski ia melakukan itu tidak dari hati setidaknya ia....
Tunggu! Mata Dave yang tak sengaja melihat ke arah kiri dikejutkan oleh seseorang yang berada di mobil dan duduk di kursi penumpang bagain belakang. Kaca mobil orang itu terbuka dengan jelas dan
Tin tin tin.
Mobil orang itu melaju dengan cepat. Dave baru sadar bahwa lampu lalu lintas sudah berubah karena ia terlalu fokus pada manusia yang baru saja ia lihat dengan degupan jantung yang tiba-tiba tak beraturan.
"Astaga, apakah benar yang aku lihat? Nggak, nggak mungkin." Dave bergumam seraya melajukan mobilnya.
Dave berusaha untuk mengejar mobil tersebut untuk memastikan apakah yang ia lihat benar atau salah. Meskipun dalam hati ia berharap bahwa penglihatannya salah, logikanya tiba-tiba saja entah kenapa menyangkal itu semua.
Mobil Dave berhenti tak jauh dari mobil yang ia ikuti tadi. Ia masih mengamati dan menunggu sosok manusia yang ia lihat tadi turun dari mobil. Ia tak pernah ke tempat ini, lingkungan ini begitu asing baginya. Dan beberapa lama ia menunggu, akhirnya pria yang ditunggu Dave muncul dari dalam mobil. Ia menajamkan dan memfokuskan matanya untuk melihat wajah si pria itu.
Dari kejauhan, Dave melihat pria yang tadi ia lihat turun dengan perlahan, dibantu oleh salah satu orang pria yang ia tebak pria itu adalah sopirnya tadi. Ia tidak bisa melihat dengan jelas wajah seseorang yang ia cari. Belum puas ia melihat pemandangan itu, pria yang mengejutkannya di jalan tadi sudah dibawa oleh sopirnya menuju ke dalam rumah.
Setelah punggung dua orang itu benar-benar pergi dari hadapannya, Dave meninggalkan tempat itu dengan segera. Ia pergi dengan membawa berbagai banyak pertanyaan tanpa satu pun jawaban.
Nggak mungkin, Dave. Dia udah lama mati dan kau sendiri yang melakukannya. Nggak mungkin dia selamat dari jurang sedalam itu.
Tapi kau tidak pernah melihat jasadnya, yang ditemukan waktu itu kau tidak tahu itu benar-benar dia atau bukan.
"Sial! Terlepas yang aku lihat tadi salah atau tidak, aku harus segera memastikannya. Jika memang, iya dia masih hidup, aku harus segera menyingkirkannya."
°°°
Seperti yang sudah dipesankan oleh suaminya tadi, Rinjani sekarang sedang berkemas memasukkan beberapa pakaian untuk liburannya beberapa hari ke depan. Entah apa ia menyebutnya berpergiannya kali ini. Jika dikatakan liburan, tidak sepenuhnya liburan karena lebih pantas disebut bulan madu. Tapi jika disebut bulan madu, ia dan Dave tidak bisa melakukan apa pun karena dirinya yang berhalangan.
"Ah sudahlah, apa pun namanya yang penting liburanku kali ini nggak sendirian, tapi sama suamiku."
Saat sedang menarik pakaian suaminya, ada sesuatu yang terjatuh. Buku seperti buku diary, namun berukuran kecil. Seukuran dengan saku. Lebih pantas jika disebut buku saku.
Rinjani hendak membuka buku tersebut, namun buku itu tiba-tiba berpindah tangan dengan cepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments