BAB 4.
POV AZZAHRA
"Hutang Ibu dan bapakmu karena menyekolahkan kamu dan kakakmu dulu kepada Pamanmu!" jawab ibu.
"Ya ampun ibuu...Kan mereka sudah mengikhlaskannya agar tak dibayar lagi!" jawab suamiku.
"Nggak bisa, hutang adalah hutang! Kamu mau kalau apa yang kau makan dan semuanya itu tak halal!"
"Lah, kan sudah ada pembicaraan dengan paman dan paman mengikhlaskannya!"
"Sudahlah! Mana surat tanahnya! Aku mau jual saja ke tempat lain!"
"Astaghfirullah Bu....Nggak usahlah ibu berhidup mewah. Ibu mau pamer kan dengan Ibu-ibu yang lain kalau ibu itu orang kaya, orang berduit!"
"Farhan!!! Kamu selalu bilang seperti itu sama Ibu!"
"Ibu, kenapa Ibu nggak belajar dari pengalaman Ibu, dulu ibu sering belanja nggak jelas, foya-foya dengan glamor. Ibu kita harus sadar diri! Berapa luas tanah yang Ibu jual tanpa sepengertahuan Ayah dulu!" jawabnya.
"Heh, kamu kurang ajar!!"
"Ibu juga selalu memberikan harta dan uang kepada mbak Santi, kan udah tau kalau suaminya Mbak Santi itu kerja, nggak mungkin dia kesulitan keuangan!"
"Iya, tapi dia kadang nggak makan, kadang hutang dengan tetangga! Kenapa sih kamu curiga terus dengan kakakmu!!??"
"Ya sudah...Aku tetap tak mau memberikan surat itu, itu adalah warisan bapak, karena tinggal tanah itulah yang masih ada selain sawah!" Mas Farhana jalan ke aranh kamarku. Aku langsung jalan dan duduk di pinggiran tempat tidur. Dia masuk dan menutup pintu dengan keras dan menguncinya.
Dia duduk di sampingku dan mengusap wajahnya dengan kesal. Dia diam agak lama. Aku mengelus punggungnya dan mengusap rambutnya.
"Mas mandi dulu, abis itu kita sholat yuk, mas," sahutku pelan. Dia mengangkat kedua tangannya yang menutupi wajahnya.
"Iya dek. Mas mandi dulu, ya!"
"Iya mas."
Dia keluar menuju ke kamar mandi. Dan aku menyiapkan baju dan celana pendek. Ibu ternyata masuk lagi ke dalam kamarku.
"Heh, mana suratnya!!" Dia menarik lenganku dan memencetnya lagi.
"Aku nggak tau bu...ADAWWW...Sakit bu...!!" teriakku dan aku menjauh darinya sampai di samping ranjang.
"Awas kamu, kalau sampai nggak dikasihkan ke Ibu nanti malam! Besok kamu pergi dari sini!!! Ibu nggak sudi kamu tinggal disini lagi!!" sambil menunjukku dan wajahnya yang sangat marah.
"Baik, saya akan pergi dari sini!!" Jawabku.
"Hahahaha, bagus, kamu wanita murahan! Wanita mandul! Santi saja sebulan dari menikah langsung hamil, kamu sudah tiga tahun menikah masih belum hamil! MANDUL kamu!" Dia langsung berjalan cepat ke kamarnya lagi. Aku duduk di pinggir ranjangku sambil memegang lenganku yang tekan oleh Ibu tadi. Terasa kemeng.
Mas Farhan masuk dan mendapatiku sedang memejamkan mataku karena hendakCmenangis.Tapi aku tahan dan pura-pura tidak terjadi apa-apa supaya dia takCcuriga dengan kejadian tadi.
Aku berjalan ke luar kamar dan menuju ke kamar mandi untuk ambil Wudhu.CSetelah itu kami sholat Ashar berjamaah.
Setelah membereskan mukena dan sajadah aku menunggu mas Farhan selesaiCberdoa. Setelah selesai dia langsung melipat sejadahnya dan duduk di sampingku.CDia memegang tangan kananku dan mencium punggung tanganku.
"Kenapa dek?"
"Mas, aku mau pulang besok..!" Aku menatapnya.
"Tidak dek, kamu nggak boleh pulang, Mas disini akan menjagamu!"
"Tapi ibu memaksaku untuk menyerahkan surat rumah mas!"
"Sudah, besok pagi surat itu akan aku minta disimpan di rumah pak Anggorosaja, dia orang baik, dia nggak akan menjual tanah itu!”
"Hm, tapi mas...?"
"Sudahlah, aku akan menjagamu...!"
"Ya sudah, Mas mau makan lagi?"
"Nggak sayang, kamu bikinkan aku kopi hitam saja!"
"Baik mas."
***
Malam itu aku gelisah, aku tak bisa tidur, dan hanya bisa bolak balik saja tapi susah sekali aku memejamkan mataku. Tapi akhirnya aku tidur juga setelah tangan mas Farhan tiba-tiba melingkar dipinggangku dan aku tak bisa bergerak lagi. Akhirnya mataku terpejam sendiri.
Aku bangun sebelum Adzan subuh, aku seperti biasa memasak nasi dulu kemudian aku merendam baju di kamar mandi. Kuambil Wudhu sekalian dan masuk ke kamar lagi. Kusholat hajat dua rakaat dan berdoa kepada Allah agar diberikan petunjuk akan masalah yang aku hadapi ini.
Lima menit kemudian, Adzan Subuh berkumandang. Mas Farhan ternyata sudah melek dan melihatku sedang merapikan pakaianku yang sedang kususun supaya aku nanti kalau memang aku harus pergi aku tinggal masukkan ke dalam koper dan pergi.
"Kamu lagi ngapain sayang di lemari?" tanya suamiku dari pinggir tempat tidurku.
"Nggak ngapa-ngapain mas!"
"Hm, kamu sudah sholat subuh?"
"Belum mas, tadi abis sholat hajat saja."
"Hm, ya sudah, Mas mau ambil wudhu dulu, kamu masih belum batal kan?"
"Belum mas.'" Aku tutup lemariku dan aku siapkan Sajadah untuk suamiku dan kuletakkan sarung untuk suamiku di atas kasur. Aku memakai kembali mukenaku dan kuhamparkan sajadah di belakang sajadah suamiku. Tak lama kemudian, mas Farhan masuk ke kamar dan memakai sarung juga memakai kopiah hitamnya. Dia menjadi imam sholat subuhku seperti biasanya. Setelah sholat Subuh, aku menunggu suamiku sampai dia selesai berdoa. Kemudian kucium punggung tangannya dengan takdzim. Dia mencium keningku.
"Kamu sudah jangan dipikirkan mengenai surat tanah. Aku akan membawanya ke rumah pak Anggoro pagi ini sebelum aku ke sawah. Kalau Ibu marah diamkan saja, dan tidur saja di kamar, kunci pintunya!"
"Mas, aku kan harus membawakan makan siang untukmu nanti." "Iya, nggak papa, kamu masaknya kayak kemarin saja, aku tunggu nanti siang, ya sayang?"
"Iya mas." Kami berdiri dan aku melipat sajadah dan mukenaku.
"Mas mau kopi?"
"Iya sayang, kamu masaklah dulu!"
"Farhannnn!!" terdengar suara Ibu sudah memanggil suamiku dengan lantang dari luar kamar.
"Iya bu...!" Suamiku lantas keluar dan aku berdiri di belakangnya.
"Serahkan surat tanah itu!" Tangan Ibu dikedepankan menengadah ke atas.
"Bu, sudah saya simpan di Bank!" jawab suamiku.
"Hah, di bank? Kamu jaminkan??!"
"Tidak, saya tidak mau riba bu!"
"Kalau gitu ngapain kamu simpan di Bank?? HAH!!"
"Aku kan mau simpan saja di brankas bank, supaya aman. Semua yang mau ambil tidak akan bisa, kecuali mendapatkan ijin dariku dan tandatanganku!" jawab suamiku tenang.
"Sejak kapan kamu tau hal begituan?!" tanya Ibu sambil bertolak pinggang.
"Ya tau dong bu. Akukan punya banyak teman, prosesnya nggak lama lagi."
"Kamu boong ya sama Ibu. Kamu kan kemarin ke sawah? Kapan kamu ke Bank nya?"
"Aku diantar sama kawanku kemarin siang setelah Azzahra ke sawah!"
"Ohhh...Jadi kamu ke sawah membawa makanan sambil membawa surat tanah juga? Kamu sudah boong ya sama Ibu!! Awas kamu Azzahra!!" ancam ibu.
"Hm, udahlah Bu, jangan harap ibu bisa ambil itu surat tanah! Pastinya ibu akan gadaikan lagi untuk dapat uang. Buat ibu foya-foya lagi kayak dulu, waktu bapak masih ada, Sadarlah bu....!"
"Heh, kamu anak durhaka sama Ibu mu sendiri berburuk sangka!! Kalian berdua udah melawan Ibu ya!!" Bentak Ibu dengan tampang marah sekali.
....
....
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Ria Santika
si ibu nih,ngotot minta surat tanah...ngejarnya kok ke mantunya. pakai segala ngusir
2023-04-18
2