BAB 2.
POV ZAHRA
Besok paginya seperti biasa aku dan suamiku sholat Subuh berjamaah. Setelah itu aku ke dapur untuk membuatkan kopi suamiku. Di dapur aku melihat Ibu masuk ke dalam kamar mandi, sepertinya dia terlambat bangun untuk sholat subuh. aku langsung membawa kopi hitam panas ke teras.
Aku dan Mas Farhan sudah hampir tiga tahun menikah belum dikaruniai anak. Kami tidak berhenti-berhenti terus berusaha dan berdoa. Kami memang tidak pernah mengkonsultasikannya ke dokter karena kami sehat.
"Mas, ini kopinya."
"Iya, makasih ya, sayang," jawab suamiku. Aku duduk di kursi samping suamiku.
"Mas, nanti siang aku ke sawah ya, membawakan bekal untuk kamu. Aku pagi ini hanya menghangatkan saja makanan kemarin untuk sarapan. Aku mau masaknya nanti jam 10an saja. Hari ini kan biasanya Ibu ikut pengajian di mushola jam segitu. Jadi setelah masak, aku mau antar makan siang ke sawah. Boleh ya mas?" Aku memohon kepadanya.
"Hm, memang kenapa nggak masak pagi ini saja?" tanyanya dan menghisap rokoknya.
"Aku belum belanja sayur mas, kemarin kan kita makan juga tak ada sayur. Aku hari ini mau buat sayur Asem. ikan asin, dan telur dadar saja!" jawabku.
"Hm, iya deh. Cuma kamu nggak usah lama-lama. Aku kasian kamu kepanasan disana!" ucapnya.
"Iya mas, nanti aku boleh pake caping mu saja?" Aku senang akhirnya diijinkan olehnya.
"Iya, boleh sayang." Mas Farhan tersenyum kepadaku. Senyumnya membuat aku blingsatan, untuk menyembunyikan rasa maluku, aku pamit ke dapur.
"Mas, aku mau ke belakang dulu. Mau nyuci baju dulu ya!" ujarku.
"Iya sayang," jawab suamiku dengan lembut. Setelah itu, berdiri dan berjalan ke kamar mandi untuk mencuci pakaian. Ibu memanggilku begitu aku sampai di dapur.
"ZAHRA...! Kamu nggak masak pagi ini?" teriaknya.
"Nanti abis nyuci bu!" jawabku.
"Masak dulu sana, Ibu Lapar!!" Suara mertua sangat keras dan kesannya membentak.
"Iya bu." Aku mengambil makanan yang dimasukkan ke dalam lemari tadi malam dan aku panaskan. Aku menambahkan bumbu kecap untuk telur dadar yang sudah ada. Sesudah selesai masak, aku taruh semua lauk di meja makan dan menuju ke kamar mandi untuk mencuci.
Pintu kamar mandi aku selot dan aku mulai mencuci. Setelah selesai aku menuju ke kamar. Begitu aku mau sampai di pintu ruang dapur menuju ruang tengah, aku mendengar percakapan ibu dan mas Farhan yang sedang berbincang-bincang serius. Terdengar jelas.
"Gimana Farhan? Ayolah, Ibu sudah tua...Ibu ingin menggendong cucu. Kalau si Zahra nggak bisa melahirkan anak atau Mandul, gimana?" tanya Ibu. Aku terdiam memasang kupingku agar terdengar duara mereka.
"Ibu yang sabar dong, Kan baru saja hampir tiga tahun aku menikah. Mungkin aku belum diberikan amanah oleh Allah, bu!" jawab Farhan.
"Hm, kamu ini, kan udah Ibu bilang, ceraikan saja Zahra dan kamu nikah lagi. Itu udah Ibu bilang, si Minah anaknya Haji Sabeni udah suka sama kamu. Dia baik, keluarganya juga terpandang. Kamukan kawan sekolahnya juga!" sahut Ibu lagi.
"Aduh Ibu, aku sudah menikah dengan Zahra. Jangan ibu gerecokinlah. Aku nggak suka kok sama si Minah, orangnya centil! Kenapa ibu jodohin aku dengan si Minah lagi!" sergah suamiku.
"Dia kan lebih cantik daripada si Zahra. Kenapa kamu nggak mau??!!" tanya ibu.
"Aku tau dari sekolah dulu bu...Dia gaulnya udah nggak bener!" bantah mas Farhan.
"Hah, kata siapa nggak bener? Ibu itu loh, sering ketemu dia di Pengajian, masa cewek nggak bener?" tanya ibu lagi.
"Hahahaha, dia kan cuma mau merayu Ibu saja, lagipula dia itu kan genit suka gonta ganti pasangan atau pacar dari dulu!" balas mas Farhan.
"Halah! Kalau nggak mau si Minah nggak papa, nanti Ibu jodohkan kamu dengan si Dara anaknya pak Haji Juhri!" Ibu kembali memberikan alternative.
"Wah siapa lagi itu? Aku ajah nggak kenal!" jawab mas Farhan.
"Ah, kamu itu dikasih tau sama Ibu. Pokoknya kalau sampe minggu bulan ini si Azzahra nggak hamil, ceraikan dia!!" Aku yang mendengarnya sangat sakit hatiku, suamiku disuruh menikah lagi oleh ibunya sendiri. Mereka tak tau, kalau aku juga sangat mendambakan seorang anak.
"Hah, emang segampang itu? Aku sayang sama Azzahra bu. Dia baik, rajin ibadahnya, kalau pengajian aku memang melarangnya, kan Ibu tau sendiri, yang mimpin ajah ibu-ibu tukang ngerumpi kayak Ibu, pokoknya aku nggak mau ceraikan Azzahra!" bantah suamiku lagi.
"Pokoknya harus, aku nanti bilang sama kakakmu, suruh urusin itu si Zahra, mantu bego, bodoh! Bilang mau jadi soleha, sama Ibu ajah sering ngejek!" ledek Ibu mertuaku yang tak dijaga mulutnya.
"Aduh Ibu, sudah lah, aku mau ke sawah!" Aku mendengar mas Farhan berdiri dari kursi makan dan membawa piringnya ke belakang. Aku yang sedang berdiri mematung kemudian bertemu dengan suamiku.
"Eh, kamu ngapain di sini sayang?" tanyanya. Aku yang sedang mengeluarkan air mata karena sakit hati mendengar pembicaraan mereka
Aku langsung masuk berlari ke dalam kamar dan membanting pintu kamarku.
BRAAAAKKK
"HEH...!Jangan banting-banting Pintu! Kalau rusak kamu ganti!" Aku mendengar Ibu berteriak.
Aku menangis dengan tengkurap diatas bantal dan menutup wajahku dengan guling. Sakit hatiku mendengar hinaan dari mertuaku...Apalagi dia meminta mas Farhan untuk menceraikanku karena kami belum punya anak.
Mas Farhan masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamar dengan pelan dan menguncinya. Dia duduk dipinggir kasur dan mengelus punggungku.
"Sayang, kamu kenapa menangis?" tanyanya.
"Mas....Aku masih kuat kalau hanya diomelin Ibu, tapi kenapa aku harusdiceraikan! Huuuuuu." Aku menangis lagi.
"Sayang, mas nggak akan menceraikanmu, tenang saja. Mungkin Ibu memang sudah lama mau menggendong cucu, tapi kita juga kan nggak mau mendahulukan takdir. Kita sudah berusaha sebaik mungkin," jawab suamiku berusaha membuatku tenang.
"Iya mas, tetapi kenapa harus aku yang diceraikan? Kenapa kita harus pisah?!!" Aku masih terisak dan menangis kembali setelah mengingat Ibu yang mengatakan aku mandul.
"Kamu yang sabar sayang. Udah jangan didengarkan ya, kan yang menikah kita bukan Ibu" ucap mas Farhan dengan suara lembut. Dia manarik pundakku agar duduk. Aku duduk dan memeluknya.
"Mas, aku sayang kamu!" ucapku sambil memeluknya denga erat.
"Iya, Mas juga tau kalau kamu sayang mas, Mas juga sayang kamu kok!" Dia mengelus rambutku.
"Mas jangan mau kawin lagi!" kataku merengek.
"Hahaha, siapa yang mau kawin lagi?" ledeknya.
"Itu ibu mau jodohkan mas dengan siapa itu, Minah? Dara? Terus aku diceraikan gitu?" Aku merenggut.
"Hihihihi...Kan tadi Ibu yang bilang, mas kan sudah menolak. Kamu sudah dengar sendiri kan tadi?"
Aku terdiam. Mas Farhan mengusap jejak air mataku dipipiku.
"Sudah ya, jangan nangis lagi. Mas mau ke sawah dulu!" sahutnya.
"Iya mas" jawabku.
"Mas, nanti siang aku ke sawah, ya?" pintaku.
"Iya, bikin sambel juga ya, sayang!" ujarnya.
"Iya mas." Aku turun dari ranjang dan mengantarkan dia ke luar. Aku mencium punggungtangannya dengan takdzim.
"Mas, berangkat dulu ya dek, Assalamualaikum," ucap suamiku.
"Iya mas, Waalaikumsalam." Aku berjalan ke dalam kamar dan mengunci pintunya. Aku membereskan kamar ku dan kembali keluar ke kamar mandi untuk menjemur pakaian yang tadi aku cuci.
Setelah aku menjemur pakaian, menyapu semua lantai di rumah dan mengepel lantainya. Sesudah selesai, aku masuk lagi ke kamar dan kudengar Ibu sudah keluar dari kamar dan mengunci kamarnya. Aku sendiri tak pernah menyapu atau pun mengepel lantai kamarnya. Ibu tak mau aku masuk ke dalam kamarnya.
"ZAHRA...Ibu mau pergi dulu..!!" teriaknya dari depan kamarku.
Aku keluar dan mencium tangan ibu.
"Hati-hati bu!" Dia langsung saja jalan tanpa salam.
Aku hanya mengelus dadaku saja dan menutup pintu. Aku langsung ke kamar mengambil uang untuk belanja bahan sayur asem dan tempe sepapan. Kemudian, pulang dan kunci pintu depan menuju ke dapur.
Memotong sayuran dan mencucinya, dan mengulek bumbu dan merebus sayur dan memasukkan bumbunya. Akupun menggoreng tempe yang sudah dipotong-potong kotak-kotak besar. Sambil menunggu, kubuat sambel. Sesudah semua selesai, aku mandi. Jam dua belas kurang, aku mengunci pintu rumah dan membawa dua rantang menuju ke sawah.
Sesampainya di sawah, aku duduk di saung kecil milik mas Farhan. Kulihat dia sedang mencabuti rumput.
"Mas, makan siang dulu," teriakku.
"Ya." Dan kulihat dia berjalan di pematang sawah dan menuju ke saung.
"Mas, Assalamualaikum." Aku mencium tangannya.
"Waalaikumsalam Dek,' jawabnya.
"Sini makan mas, aku mengeluarkan dua rantang tadi dan menyiapkan makan siangnya.
"Mas, ini makannya." Kuberikan piring berisi nasi dan lauknya.
"Iya dek. Wah kayaknya enak banget ini makannya!"
"Hehehe, paling enak itu kata orang makanan masakan istri? Bener mas?" tanyaku.
"Iya, sayang. Kan dengan cinta, hahahaha!"
...
...
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Ria Santika
Main jodoh-jodohin aja,buk. Anaknya dah nikah. ada Minah,ada dara, emang mo poligami?
2023-04-12
1